Part 24

26 14 8
                                    

Wellcome

Sebelum baca, coba tulis tanggapan kalian mengenai cerita ini. Tulis juga harapan kalian demi Anta, Rora, dan Gara. 

Eh, yang suka suuzan sana-sini, hati-hati, loh. 

Yaudah, yuk lanjut baca. 

Selamat Membaca

----

"Kamu masih sakit, kenapa malah berada di luar?" tanyanya menatapku sejenak lalu mengalihkan tatapnya, "kamu mau ke mana?" lanjutnya.

"Lepas!" pintaku sambil berusaha menarik tanganku dari pelukannya, tetapi dia malah menahan dengan mengeratkan pegangannya.

"Aku tau kamu nggak suka aku ada di sini, tapi biarkan aku membantumu atau lebih baik kamu kembali ke kamar?! Di mana kamarmu?"

Aku menatapnya semakin bingung. Untuk apa perempuan ini ada di sini. Aku tak menjawabnya hingga dia menjentikkan jari oleh mengerti dengan ke terdiamanku.

"Kamu masih inget aku 'kan?" tanyanya sambil mengarahkan kedua tangannya membentuk huruf 'V' ke bagian bawah wajahnya dan menatapku seolah memintaku mengingat-ingat.

Aku mendelik meresponnya. Tentu aku ingat siapa dia. Perempuan yang dengan lancang ikut campur urusanku dan Kak Gara di sekolah waktu itu. Iya, dia Maira. Perempuan asing yang tiba-tiba muncul dan bersikap seolah sudah begitu akrab.

"Gue inget," sahutku singkat, "yang gue nggak ngerti, kenapa lo bisa ada di sini?!" lanjutku bertanya.

Dia merekahkan senyumnya kembali usai aku berkata mengingatnya. "Ya, besuk kamu, lah! Apa lagi?"

Aku menarik napas dan menghembuskan. Mengapa sikapnya bisa agak mirip dengan Aurora? Aku bertanya dalam hati.

"Lo dan gue nggak saling kenal, jadi nggak ada alasan cukup bagus dengan kemunculan lo di sini." Bukan aku tidak menghargai dirinya, hanya saja kami memang tidak pernah kenal.

"Anta!"

Aku mengangkat kepala usai mendengar sebuah panggilan atas namaku. Mataku mengerjap dengan kemunculan Aurora yang kini berlari menghampiri kami dengan napas berderuh panjang. Seperti baru saja berlari dalam waktu cukup lama.

"Ya ampun, aku cariin kamu ke mana-mana, Anta! Padahal baru sebentar aku tinggal ke toilet, tapi kamu udah nggak ada di kamar. Aku harus jawab apa sama Tante Diana kalo kamu bener-bener hilang?" cerocosnya berdiri di hadapanku yang menatapnya bengong.

Aku diam. Posisi kami masih belum bergerak sama sekali dari tengah-tengah jalur koridor, untungnya keadaan rumah sakit masih sepi. Jika tidak, kami pasti mengganggu aktivitas rumah sakit.

Dia menatap sekilas pada Maira, terdapat sorot tak suka yang terpancar di matanya. Lalu, tanpa aba-aba langsung membimbingku menuju kursi tunggu terdekat dan mendudukannku di sana. Tanpa menghiraukan Maira yang mengikut kami, dia segera mengambil tempat di sisi kiriku.

Maira menatap kami berdua. Tidak, tepatnya lebih kepada Aurora. Yang kusadari, ada perang sengit di sana. Sama seperti Aurora, dia langsung duduk di sisiku yang lain.

Aurora berdecak atas tindakan Maira, tetapi dia memilih tak ambil pusing dan lebih memilih memulai sesi pertanyaan kepadaku.

"Dia siapa?" tanyanya menunjuk Maira. Siapa sangka, sebelum aku menjawab, Maira sudah lebih dulu mengulurkan tangan mengajak Aurora untuk berkenalan.

"kenalin, gue Maira! Elo pasti Aurora 'kan?!"

Aurora menatap uluran itu sejenak. Aku tahu dia tidak berniat untuk menyambut uluran itu sehingga aku memberinya kode memaksa dan untunglah dia menurut.

Dia menarik senyum paksa lalu berkata, "ya, gue Aurora!"

Tidak berlangsung lama, adegan berjabatan tangan itu selesai dalam waktu singkat karen Aurora kembali mengalihkan fokusnya terhadapku.

"Kamu kenal dia?" tanyanya padaku dengan nada tak senang.

"Nggak terlalu kenal, cuma sebatas nggak sengaja aja waktu itu." Aku menyahut Aurora dengan rasa bingung. Iya, bingung menjelaskan yang bagaimana aku ini.

"Waktu kapan?"

Ah, bagaimana aku menjelaskan kepadanya? Tidak mungkin aku harus mengatakan ketika aku dipaksa pergi dari rumah oleh Kak Gara. Itu bisa saja membuat image Kak Gara buruk di matanya.

"Nggak sengaja kenalan waktu Anta ngurus event waktu itu. Waktu lo pingsan itu, loh!" sambar Maira memberikan jawaban untuk Aurora.

Aurora mengerutkan dahi tak mau mudah percaya. "Iya, di hari lo pingsan itu!" balasku cepat.

"Oh," sahut Aurora begitu singkat.

Dalam situasi seperti ini, dia masih bisa bersikap cemburu begini?

***

Sebagian Part dihapus

Stuck in Own Plans sudah bisa dipesan di shopee melalui link tertera di bio Instagram akun @niarvaza

Stuck in Own Plans [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang