chapter 9

11 1 0
                                    

WAJIB FOLLOW DAN VOTE‼️

***

Dari balik monitor yang di sudut manapun sudah dipasangi oleh cctv, Abigail hanya memperhatikan tanpa campur tangan. Pemberani atau bukan itu sudah menjadi tanggung jawab Nadi. Nadi yang menemukan ide, membuat rencana dan memberi arahan. Sebagai teman bisnis yang hanya di pinta kehadirannya itulah kerjanya.

Datang ketika dibutuhkan, dibiarkan ketika tak dibutuhkan. Mudah saja kata Nadi, dia pemberani, melawan Ardega seperti tak sengaja menginjak semut. Tubuh besar otak kecil, itulah pandangan Nadi pada Ardega.

Abigail tak dibayar, ia datang ketika diberi perintah maka saat ini tak ada perintah ia memilih memantau dari dalam apartemen melalui monitor-monitor miliknya yang rela di beli lagi dan meninggalkan monitor lamanya, di apartemen lamanya.

Sedangkan dunia Nadi sendiri, ia tetap diam di atas atap padahal posisi berdirinya Ardega sudah di luar rumah, tepatnya di depan rumah pohon.

Tebakan Nadi tidak pernah melenceng, jangan sebut ia cenayang karena tujuan pembunuh adalah mendatangi tempat yang mencolok di matanya, yang mudah terlihat ketika dicari, biasanya di film-film orang-orang akan bersembunyi tak jauh dari pembunuh tersebut.

Sama halnya Ardega mendatangi rumah pohon, masuk ke dalam rumah pohon dengan senter ponsel di tangannya. Ternyata dia tidak memegang senapan.

Memperhatikan terus tidak akan berhasil bagi Nadi kabur. Ia perlahan-lahan turun dari atap tanpa suara sedikitpun. Ketika sudah sampai di bawah, ia berlari menuju mobil Ardega yang terparkir di halamannya.

Mobil yang sangat mewah sayang jika tak di jaga oleh pemiliknya, maka dari sekarang Nadi pemilik barunya.

"Terimakasih telah meninggalkan ku mobil, Ardega." Kekehnya kemudian masuk ke dalam mobil. Melihat ada kunci tergantung di tempatnya langsung saja ia putar dan di bawa pergi menjauh dari desa.

"Sialan!" Desis Ardega melihat dari atas rumah pohon bahwa mobilnya pergi di bawa orang.

Ardega menekan earphone miliknya. "Dia menuju ke kota."

"Baik."

***

Seperti tidak ada masalah, Nadi bernyanyi mengikuti alunan irama dari musik yang 15 menit lalu ia putar. Bernyanyi, tertawa, bernyanyi lagi dan tertawa lagi. Sungguh menyenangkan.

"Kira-kira kemana perginya Luna, lalu mengapa Abigail tidak datang menolong ku?" Gumamnya lama-lama terbebani seorang diri.

Matanya menelisik mobil Ardega dari berbagai sudut.

Mewah sekali!

Itulah isi pikiran Nadi.

"Pantas saja Luna tidak mau lepas dari pria itu, lihatlah mobil mewah ini, jika kutukarkan menjadi uang akan berapa banyak uang yang ku dapatkan," pikirnya berniat menjual mobil Ardega.

"Beginilah orang kaya. Bertindak seenaknya, berbicara seenak jidatnya tanpa memikirkan perasaan orang lain. Mungkin dengan ku hancurkan mobil ini, terbayarkan semua rasa sakit yang ku alami selama sebulan."

Ponselnya berdering, memunculkan nama Abigail sebagai kontak seseorang yang sedang menelponnya. Bola matanya memutar malas, malas untuk mengangkat namun tidak ada waktu lagi untuk memarahi laki-laki itu sebelum dirinya tertangkap oleh Ardega.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CRIMINAL LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang