Happy Reading
*
*
*
*Adam.
Adam mengedarkan pandangannya ke segala arah, memastikan apakah siswa-siswi yang tadi disuruhnya masuk kelas masih berkeliaran di sekitar sini atau tidak. Pandangannya mendapatkan suasana sepi, yang artinya siswa-siswi tadi sudah benar-benar membubarkan diri dari tempat sekitar Mading. Karena tugas Adam pagi ini sudah selesai, ia pun melangkahkan kakinya menuju kelas sambil memegang erat poster yang ditemuinya tadi.
Beberapa langkah lagi Adam sampai di kelasnya, tetapi ia menghentikan langkahnya. Adam mengernyitkan dahinya, menandakan kebingungan. Pasalnya, dirinya mendengarkan suara yang ricuh. Adam semakin mempertajam indra pendengarannya untuk memastikan dari mana asal suara kericuhan tersebut.
Suaranya terdengar sangat jelas. Adam mendengarkan suara perempuan tertawa keras, suara perempuan yang sedang marah karena bolpoinnya hilang, bahkan suara laki-laki yang bernyanyi dengan suara keras. "Gak salah lagi, ini pasti dari kelas gue," gumam Adam. Tanpa menunggu lama, Adam segera melangkahkan kakinya menuju kelas.
Tangan Adam memutar knop pintu yang di atasnya bertuliskan XI-IPA 1. Tangan Adam refleks menutup telinganya ketika pintu terbuka, indra pendengarannya mendengar suara yang bisa membuat gendang telinganya pecah.
Penglihatannya sekarang tertuju pada laki-laki yang tengah berdiri di atas meja guru, tangannya memegang sapu dengan ujung sapu yang diarahkan ke depan mulutnya, seolah-olah yang sekarang berada di tangannya adalah sebuah mic. "SUDAH ADA 'KAH YANG GANTIKAN KUUU, YANG KHAWATIRKANMU SETI-" nyanyian laki-laki itu terhenti ketika ada sebuah tangan yang mengambil paksa gagang sapu di tangannya. Laki-laki itu menurunkan pandangannya untuk melihat siapa pelaku yang mengganggu konser dadakannya.
"Aelah, ganggu orang yang lagi galau aja lo, Dam," ucap laki-laki itu setelah melihat ternyata Adam pelakunya. Laki-laki itu lalu turun dari meja guru.
"Berisik, Andra! Kalau mau nyanyi, mendingan ke tempat karaoke sana! Biar lo sendiri yang dengar suara fals lo itu." Andra memasang raut wajah sedih. "Adam jahat!" ujar Andra sambil tangannya memukul-mukul kecil lengan Adam.
Melihat reaksi Andra, tubuh Adam seketika dibuat merinding. Adam segera pergi dari hadapan Andra. Sepertinya putus dari Selfi—mantan Andra—membuat Andra kehilangan separuh kewarasannya.
Adam berjalan menuju mejanya. Terlihat Bobi tengah memainkan game online, terbukti dari ponsel yang dimiringkannya serta sesekali umpatan keluar dari mulutnya. Suasana kelas masih ricuh. Adam terkadang heran dengan kondisi kelasnya. Jurusan IPA yang dari dulu terkenal dengan siswa yang pandai, disiplin, dan ambisius, keadaan kelas yang aman dan tentram. Kelas Adam tampak berbanding terbalik, dari semua opsi hanya pintar yang terdapat pada anak kelas IPA-1—kelas Adam.
Adam menghela napas lalu mendudukkan bokongnya di bangku yang ada di samping Bobi. "Lo kenapa, Dam?" pertanyaan itu membuat Adam mengalihkan pandangannya. Terlihat Bobi yang sudah menyelesaikan permainannya, terbukti dari ponsel yang sekarang berpindah posisi di atas meja.
"Gue bingung, Bob. Ocha, di-skors karena dituduh nyelakain Anna, belum ada bukti yang bisa menyangkal tuduhan itu. Mana Gita katanya ngeliat kalau Ocha ngedorong Anna," jawab Adam.
"Wah, Dam, kebetulan banget. Sebenarnya gue dari tadi pagi nyariin lo, buat pastiin desas-desus tentang Ocha benar atau cuma hoax." Adam mengerutkan dahinya, menandakan kebingungan. "Maksud lo, Bob?" tanya Adam.
"Tadi anak-anak di kelas pada ngomongin tentang cewek lo yang katanya ngebully Anna."
Mendengar ucapan Bobi sontak saja membuat Adam kaget. "Oh iya, Dam, btw itu yang di tangan lo apa?" tanya Bobi yang sedari tadi dibuat salah fokus dengan kertas yang berada di genggaman tangan Adam. Mendengar pertanyaan Bobi, Adam menaruh poster itu ke atas meja.
"Lo liat sendiri," ucap Adam. Karena rasa penasaran, Bobi segera mengambil kertas yang diletakkan Adam.
Bobi terlihat serius memperhatikan foto yang terdapat pada kertas itu. Bobi mengerutkan keningnya ketika melihat kualitas foto yang terdapat pada kertas itu sungguh bagus, seperti pelaku pemotretan sudah tahu akan terjadi sebuah peristiwa di depannya. Mata Bobi tertuju pada tulisan yang berada di atas foto itu, "Ocha, Pelaku Pembullyan." Bobi menaruh kembali kertas atau poster itu ke atas meja, lalu menatap Adam dengan raut wajah serius.
"Dam, lo sadar gak sih? Kualitas fotonya bagus, yang artinya pelaku pemotretan ini tahu apa yang bakalan terjadi di depan dia." Adam hanya menganggukkan kepalanya seolah memberi tahu bahwa dia setuju dengan pendapat Bobi.
"Gue curiga, pelaku yang menempel poster ini terkait dengan kejadian ini," ujar Adam.
"Lo dapat poster ini darimana, Dam?" tanya Bobi.
"Dari Mading." Mata Bobi seketika melotot setelah mendengar ucapan Adam.
"Wah, udah fix ini, Dam. Pelakunya pengen reputasi Ocha jelek. Cuma ada satu cara buat ngepastiin benar gak Ocha pelakunya," ujar Bobi.
"Apa, Bob?" tanya Adam. Bobi memajukan badannya agar lebih dekat dengan Adam, lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Adam. Bobi terlihat membisikkan sesuatu.
"Ide bagus, Bob," ujar Adam setelah melihat Bobi memundurkan kembali badannya dan duduk di posisi seperti tadi.
"Oh iya, Bob, Bu Isma kemana? Kelas riuh gini," tanya Adam.
"Telat, kejebak hujan katanya," ujar Bobi, yang hanya dibalas anggukan kecil oleh Adam.
Adam merogoh kantung celananya dan mengeluarkan ponselnya. Adam menghidupkan ponsel itu berharap Ocha sudah membalas pesannya. Tetapi, ketika ponsel dihidupkan, tidak ada pesan apapun yang ada di layar ponsel itu.
****
YOU ARE READING
Ketos nyebelin (on going)
Teen FictionTahap Revisi, jadi maaf jika ada tanda baca, yang salah penepatannya. "Lagian kenapasih cewe-cewe pada gila banget sama dia? gue yakin ni ya ris kalau ada cewe yang pacaran sama dia, palingan juga satu minggu udah kandas tu hubungan, karena cewenya...