Bab 21. Blijver Historical Part 1

97 9 2
                                    

Satu misteri saja masih belum berhasil terpecahkan sekarang muncul lagi masalah lain yang mengganggu ketenangan tidur malam Nathan.

Sepanjang malam hingga terbit fajar Nathan hanya berganti posisi badan menghadap ke arah kiri dan kanan karena tak kunjung juga merasakan mengantuk.

Ia terus terbayang-bayang dengan wajah sang Tentara saat melihat kenampakannya dari balik jendela kaca kamar.

Nathan mencoba mencocoklogikan siapakah sosok yang mirip dengan dirinya tersebut.

Kembarannya, kah? Eh, bukannya hal itu sangatlah mustahil sebab Nathan terlahir di Rotterdam, bukan di Surabaya. Dan tidak mungkin juga dirinya memiliki kembaran, karena jelas-jelas dalam Surat Keterangan Kelahirannya (Uitreksel geboorteakte) ia hanya terlahir sendirian sesuai dengan hasil USG rutin Mama Melinda.

Ia salah lihat, kah? Tidak, tidak. Nathan yakin seratus persen dirinya tadi melihat dengan jelas sosok Tentara itu memang plek-ketiplek mirip sekali dengan wajahnya.

Atau... Atau kemungkinan paling masuk akal, sosok tersebut ialah keturunan dari masa lalu yang masih memiliki pertalian darah dengan Nathan.

Mungkin Kakek.

Mungkin juga Kakek dari Kakek.

Atau bahkan Kakek, dari Kakek ke Kakek, yang memang turun-menurun menetap di tanah Hindia Belanda dan mendapatkan julukan dari penduduk Indonesia dengan sebutan Blijver.

“Kau tidak tidur, Nathie?” Katherine menyenderkan kepala di samping kepala Nathan melihat pria itu terus menatap layar ponsel ber pencahayaan terang-benderang.

Nathan meringkuk memunggungi Katherine.

Katherine turut membalikkan badan se arah punggung badan Nathan. “Ini sudah hampir pagi, Nathan. Kau memang tidak sakit kepala apa, tidak tidur semalaman?”

Nathan menolehkan leher pada Katherine. “Aku sedang mencari tahu tentang sosok Tentara tadi, Kath. Dia sepertinya masih memiliki hubungan darah denganku.”

Di atas ranjang perawatan yang sempit itu, Nathan harus berbagi kasur dengan Katherine sebab teman hantunya itu tak ingin berada jauh-jauh dari Nathan.

Dan sebaliknya, Nathan pun tidak ingin Katherine menghilang lagi dari pandangannya karena ia cukup resah juga tidak melihat batang-hidung Katherine barang hanya semenit saja.

Jadilah mereka berdua seperti sepasang suami-istri yang tengah berbulan madu di hotel, yang tidurnya saling berdempetan satu-sama lain, layaknya amplop surat dan stiker Perangko.

Hanya yang menjadi pembeda, Nathan tidak sedikit pun memiliki rasa cinta pada Katherine, namun ia sungguh-sungguh menyayangi sosok itu selayaknya rasa sayang sebagai saudara.

“Kau sepertinya harus meminta bantuan Risa, Nath. Aku yakin, gadis dukun itu pasti bisa memecahkan permasalahanmu.”

***

Yang diharapkan Nathan bisa menolongnya memecahkan misteri kehadiran sosok Tentara  nyatanya juga tengah pusing mengenyahkan gambaran Retrokognisi Katherine dari pikirannya.

“Aduhhhh!!!” Risa menggerutu gusar karena sejak tengah malam tadi hingga fajar menyingsing dirinya tak kunjung juga terlelap tidur.

“Ya, kenapa, Risa? Risa kenapa?” Bang Mul yang tengah terlelap tidur di ranjang jaga pasien, seketika loncat dari kasurnya mendengar suara mengaduh Risa.

“Risa nggak bisa tidur, Bang!” Kaki Risa mengentak manja sembari menyibak selimut yang membalut badannya.

“Hah, enggak bisa tidur? Kenapa Risa enggak bisa tidur? Emangnya eneng lagi mikirin apa?”

Que sera, seraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang