Chapter 08 : Loneliness

95 19 3
                                    

Ciuman terakhir kita terasa seperti tembakau

Beraroma pahit dan menyakitkan

Saat ini, esok hari ...

Di manakah kau akan berada?

Dan siapa yang akan kau pikirkan?

*****

Enam bulan kemudian

Pintu gerbang megah mansion keluarga Liu yang menjadi tempatnya bernaung selama bertahun-tahun kini tertutup rapat di belakang punggungnya. Wang Yibo tidak berniat menoleh lagi. Dia telah memindahkan banyak tas dan barang miliknya sebelum hari ini tiba. Diam-diam ia telah menyewa satu apartemen studio yang hanya cukup untuk dirinya sendiri. Tidak senyaman mansion keluarga Liu. Namun setidaknya di sana ia punya harga diri dan bisa melakukan apa pun yang ia mau. Hari-hari di mana ia bekerja sebagai supir pribadi keluarga itu kini telah berakhir. Langkah berani yang seharusnya dia ambil sejak dulu, kini bisa terwujud berkat tekadnya.

Langit mulai gelap saat ia berdiri termangu di tepi jalan. Menyalakan sebatang rokok dengan pemantik, Wang Yibo kini siap melangkah. Ditariknya satu koper berukuran sedang yang tersisa, kemudian dia menghentikan sebuah taksi. Dia melangkah masuk sambil menyebutkan alamat barunya dengan penuh rasa bangga. Bukan kawasan elit, tentu saja. Bahkan itu adalah pemukiman kelas menengah. Semua itu bukan masalah bagi Wang Yibo. Dia tidak sabar untuk menempatinya dan mulai merancang masa depan.

Gedung apartemen itu sepertinya sudah berusia puluhan tahun. Namun cat barunya menyamarkan banyak retakan. Wang Yibo turun dari taksi, membayar ongkosnya dan mendongak ke lantai tiga di mana ia akan tinggal. Di lantai pertama ia berpapasan dengan sepasang kekasih yang tampaknya tengah berdebat. Wang Yibo melangkah melewati keduanya, tidak peduli dan tidak ingin ikut terlibat urusan orang lain. Namun baru beberapa langkah ia mendengar bunyi tamparan keras di belakangnya disusul jeritan kaget si wanita. Seketika langkah Yibo terhenti.

Darahnya tiba-tiba mendidih mendengar suara semacam itu. Dia menoleh, tatapannya terpaku tajam pada pria marah yang menampar si wanita.

"Apa yang kau lihat?" bentak pria itu, tidak nyaman dengan cara Yibo menatapnya.

Tanpa mengatakan apa pun seolah-olah pertanyaan orang itu tidak terdengar, Yibo berjalan mendekati pasangan yang bertengkar, lantas melayangkan tamparan keras pada wajah pria yang melotot padanya.

Plakkk!

"Argh! Sialan! Apa masalahmu?!" pria itu terhuyung, memegangi pipinya yang memerah.

"Aku benci penindas," desis Yibo, suaranya rendah dan kejam.

"Jangan ikut campur!"

"Tinggalkan wanita ini atau aku akan menghajarmu!"

Aura Yibo yang mirip preman berdarah dingin membuat pria itu sedikit ngeri. Setelah meludah dan mengumpat, dia memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Tapi ia sempat menatap si wanita dan berkata, "Aku akan kembali!"

Kemudian dia bergegas menjauh diiringi tatapan dingin dari Yibo.

"Terima kasih," wanita itu berkata. "Untuk menyelamatkanku, untuk membantuku memberinya pelajaran."

"Aku tidak tahu masalah kalian, tapi aku tahu dia tidak perlu melakukan kekerasan apa pun," sahut Yibo datar.

"Dia telah melakukan ini beberapa kali, tapi aku tidak bisa melawan."

𝐃𝐞𝐬𝐩𝐞𝐫𝐚𝐭𝐞𝐝 𝐋𝐨𝐯𝐞 (𝐄𝐧𝐝 𝐏𝐝𝐟) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang