Bab 20. Garis Keturunan

97 9 2
                                    

Risa percaya Hendrick bukanlah sosok pria seperti yang tergambar dalam bayangan masa lalu Katherine.

...

...

....

Bunda piara, piara akan daku, sehingga aku besarlah...

Suara nyanyian Hendrick saat menyanyikan lagu Bunda Piara terngiang-ngiang di dalam alam bawah sadar Risa.

Gadis itu seketika  bangun dari pingsannya. Gelagapan memandang sekeliling, karena tiba-tiba saja badan mungil Risa sudah berada di atas ranjang perawatannya.

Dua orang perawat terlihat tengah bercakap-cakap di samping ranjang Risa. Salah satu diantara mereka sibuk memainkan ponsel, mengetikkan pesan singkat yang ditujukan pada Dokter yang akan menangani Risa.

Risa dengan kemampuan luar biasanya, yang bisa mendengar inner speech seseorang, langsung menyergah tangan sang Perawat sebelum mengirimkan pesan singkat itu kepada Pak Dokter.

“Saya tidak apa-apa, kak.”

Perawat berhijab maroon itu tersentak kaget saat tangannya disentuh oleh Risa.

“Astaga, kau sudah sadar, huh?” Perawat itu bergegas mengecek kondisi Risa.

Risa hanya terdiam saat kedua Perawat memeriksa denyut jantung dan mengukur tensi darahnya.

Ia justru bertanya-tanya kemana perginya Bang Mul saat Risa mengalami insiden aneh ini.

Yang dicari-cari Risa ternyata sedang menangis di toilet umum karena begitu terpukul saat mengetahui Risa jatuh pingsan lagi di lorong rumah sakit.

“Kenapa lagi sih, neng. Neng Risa kenapa lagi? Huhuhu.” Bang Mul terisak pilu di dudukan toilet  sembari memeluk erat kedua lututnya.

“Maafin Bang Mul ya, neng. Gara-gara Abang, Risa jadi sakit begini. Harusnya Abang nggak usah kasih tahu kerjaan ini sama neng Risa. Harusnya Abang biarin aja neng Risa live Tik-Tok bacain khodam followers disana. Dari pada kerja di PSSI gini, gajinya sih emang gede, tapi resikonya juga nggak kalah gede buat orang kek neng Risa.”

Tanpa Bang Mul tahu, sesosok hantu berpakaian gaun kerajaan tengah memperhatikan  ulah Bang Mul di dalam bilik toilet.

“Abang A... Abang nggak bisa maafin diri Abang sendiri kalau neng Risa kenapa-kenapa. Neng Risa hidupnya sudah sengsara, apa-apa sendiri. Sakit di tanggung sendiri. Nggak punya sanak saudara. Cuma sebatang kara di dunia ini. Abang nggak akan sanggup kalau kehilangan neng Risa secepat ini.”

Katherine yang tidak paham dengan maksud ucapan Bang Mul, hanya tertunduk lesu di atas dinding penyekat bilik toilet.

“Neng, kalau eneng kenapa-kenapa Bang Mul harus bilang apa dengan Hendrick, neng?  Abang bingung ngejelasinnya bagaimana, Hendrick pasti marah besar sama Bang Mul. Dia pasti bakal balas dendam dengan abang. Abang harus gimana, neng? Bang Mul takut, ihhh.”

Hendrick lagi, pria yang selalu bersama Risa ini tengah menyebut-nyebut tentang Hendrick dalam ucapannya.

Seketika Katherine mengangkat dagunya menatap ke arah Bang Mul. Ia sungguh penasaran dengan hubungan Risa, pria setengah wanita dan Hendrick dalam kehidupan mereka sehari-hari?

Dan, ia juga cukup shock mengetahui jiwa Hendrick masih belum berpulang ke tempat yang semestinya, seperti jiwa Katherine.

Mungkin karena mereka berdua memang ditakdirkan berjodoh, atau bisa jadi karena diantara mereka masih ada yang perlu diselesaikan terlebih dahulu, sehingga Semesta masih belum memperkenankan  jiwa-jiwa yang tersesat itu untuk kembali pulang ke tempat persinggahan selanjutnya.

Que sera, seraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang