Part 16

33 16 3
                                    

Wellcome back, Readers!

Hayo semangat!

Jangan lupa follow. Kalo udah, ayo lanjut!

Selamat Membaca

(Part ini, Anta kasihan banget, sih)

Yang senasib sama Anta, pasti ngerasain gimana sakit bercampur bimbang dan kecewa.

Share cerita ini ke temen-temen kalian, yuk!

----

Pukul sepuluh malam suara mobil milik Kak Gara terdengar memasuki pekarangan rumah lalu masuk ke garasi. Tak lama dari itu, kudengar suara pintu terbuka. Sekarang, Kak Gara pasti sedang menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di sebelah kamarku. Segera aku beranjak, meraih paper bag yang kuletakan di atas meja belajar lalu menuju pintu kamar untuk menemuinya.

Aku melangkah menghadang jalannya dan memberikan hadiah yang sudah ku beli dengan uang saku dari ayah yang berhasil kukumpulkan. Sebenarnya uang itu adalah untuk membeli minuatur pesawat yang harganya cukup lumayan, tetapi tidak apalah, ulang tahun Kak Gara lebih penting.

Kak Gara menatap uluran tanganku dengan dahi berkerut, tetapi tak kunjung bertanya, sehingga aku inisiatif memberi tahunya.

"Ini, hadiah dari gue buat lo, Kak!" ungkapku dengan senang hati.

Kulihat Kak Gara mengangguk singkat, menarik kedua sudut bibirnya secara perlahan, lau menyambut uluranku. Dia menatap paper bag itu sejenak kemudian berkata, "makasih," ucapnya singkat lantas melintasiku begitu saja menuju kamarnya.

Aku berbalik badan mengikutinya dengan tatapanku yang akhirnya menghilang di balik pintu coklat menelan Kak Gara hingga tak terlihat olehku lagi. Dahiku berkerut atas sikapnya. Meski sedikit aneh, aku memilih untuk tidak terlalu memikirkannya. Mungkin Kak Gara hanya kelelahan, lagi pula bungkan Bunda bilang jika Kak Gara juga ada janji dengan teman-temannya untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-19 itu. Sehinga, tak ingin berprasangka buruk, aku kembali masuk ke kamar untuk segera tidur dan datang pagi ke sekolah besok yang masih mengadakan event hari ke-3. Masih ada dua hari lagi, sebelum akhirnya harus kembali belajar dan angkatan Kak Gara harus langsung ujian sekolah.

----

Sekitar pukul 04.07 pagi aku terbangun akibat sebuah suara benturan yang aku rasa berasal dari lantai bawah. Merasa ada yang tidak beres, aku segera beranjak turun dari kamar. Setibanya di bawah, tidak ada seorang pun yang kudapati.

"Jangan-jangan maling?" gumamku segera mengambil sikap waspada. Kuambil pemukul bola kasti milik Kak Gara yang selalu bisa ditemukan di dekat lemari kaca berisikan barang koleksi Bunda.

Aku berjalan mengendap-endap ke arah kamar Bunda dan Ayah karena aku merasa suara itu bersumber dari sana. Langkahku kian dekat, hingga telingaku menangkap suara Kak Gara dari dalam kamar itu. Mendapati hal itu, maka kupercepat langkah kakiku sampai aku dapat mendengar jelas apa yang sedang mereka bicarakan. Lalu, setelah menguping beberapa saat, akhirnya aku tahu bahwa yang mereka bahas adalah aku.

"Mau sampai kapan dia di sini, Yah? Gara udah nggak tahan dia ada di sini!"

"Kamu kenapa, Gara? Bukannya kalian tadi siang baik-baik aja? Kok, sekarang tiba-tiba begini, sih? Dia adik kamu, Gara! Jangan bersikap seperti ini." Ayah menyahut dengan suaranya yang lembut dan berusaha menenangkan Kak Gara.

"Dia bukan adik Gara, Yah! Sejak awal Gara nggak pernah terima dia di sini karena gara-gara dia, apa yang Gara punya harus di bagi sama dia dan sekarang, Gara juga harus mengalah soal Aurora. Nggak, udah cukup Anta ambil semua yang seharusnya milik Gara."

"Gara! Kamu bukan anak kecil lagi untuk bersikap kekanak-kanakan begini!" tegas Ayah.

"Ayah anggap aku kekanak-kanakan? Waktu dulu aku menolak kedatangan dia, apa pernah Ayah dengar? Kalo Ayah nggak bawa dia ke sini, hidup kita nggak bakal kayak gini, Yah!"

"Jaga bicara kamu, Gara!"

"Gara tau semuanya! Gara tau kalo orang tua Anta datang ke kantor ayah dan mengancam kalo ayah nggak kasih Anta ke mereka, perusahaan ayah bakal mereka hancurin. Ayah mau kita hidup sengasara setelah semua pencapaian yang udah Ayah usahain selama ini?"

Hatiku berdetak tak karuan mendengar perkataan Kak Gara mengenai orang tua kandungku. Mereka ingin mengambilku setelah membuangku begitu saja di jalanan dan harus bertahan hidup di panti asuhan bersama anak-anak yang senasib denganku, tidak diharapkan oleh orang tuanya sendiri. Aku menggeleng kuat. Tidak, aku tidak ingin tinggal bersama mereka.

"Serahin dia, Yah! Nggak seharusnya kita menahan anak orang lain yang masih punya orang tua utuh."

"Gara, sayang, Anta anak Bunda dan Ayah, dia adik kamu dan nggak akan pernah pergi dari rumah ini!" Kudengar Bunda bersuara setelah tidak bersuara menanggapi apa yang Kak Gara katakan.

Gue nggak mau pergi dari sini! batinku menjerit.

Dengan perasaan kacau balau, aku memutuskan untuk menjauh sebelum ketiga orang itu sadar keberadaanku yang menguping pembicaraan mereka. Namun, karena pikiranku tidak sejalan dengan hatiku, tidak sengaja tongkat kasti yang kupegang terlepas begitu saja dari tanganku.

Aku hanya menatapnya sejenak, lalu berlari kencang menaiki tangga menuju kamarku ketika sayup-sayup kudengar mereka terkejut karena suara yang timbul dan beringus mencari tahu. Tidak, aku tidak boleh ketahuan. Aku tidak ingin pergi menemui kedua orang yang telah tega membuangku.

Setelah berkurung di kamar hampir dua jam lamanya, akhirnya aku memutuskan keluar untuk berangkat ke sekolah dengan bersikap tidak tahu apapun. Saat menuruni tangga, aku menatap ke meja makan yang sudah berada Bunda dan Ayah, tetapi tidak ada Kak Gara di sana. Entah mungkin Kak Gara masih ada di kamarnya.

Aku melangkah mendekat dengan sikap biasanya. Melempar senyuman demi tak menimbulkan kecurigaan. Mengambil cepat selembar roti dan menenggak habis susu di gelas yang tersedia di depan meja yang biasa kududukki. Cukup tidak tahu diri aku ini, bukan?

"Bun, Yah, Anta hari ini nggak pulang, ya. Mau nginep di rumah Andra!" kataku seketika membuat Ayah dan Bunda menatapku lekat.

"Kok, tiba-tiba banget? Ada apa, sayang?" tanya Bunda lembut.

Aku menampilkan cengir. "Ada urusan, Bun! Lagian juga, Andra tinggal sendirian sampe minggu depan, jadi harus ditemani, takutnya mati kelaparan."

Lo bener-bener pintar bohong sekarang, Ta!

"Yaudah, biar Andra aja yang diajak tinggal di sini!" sahut Ayah.

"Udah, tapi dia nggak mau, Yah!" balasku cepat.

"Biarin aja kalo dia mau tinggal di sana! Selamanya juga nggak masalah."

***

Sebagian Part dihapus

Stuck in Own Plans sudah bisa dipesan di shopee melalui link tertera di bio Instagram akun @niarvaza

Stuck in Own Plans [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang