Bab 23. Cinta Sejati

41 7 1
                                    

Hendrick di tahun 1890 an bukanlah Hendrick yang terlihat di hari ini.

Sosok itu sungguh berbeda, kenampakannya, rupanya, baju yang ia kenakan, tidak seperti ketika dirinya berada di Netherland dulu.

Sosok Hendrick adalah perwujudannya disaat terakhir kali dirinya meregang nyawa. Baju yang basah oleh air sungai, ceceran darah yang menetes di pelipis mata, lengan baju koyak, rambut berantakan, jambang yang menebal, adalah sesuatu hal yang tidak pernah Katherine jumpai semasa Hendrick hidup dulu.

Gaun kusam Katherine melayang rendah menjauhi sosok hantu berpakaian Tentara itu.

“Kau mau kemana, Katherine?” sebelum Katherine kembali menghilang seperti kejadian yang sudah-sudah, tangan kekar Hendrick lebih dulu menahan lengan kekasihnya agar tidak menghilang dari pandangannya.

Katherine gagal meloloskan dari dari sosok yang mengaku-ngaku sebagai Hendrick, sebab tangan sosok hantu begitu erat memegangi lengannya.

“Kau tidak ingat siapa aku, Kath? Aku Hendrick, kekasihmu. Kau sungguh tidak ingat denganku, huh?”

Katherine menggeleng pelan. Hantu itu masih berusaha menyangkal sosok pria berpakaian Tentara ini adalah kekasihnya. Bagaimana Katherine bisa memercayai ucapan hantu itu tanpa adanya bukti yang jelas apakah sosok itu sungguhan Hendrick ataukah hanya mengaku-ngaku semata?

Baiklah, Hendrick sepertinya perlu sesuatu hal untuk mengembalikan ingatan Katherine tentang dirinya.

Hantu itu melonggarkan cengkeraman tangan dari lengan Katherine. Kedua iris hazelnya menatap lekat wajah sang kekasih. Mendapat tatapan mengintimidasi itu, Katherine antara dibuat salah tingkah dan jijik melihat tatapan dalam dari sang Tentara.

Hendrick tersenyum kecil melihat raut menggemaskan Katherine. Walaupun tampilan Katherine tak kalah mengerikan dibanding tampilan dirinya, hanya sekali pandang saja, sosok itu sudah bisa langsung mengenali sang kekasih hanya dengan mengenali gaun yang dikenakannya.

“Kau mungkin tidak bisa mengenaliku sekarang, Kath. Tapi kau pasti ingat dengan lagu ini, kan?”

***

Atap Istana Van Loon disiram salju tipis di penghujung bulan November. Pelayan kerajaan menambahkan bongkahan batu bara untuk meningkatkan kinerja pemanas ruangan agar hawa panas tetap terjaga menghangatkan kamar sang putri. Rekahannya menimbulkan suara gemeretuk halus, memecahkan konsentrasi Katherine di depan jendela kaca, saat sedang asyik mengintip Hendrick yang tengah bertugas sebagai Tentara pengaman istana.

“Sudah selesai, Nona.”

Katherine menoleh. “Baiklah, kau bisa tinggalkan ruangan ini sekarang.”

Pelayanan kerajaan bergegas pamit  meninggalkan Katherine di kamarnya.

Gadis itu kembali asyik mengintip Hendrick dari balik jendela kaca. Matanya membulat Ceri melihat Hendrick dan para pasukan Tentara tengah berlatih baris-berbaris di bawah guyuran salju.

Apakah mereka tidak kedinginan? Katherine bergumam sendiri. Dagunya bertumpu pada telapak tangan. Sedikit merasa kasihan melihat wajah-wajah para Tentara nampak memerah menahan suhu dingin.

Para Tentara tentu saja sudah terlatih menghadapi suhu ekstrem. Hanya diguyur salju tipis begini tidak bakal menyurutkan kekompakan mereka berlatih baris-berbaris di sayap kiri bangunan Istana Van Loon.

Sang Komandan memberikan instruksi pada para pasukannya untuk beristirahat sejenak. Barisan Tentara itu segera bubar jalan menuju pekarangan istana. Diantara sekumpulan pasukan Tentara itu terlihat pula Hendrick yang nampak menepi di pekarangan istana, membersihkan salju tipis yang menempel di seragamnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 17 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Que sera, seraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang