17

31 8 15
                                    

HAI HAI! JANGAN LUPA DIVOTE YAAA
TINGGALKAN KOMENTAR KALIAN ⏬⏩
.
.
.
"Aku terjebak dalam permainannya"

ಥ⁠_⁠

Sepuluh menit waktu Nara gunakan untuk menemui lelaki itu. Pikirnya ini tidak terlalu buruk daripada harus menghadapi kemarahan sang ayah.

Melalui jendela Nara kembali melarikan diri secara sembunyi-sembunyi. Di depan sana Nesta masih menunggunya di dalam mobil. Begitu Nara tiba, lelaki itu membuka kaca mobilnya.

"Masuk!" pinta Nesta.

"Lo ngomong sekarang sebelum Bokap gue nyariin," cakap Nara dengan perasaan tak tenang. Sesekali ia melihat ke arah rumahnya, takut jika Arthur memantaunya.

"Gue mau lo masuk ke mobil!" Nesta tetap dengan keinginannya.

"Kalo begitu gue balik sekarang!" Nara pun tak kalah kerasnya.

Nesta masih menahan diri untuk tidak emosi. Setelah menghela napas, ia akhirnya mengalah dan keluar dari mobilnya.

"Jangan bilang lo nonton pertandingan karena Neithen," ucap Nesta yang kini bersandar di mobil dengan tangan yang dilipat di dada.

Nara melangkah mendekatinya. "Dan jangan bilang gol itu lo lakuin dengan sengaja," timpalnya alih-alih menjawab.

"Kalo iya, lalu kenapa?" Dengan santainya Nesta berucap.

"Lo munafik tau nggak?!" seru Nara merasa kesal. "Lo bawa masalah pribadi lo ke dalam tim, padahal lo tau tim itu sangat bekerja keras untuk menang. Sekarang lo senang, kan, karena Neithen sudah kehilangan satu harapannya?"

"Lo juga seneng karena Ney udah tau kalo lo suka. Iya, kan?"

"Gue seneng. Seneng banget malah. Dan lo! Lo nggak usah lagi ganggu gue!" Nara berucap cukup dekat di wajah lelaki itu.

Nesta masih menatap gadis itu, tak memberikan balasan. Lalu dengan sergap ia mencengkram lengan Nara cukup kuat. Bersama dengan itu ia berkata, "Nggak ada satu pun cowok, yang gue biarin hidup bahagia sama lo!"

"Lepasin tangan gue!" Gadis itu meringis kesakitan, sambil berusaha kuat untuk melepaskan tangannya dari genggaman Nesta.

"Semakin lo mendekati Neithen, semakin gue hancurkan hidup dia! Bukan mimpi lo yang akan gue rusak, tapi mimpi orang yang lo sayang!" Nesta berucap cukup rendah, namun menusuk telinga Nara.

"Nesta, lepasin tangan gue! Gue nggak akan pernah nerima lo kalo sampai terjadi apa-apa sama Neithen." Sedikit ancaman Nara juga berikan. "Lo juga harus ingat! Menghancurkan mimpi Neithen sama dengan menghancurkan hidup gue. Dan menghancurkan gue sama dengan lo menghancurkan hati nyokap dan nenek lo!"

Mendengar ancaman itu Nesta semakin mencengkram kuat lengan Nara. Sehingga gadis itu meringis kesakitan.

"Gue nggak peduli dengan ancaman lo! Lo jauhin dia, atau gue hancurin mimpi dia berikutnya!"

"Nesta, please! Kenapa lo jahat sama gue?" Nara mulai melemah di hadapannya.

"Gue bukan jahat, tapi gue cinta sama lo, Nara! Gue nggak minta apa pun dari lo, gue cuma minta lo mau sama gue. Tapi kenapa lo paksa gue buat jadi orang jahat di mata lo, Na?" Nesta menjelaskannya merasa gemas.

Dinding Kampus (Mimpi dan Kasih)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang