🔗01

13.6K 758 64
                                    

Suara riuh dari pelanggan restoran nyatanya tak mampu memecahkan fokus seorang gadis yang berpusat pada buku di tangannya.

Dua gelas kosong ditambah satu botol air mineral sisa setengah cukup menggambarkan bagaimana ia menghabiskan waktunya cukup lama di sana. Selang 25 menit, gadis yang akrab di panggil Hanina itu menutup buku novelnya dengan ekspresi puas.

"Hehehe, happy ending donggg. Anaknya kembar 3 cuyy." monolognya dengan wajah penuh kepuasan.  Hanina tidak menyesal telah menggelontorkan uang sisipannya demi novel yang telah lama ia incar.

Novel yang ia baca adalah novel yang cukup laris di pasaran. Saking larisnya, Hanina harus menunggu cukup lama untuk PO kedua.

Novel dengan sampul hijau sage itu berjudul Jerat. Sesuai judulnya maka genre ceritanya cukup dark.

Menghabiskan air mineralnya, Hanina kemudian berjalan menuju kasir kemudian membayar seluruh tagihannya. Setelah dari sini dia akan memutuskan pulang, karena waktu sudah menunjukkan cukup sore.

Jarak cafe dan rumahnya tidak begitu jauh, hanya berjalan kaki selama 10 menit maka Hanina sudah sampai.

Ketika mulai memasuki komplek perumahannya, Hanina tidak sengaja berpapasan dengan tetangganya yang sudah lanjut usia. Melihat bagaimana wanita tua itu berusaha mengambil tongkatnya yang terjatuh, Hanina gegas menghampirinya.

"Kok keluar, Nek? Anaknya di mana?" tanyanya setelah membantunya mengambil tongkat milik sang nenek.

"Hah? Anak? Saya belum nikah. Sembarangan kamu." hardiknya berhasil mengundang satu tepukan Hanina di jidatnya.

"Adoy, kumat lagi pikunnya." gumamnya sembari celingukan ke sana kemari guna mencari keluarga tetangganya itu. Bila Hanina nekat mengantarnya pulang, maka pukulan tongkat di kepalanya beberapa hari lalu akan terjadi lagi.

"Nah, Mas! Ini ibunya keluar lagi!" Hanina berteriak setelah maniknya menangkap sosok tetangganya yang keluar, sepertinya sedang mencari sang ibu.

"Waduh, makasih, Dek. Untung aja ada kamu. Padahal pagar udah di kunci, masih aja ibu keluar."  celotehnya yang ditanggapi Hanina dengan jempol.

Kedua netranya terus mengamati kedua orang itu yang nampak sedang berdebat kecil.

"Kamu siapa?"

"Anak ibu."

"Hei, jangan ngaku-ngaku! Saya masih perawan!"

"Ya ampun Buuu... Kalo perawan mana mungkin aku ada di dunia ini kalo bukan dari ciptaan Ibu dan bapak."

Hanina menggosok lengannya saat mendengar obrolan keduanya. Setelahnya Hanina melanjutkan langkahnya menuju rumahnya. Melihat gerbang rumahnya terbuka, Hanina mempercepat langkah kakinya. Netranya bergulir pada mobil asing yang sudah teparkir rapi di garasi.

Masuk ke dalam, Hanina memelankan langkahnya terlebih maniknya menangkap dua orang sejenis tengah bercengkerama ria.

"Hanina, sini."

Sosok yang tak lain mamanya memanggil Hanina agar gadis berusia 18 tahun itu mendekat. Hanina tersenyum canggung, ragu-ragu dia melangkahkan kakinya ke sana.

"Anak gadismu udah gede, ya? Cocok nih." ujar wanita itu setelah Hanina menyalami tangannya sopan. Tampilannya begitu mentereng di mata Hanina.

Make up yang glamor, pakaian yang cukup terbuka untuk ukuran wanita seumurannya, dan rambut yang disanggul ala-ala perempuan jaman dulu.

Pokoknya penampilannya cukup aneh bagi Hanina.

"Masih sekolah anaknya, nunggu lulus dulu. Han, bikinin minum. Yang dingin, ya." titahnya yang segera dilaksanakan oleh putri semata wayangnya.

Giona: Second Lead My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang