Bab 44

1.6K 183 8
                                    

06.51

dini hari, saat embun masih menempel di daun, Shani berdiri dekat ranjang kasur di kamarnya. ia menatap wajah tenang kekasihnya, Gracia yang masih tertidur pulas. jantungnya berdebar kencang. hari ini ia harus pergi, semoga saja hanya untuk sementara waktu. keputusan yang berat, namun ia merasa ini adalah yang terbaik

dengan hati remuk, Shani meninggalkan ranjang dan merapihkan sedikit barang miliknya. ia menuliskan sepucuk surat, berharap kata-kata bisa menjelaskan segalanya

cupp

Shani memberi sebuah kecupan sedikit lama pada kening Gracia "maaf Gee maaf.." ucap Shani penuh penyesalan

setelah memastikan Gracia masih nyenyak. Shani pun keluar dari apartemen meninggalkan Gracia nya yang masih terlelap seorang diri di apartemen miliknya, berharap teman-temannya akan datang tepat waktu sebelum gadisnya terbangun

09.22

jarum jam menunjukkan pukul setengah 10 pagi. ruang rapat utama sudah terisi Shani dan Henri, hanya mereka berdua. suasana tegang terasa begitu nyata bagi Shani, ntah ingin memulai dari mana ia harus berbicara

Henri yang tentu akan menggantikan posisi nya menjadi direktur utama perusahaan cabang, yang dikenal karena wibawa dan gaya kepemimpinannya yang tegas persis seperti ayahnya, kini tak terlihat demikian

"jadi apa? gw ga butuh buang-buang waktu cuman buat nungguin lo diem kek gini" ucap Henri memecah keheningan diantara mereka

"mohon kerjasamanya buat gantiin direktur utama disini" timpal Shani

"gw udah tau tugas gw disini buat gantiin job officials kantor ini, tapi.. bukannya sekretaris? bukan direktur utama?" delik Henri yang mulai penasaran

"iya, gw bilang gitu Papah, gw bohong" jawab Shani jujur

"rupanya anak kesayangan Papah bisa bohong juga.. ada yang mau lo sampaikan ke gw?" Henri

"gw.. didiagnosa mengidap penyakit gegar otak, tolong jangan bilang Papah atau Mamah" pinta Shani

"who cares? ngaduin penyakit lo sekarang ke mereka, bakal bikin gw tambah disalahkan karena kejadian beberapa tahun lalu" jawab Henri yang sama sekali tidak tertarik untuk menceritakan hal ini pada kedua orang tua, biarlah Shani tersiksa dengan penyakitnya itu seorang diri pikirnya

"thanks.." Shani merasa lega karena setidaknya Henri tak akan menceritakan hal ini pada kedua orang tua mereka, walaupun sebenarnya tujuan Henri bukanlah untuk menjaga rahasia namun untuk melindungi dirinya sendiri

"Gracia?" tanya Henri tiba-tiba

"hm?" Shani mulai mengerutkan keningnya kala mendengar nama itu disebut

"jadi sekarang lo paham kan tuhan lagi berpihak ke siapa? lo ga akan pernah mampu buat selalu ada di samping dia dengan penyakit lo itu" ucap Henri yang tentu membuat Shani naik pitam, akan tetapi ia tetap berusaha untuk mengontrol dirinya

"akan gw usahakan" jawab Shani dingin

"gausah maksain takdir Shan.. semuanya udah jelas di depan mata lo, dan lo masih mau nentang itu? hhh" Henri terkekeh meremehkan, membuat Shani mengepalkan tangannya

"gw ga akan pernah biarin Gracia balik ke tangan lo lagi, sampai kapanpun Gracia cuman milik gw!" tegas Shani

Shani langsung pergi meninggalkan ruang meeting itu, meninggalkan Henri seorang diri yang sedang tersenyum bangga disana. Shani tak memiliki banyak waktu untuk berbicara omong kosong bersama Henri, ia harus pergi ke rumah sakit sekarang juga

✧⁠✧⁠✧

Gracia terbangun dengan perasaan aneh, selimut terasa dingin, dan aroma tubuh Shani masih melekat pada selimut ini. hatinya tiba-tiba terasa tidak enak, ia segera mencari keberadaan Shani. namun nihil, yang ia dapati adalah kedua sahabat Shani juga seorang sahabatnya

Only You - GreShan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang