Menikmati waktu santainya di rumah seraya bermain ponsel, Hanina tanpa sadar sudah menghabiskan waktunya selama 2 jam. Kacamata anti radiasi bertengger cantik di hidungnya, pun mulutnya yang sesekali menguap.
"Hanina...."
Suara sistem terdengar memanggilnya, Hanina hanya membalasnya dengan deheman singkat.
"Apa Anda tidak ingin keluar mencari angin? Saya lihat, Anda cukup pemalas."
Hanina menyerngit tidak suka, apa katanya makhluk tak kasat mata itu?!
"Hei, Tem. Gak usah julid sama kesenangan orang, kamu juga selama ini kerjaannya cuman nyuruh-nyuruh," balasnya sewot.
"Itu termasuk pekerjaan saya juga. Saya nyuruh juga Anda dapat bonus yang setimpal."
Merotasikan bola matanya, Hanina kembali melanjutkan bacaannya. Beberapa menit kemudian perempuan itu berdecak.
"Ada apa, Hanina?"
"Ini, aku baca salah satu cerita pake sistem juga. Semuanya serba di mudahin, dari ekonomi, kecantikan, hubungan asmara, di kelilingi cowok tampan. Ck, sayangnya aku dapat sistem selengan."
"Itu kan hanya karangan." sahut Sistem yang diangguki Hanina.
"Iya tau, tapi kan udah gak realistis aja. Mosok, cewek yang awalnya miskin sedari kecil, hidup di jalanan, terus tiba-tiba masuk novel. Dan yang gak habis pikir, FL-nya jago ngomong inggris, jago setir mobil, tau barang jenis barang branded, mana mendadak jadi baddas lagi. Gila aja, ada kali ya yang kayak gitu? Aku aja yang sejak kecil di limpahin hidup berkecukupan kadang masih gak tau mana barang branded, mana yang KW." komennya seraya menggeleng takjub.
"Lalu kenapa Anda masih membacanya?"
Hanina mengerjap sebelum kemudian menyengir lebar. "Hehehe, kan ada harem-nya."
Setelahnya suara sistem sudah tidak ada lagi, mungkin dirinya sudah muak akan tingkah Hanina yang di luar batas normal.
Brak!
Hanina terlonjak dari rebahannya kala pintu kamarnya dibuka dengan tidak santainya. Matanya menyipit, sebentar kemudian bertopang dagu dengan manik yang terus mengikuti pergerakan Kailas yang mendekatinya.
"Lo apain Li—"
"Stooopp, ini pasti soal ramalan aku kan? Gimana? Udah kebukti kan kalo aku bisa lihat masa depan." sela Hanina dengan alis di naik turunkan.
Kailas bersedekap, satu kakinya mengetuk-ngetuk lantai seakan dengan pose yang ia ambil ini bisa mengintimidasi Hanina.
"Aku mana mungkin niat celakain Camilia, aku gak segila itu." seakan paham isi pikiran Kailas Hanina segera membuat klarifikasi.
"Lo, dukun?" pertanyaan menggantung itu nyaris membuat Hanina melemparkan bantal ke wajah Kailas. Beruntung bisikan malaikat di telinganya segera memberikan peringatan.
"Ya enggaklah, masa cantik-cantik gini dukun sih? Gak estetik banget."
Mendapat jawaban demikian, Kailas berdecak keras lalu tanpa kata meninggalkan Hanina yang kini menatap punggungnya rumit.
"Camilia bukan takdirmu, Kai."
Suara kecil Hanina di belakang sana menghentikan langkah Kailas yang tepat berada di tengah pintu masuk. Tubuhnya berbalik dan pandangan keduanya bertemu.
"Gue gak ada nyuruh lo buat ikut campur." komentarnya tajam.
"Tau, tapi yang aku katakan juga bukan omong kosong. Dibanding menghabiskan waktu menunggu harapan dicintai Camilia, sebaiknya kamu belajar membuka hati untuk orang yang udah ditakdirkan untukmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Giona: Second Lead My Husband
FantasyDemi membantu kesulitan ibunya, Hanina-gadis yang belum lulus SMA itu terpaksa mengikuti saran sang ibu untuk bekerja di sebuah club. Lalu sebuah kecelakaan yang tak disangka menimpanya. Yang lebih mengejutkannya lagi, jiwanya malah nyasar di sebuah...