19

30 7 7
                                    

KALIAN HARUS VOTE DULU YAAA
HARGAI AUTHOR JANGAN MENJADI SILENT READER ☝️
.
.
.
"Buku telah menemukan penanya"

ƪ⁠(⁠˘⁠⌣⁠˘⁠)⁠ʃ

Nesta mendapat tamparan keras dari Raden—ayahnya. Semua bukan karena pulang malamnya, tapi karena perlakuannya. Raden bahkan tidak peduli dengan Merlin yang terduduk lemah menyaksikan. Tentu Merlin tidak tega melihat cucu kesayangannya mendapat kekerasan tangan dari ayahnya sendiri. Tapi semua atas perlakuan buruknya.

Anak lelaki itu menjelaskan alasan ia yang pulang malam. Dia berkata jujur—dari rumah sakit menjenguk Nara. Dan perbuatan buruknya ia juga ceritakan pada sang nenek yang masih bertanya. Merlin dan Venny pun merasa terkejut dan tidak habis pikir pada putra satu-satunya itu. Namun itulah Nesta dengan segala tingkah lakunya.

Raden yang tidak sengaja mendengarnya seketika langsung bertanya memastikan. Kedua perempuan itu langsung merasa panik dan khawatir. Selama ini mereka selalu menyembunyikan sikap buruk anaknya. Karena mereka tahu Raden sangatlah berbeda dalam mendidik. Mungkin hampir setiap ayah di dunia, mereka memiliki didikan yang keras.

Tidak mampu untuk berbohong, Nesta akhirnya mengatakan yang sejujurnya. Ia juga meminta maaf atas perlakuannya yang keterlaluan itu. Sekeras-kerasnya ia bersikap, tetap merasa takut pada ayahnya.

"Siapa yang mengajarkanmu untuk menyakiti perempuan?" Raden bertanya dengan mata yang terbelalak, marah.

"Aku nggak sengaja, Pa. Aku udah jelasin sama Papa, aku minta maaf." Nesta masih tersungkur memegangi pipinya yang terasa perih.

"Tetap saja apa yang kamu lakukan itu bajingan. Dasar anak tempramen!" pekik Raden, memakinya.

"Lalu bagaimana keadaan gadis itu sekarang?" Raden bertanya, nada suaranya mulai turun.

"Di ruang ICU," Nesta menjawab singkat.

"Ya Tuhan!" Raden mengepalkan jemarinya, berusaha mengontrol emosi. "Apa yang sudah kamu lakukan, Nesta?" gerutunya, merasa heran.

"Bagaimana jika gadis itu tiada? Kamu bisa masuk penjara, Nesta...!" Cukup gemas Raden pada kelakuan buruk anaknya.

"Enggak, Pa. Keluarganya tidak mempermasalahkan," Nesta langsung cepat menjawab.

"Orang tua mana yang tidak mempermasalahkan pembunuhan? Gila kamu!"

Di sana Merlin mulai sesak napas, melihat kegaduhan antara cucu dan menantunya. Venny langsung siaga menghampiri, memberikan ketenangan. Anak lelaki itu hendak menghampiri, namun berhenti ketika Raden membentaknya. "Masuk kamar!"

"Tapi, Pa—" Nesta hendak menyangkal.

"Masuk!" Raden memotongnya cepat.

Anak itu bergegas pergi, menyusuri anak tangga menuju kamarnya. Sementara Raden segera beralih tanggap pada sang mertua, Merlin. Ia mengangkat dan membawanya ke kamar, diikuti oleh Venny. Di dalam kamar Venny memberinya segelas air putih, dan membiarkannya istirahat.

"Venny, kalian harus menjenguk gadis itu ke rumah sakit. Sampaikan permintaan maafku pada mereka. Doaku menyertai anak itu." Merlin berucap di tengah tubuhnya yang terbaring lemah.

Dinding Kampus (Mimpi dan Kasih)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang