Bab 10. Kehilangan Jejak

171 21 3
                                    


Apakah Risa sudah mati?

Sepertinya belum, sebab dirinya masih bisa mendengar helaan napas seseorang yang sedang merangkul tubuhnya.

Sepersekian detik setelah lift meluncur deras, benda berbentuk kubus itu berhenti mendadak di suatu tempat.

Keheningan sempat menghiasi ruangan kecil itu tatkala Nathan dan Risa masih mencoba meraba-raba apa yang sedang terjadi pada mereka berdua. Refleks Nathan bekerja lebih dulu dibanding gadis dukun itu, ketika ia buru-buru bangkit dari posisi tiarap untuk memencet tombol emergency pada barisan tombol lift.

"Halooo... Ada orang disana? Tolong, kami terjebak di dalam lift!!!"

Mendengar seruan nyaring pria bertubuh tinggi itu, Risa beringsut berdiri dari posisi tiarap sembari memegangi dagunya yang sedikit nyeri karena menghantam lantai lift.

"Halooo... Bapakkk... Ibuuu... Apa kalian bisa mendengar suaraku???" Nathan di depan tombol emergency mencoba berbicara pada petugas monitoring lift.

Namun, hingga seruan kedua pun. Tidak ada respon apa-apa yang menjawab panggilan minta tolong dari pria itu.

Risa bersandar ke dinding lift seraya menyisir helai rambut panjangnya yang sedikit berantakan. Gadis itu menatap nanar lampu di dalam ruang lift yang hanya menyisakan satu bohlam saja menyala terang menerangi tempat ini.

Bagaimana ini?

Bagaimana jika lampu itu mati?

Risa sangat takut dengan kegelapan. Bahkan, suasana remang ini saja sudah membuat sekujur tubuhnya menggigil ketakutan, terbayang sosok-sosok mengerikan yang bakal bermunculan menghampiri gadis itu.

"Hey, kau baik-baik saja?"

Mata Risa yang terkantup rapat, perlahan ia picingkan tatkala mendapati pria bertubuh tinggi itu meraba lengannya.

"I... I... Iya." Gadis itu terbata-bata menjawab pertanyaan Nathan.

Nathan menyilangkan kedua kaki menghadap ke arah gadis itu. Iris deragemnya menatap seksama raut wajah ketakutan sang gadis, yang pastinya sangat shock mengalami insiden tak terduga ini.

"Tenanglah, aku sudah menghubungi pihak emergency. Sebentar lagi mereka akan mengeluarkan kita dari sini." Nathan menepuk bahu gadis dukun itu, mencoba menghiburnya.

Risa menarik udara sekitar sebanyak mungkin untuk meredakan ketakutannya.

Yeah, Risa harus tenang. Dirinya tidak boleh panik dalam situasi seperti ini. Semakin Risa ketakutan, semakin pula serangan panik yang diidapnya bertambah parah, dan dia tidak ingin serangan panik itu kumat di waktu yang tidak tepat.

Disaat gadis itu sedang mengatur helaan napasnya, tangan Nathan perlahan terjulur ke depan hendak memperkenalkan diri pada gadis itu.

"Aku Nathan. Namamu siapa?"

Kedua manik mata Risa menatap tangan kekar berhiaskan gelang hitam dan gelang Tridatu yang dikenakan pria bernama Nathan.

Risa menyambut jabat tangan Nathan dengan kondisi tangan gemetar.

"Risa."

Nathan tersenyum simpul setelah mengetahui nama gadis itu. Ia lantas mendudukkan tubuhnya menyender ke dinding lift, bersebelahan dengan posisi duduk Risa.

Nathan menolehkan kepala pada Risa. Senyum simpul masih tersungging di wajah western itu. Ia mencoba mencairkan suasana dengan menunjuk sudut lift yang kondisinya remang, tidak tersentuh oleh cahaya lampu.

Que sera, seraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang