Bab 16. Titik Terang

83 9 4
                                    

Mau sebagus apa pun bentuk rumah sakit. Sebaik apa pun pelayanan yang diberikan. Rumah sakit tetaplah rumah sakit, sebuah bangunan yang di dalamnya tidak hanya dihuni oleh para pasien yang membutuhkan pertolongan medis, namun juga ‘rumah' bagi mereka yang tak kasat mata, untuk sekedar singgah, berteduh, atau masihlah mencari cara agar bisa menemukan jalan pulang menuju persinggahan selanjutnya.

Jam di dinding ruangan VIP menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Suara dengkuran Bang Mul terdengar riuh diantara sayup-sayup suara rintihan tertahan dari balik kaca pembatas toilet dan kamar mandi.

“Risa...”

Risa memicingkan mata, selimut yang membalut tubuhnya ia turunkan satu kilan ke bawah untuk menatap sekeliling.

Gelap. Sepi. Hanya sosok Bang Mul yang tertangkap iris matanya tengah tertidur tengkurap di ranjang jaga pasien.

Risa mengubah posisi badannya memunggungi tubuh Bang Mul. Mencoba untuk kembali terlelap tidur.

“Risa...”

Mata Risa memicing lagi, suara itu kali ini terdengar lebih nyaring dari sebelumnya. Seperti berada di samping telinga Risa.

Gadis itu kembali menyingkap selimut yang membalut sekujur tubuhnya. Mengedarkan pandangan ke sekeliling, mencoba lebih seksama mendengar asal-muasal suara rintihan itu berada.

Namun, sedetik, dua detik, hingga berdetik-detik kemudian, suara itu mendadak menghilang tanpa bekas disaat Risa sengaja menunggu sosok itu menampakkan dirinya.

“Sudahlah, Risa. Mungkin itu tadi hanya khayalanmu saja.” Risa membatin sendiri sembari mengubah posisi badannya menghadap ke arah Bang Mul.

Disaat badan Risa mengarah ke ranjang jaga Bang Mul, disaat itu juga sesosok makhluk berbulu lebat tengah berdiri di samping ranjang perawatannya.

Mata Risa terbelalak lebar melihat  dua pasang taring panjang menyembul buas dari balik bibir lebar sang makhluk.

Makhluk itu menyeringai tajam ke arah Risa. Kuku-kuku tajamnya terjulur ke depan hendak merengkuh leher sang gadis. Panjang. Melengkung. Runcing di ujungnya, seperti kuku-kuku yang pernah Risa lihat pada jenis-jenis hewan unggas.

Risa sontak berteriak nyaring. Refleks menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya.

Gadis itu amat ketakutan berjumpa kembali dengan makhluk berbulu lebat. Risa pikir, kejadian di lift tadi sudah berakhir setelah si makhluk itu mengira ia dan Nathan sudah mati karena ulahnya.

Namun serangan itu datang lagi, lebih mengerikan lagi dari serangan sebelumnya.

“Bang Mulll!!!” Risa berseru nyaring memanggil nama Bang Mul.

Bang Mul bergeming. Masih begitu nyaman melelapkan tubuhnya di atas ranjang jaga pasien. Tidak mendengar suara teriakan nyaring Risa yang meminta pertolongan dirinya.

“Bang Mul, tolong Risa, Bang Mul!!!” Risa lagi-lagi menyeru nama manajernya. Berharap pria itu segera terbangun dari tidur untuk menolong Risa.

Namun entah apa yang terjadi, Bang Mul nampak begitu pulas terlelap tidur, sampai-sampai sama sekali tidak mendengar suara teriakan nyaring Risa.

Dorongan untuk bertahan hidup membuat Risa segera menyingkir dari serangan makhluk berbulu lebat. Gadis itu tertatih-tatih turun dari atas ranjang perawatannya, berusaha menyelamatkan diri dari kejaran makhluk mengerikan itu.

Dengan kaki gemetar dan sekujur tubuh basah oleh keringat, Risa mencoba melarikan diri ke arah pintu  untuk meminta pertolongan pada perawat yang sedang berjaga di luar.

Que sera, seraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang