Bab 31

279 3 0
                                    



Happy Reading
*
*
*
*

Gue yang melihat Adam yang udah agak jauh, membalikkan badan untuk masuk ke dalam kelas.

"AAAAA, SETAAAN!" teriak gue refleks ketika membalikkan badan melihat seorang perempuan berambut panjang dan menggunakan pakaian berwarna putih. Gue menutup rapat mata gue, badan gue seketika menegang dan kaki gue juga mulai gemetar.

"Setan, matalo! Ini gue, Dinda," mendengar nama Dinda, gue mencoba membuka mata sedikit untuk melihat apakah benar itu Dinda. Rupanya benar, itu Dinda. Gue bernafas lega dan segera membuka mata.

"Ternyata lo, Din. Gue kira setan. Huh, hampir copot jantung gue," ucap gue sembari mengelus dada yang masih berdebar dengan kencang.

"Lo yang bener aja. Gue cantik begini, lo kira setan?" jawab Dinda sembari menggibaskan rambut panjangnya.

"Hehe, sorry. Lo sih tumben gerai rambut, mana rambut lo panjang lagi," ucap gue sembari menelisik penampilan baru Dinda dengan rambutnya yang digerai.

"Iya, santai aja. Btw, Ca, lo mesra banget sama Adam. Gue kira tadi waktu gue liat kalian di depan kelas, kalian bakalan berantem karena foto yang gue kirim semalam ke lo," ucap Dinda yang membuat gue memicingkan mata menatap Dinda penuh curiga.

"Lo pengen gue sama Adam berantem ya?" tanya gue, yang seketika membuat Dinda menggelengkan kepalanya.

"Dih, enggak ya. Suuzon lo sama gue. Gue cuma nggak mau aja Adam mainin perasaan lo," jawab Dinda.

"Ooo, kirain. Foto yang tadi malam lo kirim itu bukan Adam, tapi temannya Bobi. Adam minjemin motornya buat Bobi nganterin ceweknya," jelas gue ke Dinda.

"Ooo, baguslah."

"Pagiiii semuaaaa," sapaan ceria itu mengalihkan perhatian gue dan Dinda. Tanpa melihat pun, kami tahu siapa pemilik suara itu. Siapa lagi kalau bukan Riska.

"Hem, pagi."

"Pagi."

"Kok lemes jawabnya? Yang semangat dong, sahabat. Kita pagi-pagi nggak boleh lemes, harus semangat!" ucap Riska sembari menggepalkan tangannya ke udara memberi gerakan semangat.

"Suka-suka lo deh, Ris," jawab Dinda malas dan berjalan ke mejanya. Gue pun meninggalkan Riska dan juga berjalan ke meja gue.

"Loh, gue ditinggal nih," ucap Riska dengan lesu.

"Gak usah drama lo. Udah siap PR Pak Yul belum?" tanya gue. Gue melihat ekspresi wajah Riska yang tadi ceria sekarang berubah menjadi panik. Riska berlari menghampiri meja gue dan menggoyangkan bahu gue dengan heboh.

"Ca, pinjem dong, Ca. Gue nggak mau dihukum sama Pak Yul," ucap Riska diakhiri dengan rengekan.

"Nih," ucap gue sembari menyerahkan buku matematika yang baru saja gue keluarkan dari tas.

"Makasih Ocha cantik," ucap Riska sembari tersenyum lebar dan segera mendudukkan bokongnya di kursi dan mulai mencatat.

Gue mengotak-atik ponsel gue untuk mengusir bosan karena Riska tengah fokus mencatat.

"Permisi," suara itu mengalihkan perhatian gue. Gue melihat ke pintu ada seorang perempuan berambut pendek. Kalau gue lihat dari penampilannya, kayaknya adik kelas gue.

Gue segera menghampiri dia.

"Cari siapa ya?" tanya gue dengan ramah sembari tersenyum tipis.

"Cari yang namanya Kak Ocha," jawab siswi itu.

"Kenapa cari kakak?" tanya gue, yang membuat siswi itu tampak tersenyum.

"Ini ada yang ngasih susu untuk kakak," ucap siswi itu sembari menyerahkan dua kotak susu rasa coklat.

"Siapa yang ngasih, Dek?" tanya gue sembari mengambil dua kotak susu dari tangan dia.

"Lupa, Kak," jawab siswi itu sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Yaudah, makasih ya," ucap gue sembari tersenyum.

"Iya, Kak. Kalau gitu, aku balik dulu ya," ucap siswi itu yang hanya gue balas dengan anggukan.

Ting!

Suara notifikasi masuk mengalihkan perhatian gue ke ponsel yang sedang gue genggam. Gue melihat nama Adam tertera dilayar, Segera gue membuka room chat Adam.

[Adam: Di minum ya susunya.]

[Anda: Oh, ternyata dari lo.]

[Anda: Makasih, nanti gue minum.]

Setelah membalas chat Adam, gue kembali berjalan ke tempat duduk. Gue minum satu kotak susu dan satunya lagi gue kasih ke Riska.

Riska sempat tanya dari mana gue dapat susu ini, tapi gue cuma diam nggak menjawab.
***

Gue bergerak gelisah di tempat duduk. Di depan sana ada Pak Yul yang lagi menjelaskan tentang materi, tapi nggak ada satupun yang masuk ke otak gue. Bukan karena gue terlalu bodoh, bukan. Tapi gue nggak fokus karena dari tadi gue pengen pipis.

Gue tengah menunggu Pak Yul berhenti bicara, tapi lama banget. Dari tadi tuh guru nyerocos mulu, mana ada yang melenceng dari materi lagi. Masalahnya, ini gue udah di ujung.

"Maaf, Pak. Boleh saya izin ke toilet?" tanya gue sembari mengangkat tangan ketika melihat Pak Yul akhirnya berhenti berbicara.

"Silahkan," jawab Pak Yul yang seketika membuat gue berdiri dari duduk dan segera berlari keluar dari kelas untuk menuju ke toilet.

Gue terus berlari karena takut kencing gue keluar di tempat yang tidak tepat. Tapi gue mendadak berhenti ketika melewati lapangan.

Gue melihat di lapangan Adam tengah menceramahi murid-murid yang melakukan kesalahan, tapi bukan itu yang menjadi fokus gue. Melainkan seorang perempuan di samping Adam yang berambut pendek, yang tengah memegang buku hitam dan tersenyum lebar menatap Adam yang tengah menceramahi murid-murid yang bermasalah.

Gue seketika emosi karena cewek itu adalah cewek yang pernah ngomong kalau dia suka sama Adam. Gue kira kejadian beberapa minggu yang lalu buat dia mundur, eh ternyata enggak.

Mata gue seketika melotot ketika melihat cewek itu mengelus dada Adam ketika melihat Adam yang tengah emosi.

"Dasar cewek gatel! Berani-beraninya dia ngelus dada Adam. Mana si Adam nggak ngehentiin lagi, malah biarin. Awas aja lo, Dam," ucap gue lalu segera pergi menuju ke toilet.

****

Ketos nyebelin (on going)Where stories live. Discover now