Bab 1. Teman Hantu

329 21 2
                                    

Orang-orang pikir Nathan lihai bermain bola karena bakat yang dimilikinya. Tidak juga. Dari sekian banyak faktor pendukung yang mengantarkan dirinya bisa merumput di markas Swansea City. Pria ini sebenarnya punya rahasia besar yang tidak seorang pun tahu.

Apalagi kalau bukan kehadiran sosok Hantu Katherine yang selalu menemaninya di bench pemain.

“Formasinya 4-4-3, Nath.” Katherine berbisik di telinga Nathan setelah diam-diam sosok hantu itu mengintip ruang ganti lawan yang akan dihadapi kesebelasan Swansea City.

Nathan mendengarkan ucapan gadis itu sembari menenggak minuman isotonik.

3 tahun sudah ia bersahabat dengan sosok hantu Katherine. Setelah mengalami benturan keras di kepala, hingga menyebabkan dirinya gegar otak ringan sampai dilarikan ke rumah sakit. Ia tiba-tiba memiliki penglihatan spesial yang tidak dimiliki oleh orang lain.

“Itu, yang nomor punggung 22. Kau harus waspada dengannya. Dia bermain cerdik, bisa tiba-tiba merotasi permainan menjadi wings.”

Nathan mendesis. Katherine sudah mulai paham dengan sebutan-sebutan pemain bola sesuai nomor punggung dan letak mereka di lapangan.

Meskipun berwujud hantu, Katherine sebenarnya cukup menyenangkan juga dijadikan sahabat. Dia adalah seorang gadis pintar di masa lalu. Seorang ilmuwan di zaman Ratu Wilhelmina yang mempunyai spesialisasi di bidang penangan anti racun. Hidupnya berakhir tragis karena Katherine nekat menenggak racun Arsenik di laboratorium, setelah ia  kehilangan kontak dengan kekasihnya yang pergi jauh ke Hindia Belanda.

“Waktu bermainmu tinggal 9 menit, Nath. Setelah ini kau akan diganti dengan pria itu.” Katherine berdiri di samping Nathan yang akan melakukan tendangan sudut.

Sial, hantu ini mengganggu konsentrasinya saja. Nathan mendadak jadi kebingungan akan melakukan tendangan ke arah pemain mana, setelah mendengar ucapan Katherine itu.

Hari ini ia mendapat kesempatan bermain selama 65 menit. Nathan berharap ia bisa bermain penuh hingga peluit tanda berakhirnya permainan dibunyikan. Tapi apa mau dikata, pelatih malah menggantinya di menit ke 65 melihat Nathan sering kehilangan fokus berbicara sendiri dengan udara kosong.

Melangkah terengah-engah menuju bench pemain, Nathan menyandarkan punggung ke sandaran kursi, mengistirahatkan badannya seusai membawa timnya unggul sementara dari tim lawan.

“Untukmu.” Seorang official memberikan minuman pada Nathan.

“Heh, dia tidak suka air putih. Dia sukanya air isotonik!”

Nathan mengulum bibir mendengar hardikan Katherine di telinga official. Mau dia teriak sampai urat lehernya putus sekali pun. Official itu tidak bakal mendengar suaranya, karena wujud Katherine tidaklah solid.

Dengan sedikit lototan mata, Nathan meminta gadis itu menjauh dari official karena kehadirannya bisa mengganggu gelombang sinyal di tubuh manusia. Se sederhana membuat tengkuk leher orang di dekatnya mendadak jadi merinding ketakutan.

***

Suara jepretan kamera ponsel memecah kelengangan ruang apartemen ketika Nathan mengambil beberapa foto untuk konten instagramnya.

Pria itu menyunggingkan senyum setelah mendapatkan hasil foto yang diinginkan. Ia lantas menancapkan garpu ke daging steak, sembari mulutnya terbuka lebar bersiap menerima potongan daging setengah matang itu.

“Hmm, posting foto makanan lagi, Nath?” Katherine tiba-tiba melayang di atas meja makan mengagetkan Nathan yang baru menyantap makan malamnya.

Que sera, seraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang