chapter 8

43 5 3
                                    

WAJIB FOLLOW DAN VOTE‼️

***

Garpu dan sendok bertabrakan di atas piring. Kesunyian yang tercipta di meja makan kecil terbuat dari kayu jati membuat suasana mencekam. Tidak ada canda tawa, benar-benar mendalami kesunyian. Ada apa dengannya? Semalam sore dia masih tertawa, menertawakan kebodohannya yang sedang berusaha melucu di depannya. Lalu kini, dia diam seribu bahasa seakan dirinya tidak ada di sana.

"Lun—" panggilnya terjeda ketika wanita itu beranjak dari tempat duduknya, pergi keluar rumah tanpa menyapa.

Alisnya mengerut. "Ada apa dengannya? Aneh." Batinnya bertanya-tanya. Ia mengedikkan pundaknya mengabaikan Luna, beralih kepada piring-piring yang berserak di atas meja. Ia mulai membawanya ke wastafel.

Sedangkan di luar tepatnya di taman, Luna mengedarkan pandangannya menatap ke depan. Pepohonan, angin, bunga, rumput... Huh semuanya indah serta tenang. Hidungnya menghirup udara segar pada pagi hari ini.

"Ku beri kamu pilihan. Kembali kepadaku atau ibu Nadi mati di tanganku."

"Waktu mu tidak banyak, sayang. Pukul delapan malam aku menjemputmu, meminta jawaban dari pilihan yang kuberikan."

"Pikirkan baik-baik atau semuanya menjadi sia-sia."

Tangannya menarik helaian rambutnya sehingga kusut dibuatnya. Luna stress oleh semua kekangan Ardega. Rasa hidup pun semakin menciut, ia ingin mati saja tapi masih sayang nyawa.

Luna ingin damai sebelum mati. Pria itu selalu mengusiknya, kapan dia bosan pada diri Luna?

"Memikirkan dia bisa membuat mu gila. Bisakah melawan ancamannya? Ku kira kamu akan sekuat Nadi setelah menjadi sahabatnya setelah bertahun-tahun,"

Luna membalikkan tubuhnya ke belakang. Ia melihat Abigail berdiri di belakangnya dengan kedua tangan yang masuk ke dalam saku, tidak lupa kacamata minus menggantung di daun telinga.

"Sudah dari tadi berdiri di sana?" Tanyanya.

Abigail tidak menjawab. Kakinya melangkah mendekati posisi Luna duduk. "Aku tahu Ardega ada di Swiss,"

"Kamu tahu tapi tidak memberitahuku, kenapa?"

"Buat apa? Memang kalian punya uang lagi untuk lari darinya? Lupa kalau pria itu kaya, memiliki segala-galanya? Sejauh mungkin kamu berlari, tetap tertangkap olehnya—"

"Aku selalu berpikir semua yang Nadi lakukan sia-sia untukmu. Dia sibuk meluangkan waktunya untuk membawamu lari sedangkan kamu sibuk memikirkan pria itu. Bukan kamu saja yang lelah, Luna. Nadi juga sama lelahnya seperti mu. Dia mengeluarkan uang banyak demi kamu lepas dari Ardega." Imbuhnya.

"Pendidikan mu tidak membuahkan hasil oleh tindakan mu. Berpikirlah sebelum bertindak, jangan gegabah. Kamu punya keberanian, kenapa memilih diam? Lemah? Zaman sudah maju, Lun. Ada yang namanya bela diri, kenapa tidak belajar? Setidaknya, sedikit ilmu yang kamu dapat bisa menendang kejantanan mesum punyanya."

"Maaf jika perkataan ku menyakiti hati mu. Namun jujur dari lubuk hatiku— hatiku mengatakan kamu wanita bodoh." Katanya blak-blakan setelah itu pergi meninggalkan Luna sendiri di taman. Ia memilih masuk ke dalam rumah, menyusul Nadi di dalam sana.

Luna menundukkan wajahnya. Dalam diam ia mencerna semua ujaran Abigail.

Di sisi lain Abigail memandangi Nadi yang sedang menyapu halaman belakang. Sembari bersenandung dia menyapu dedaunan yang menjadi sampah di taman. Rambut terurai masih basah, dan bibirnya diberi polesan lipstik merah jambu. Menawan.

CRIMINAL LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang