Deru musik di pesta membuat semua orang terhanyut. Mereka menari jejingkrakan bahkan teler karena miras dan narkoba. Asap rokok, bau badan bahkan bau parfum yang menyengat membuat suasana semakin pekat.
Asuma Sarutobi menghirup bubuk putih itu lewat sedotan. Hidungnya kempas-kempis setelah itu. Dia tertawa ketika temannya, Ebisu juga melakukan hal yang sama.
"Hem, kuat juga," ucap Asuma ketika merasa bubuk laknat itu mulai bekerja.
"Apa kubilang," respon Ebisu bangga.
Asuma terkekeh. Seketika matanya menangkap sosok cantik yang duduk sendirian di sofa pojok. Asuma menepuk pundak Ebisu. "Tumben ada barang baru."
Ebisu memandang titik yang juga dipandang oleh Asuma.
"Kurenai, dia guru sekolah dasar. Sepertinya dia ditinggalkan teman-temannya berdansa. Aku lihat Anko menari di sana."
"Hem... kesempatan.." Asuma segera berdiri.
"Hei, mau kemana, kau?"
"Tentu saja memdekatinya."
"Hei, Asuma. Dia anak baik-baik. Hei, dia tidak akan tertarik padamu!"
Asuma mengibaskan tangannya. Dia terus melangkah dengan percaya diri mendekati Kurenai. Dengan senyum elegan berdiri di depan Kurenai dan memperkenalkan diri.
Rupanya Ebisu salah. Kurenai menerima perkenalan Asuma. Bahkan malam panas di salah satu kamar di lantai atas club menjadi saksi bisu pergumulan tubuh panas mereka.
Kurenai merintih dengan tangan meremas sprei saat Asuma memasukinya. Tak ayal darah tercecer. Ini kali pertama Kurenai melakukannya dengan seorang pria. Dan Asuma begitu menikmati keperawanan yang baru terbuka segelnya itu.
Hingga rintihan itu berubah menjadi deru nafas yang menandakan kepuasan batiniah bagi Kurenai. Asuma yang sudah berpengalaman tentu saja berhasil membuai seorang amatir seperti Kurenai menjadi benar-benar wanita. Kurenai terpekik saat sesuatu seperti ingin terjun bebas dari dalam dirinya. Dia begitu puas walau tak tahu itu apa. Dan Asuma pun mengakhiri semuanya setelah Kurenai merasakan sesuatu yang hangat di dalam rahimnya. Mereka kelelahan dan tidur setelah itu.
Dan itu bukanlah akhir bagi keduanya. Hubungan mereka berlanjut. Asuma sering menjemput Kurenai di sekolah tempat wanita itu mengajar. Mereka berkencan bahkan menginap di apartemen milik Asuma. Jika hal itu terjadi, maka tidak usah ditanyakan lagi apa yang mereka lakukan. Keduanya tentu saja lupa diri dan suhu apartemen meningkat walau AC menyala dua puluh empat jam.
---x---
"Kau harus membuat orang itu mundur sendiri. Aku kira kau tahu apa yang harus dilakukan." Kata pria itu sambil mengulurkan sebuah amplop di atas meja.
Pria di depannya nyengir, lalu mengambil amplop itu. "Aku tidak menyangka kau akan mencalonkan diri lagi, Hiruzen. Umurmu sudah tua. Apa kau yakin bisa terus memimpin?"
"Kau meremehkanku, Danzo."
Pria yang dipanggil Danzo itu terkekeh."Baiklah, aku akan buat cucu pendiri itu mundur dari pemilihan."
"Itu bagus."
Danzo berdiri. "Aku pamit."
"Hem, ya."
Danzo melewati pintu. "Halo, Asuma."Dia menyapa saat berpapasan dengan Asuma dan keluar begitu saja.
Asuma mengangguk dan memasuki ruangan Hiruzen. Pria tua itu duduk kembali di depan meja kerjanya.
"Kenapa kepala preman itu kemari?" Tanya Asuma.
"Tentu saja untuk melancarkan urusanku."
"Ayah, seharusnya ayah berhenti sebelum masyarakat tahu tindakan korup..."
