Bab 18. Perjanjian Purnama

82 11 4
                                    

Rembulan berdiameter raksasa turut menemani keakraban Hendrick bersama keempat Kunti warna-warni di atas dahan pohon Beringin.

Sesuai kesepakatan bersama, para Kunti baru akan menjawab pertanyaan Hendrick setelah hantu itu mau singgah ke tempat tinggal mereka.

Hendrick terpaksa harus mengalah mengiyakan keinginan para Kunti untuk duduk di atas dahan pohon Beringin, asalkan dirinya bisa mendapatkan sedikit informasi tentang sosok hantu yang tengah dicarinya.

Ia pasrah saat tubuhnya digerayangi para gadis urakan, yang nampak kegirangan karena kedatangan tamu seorang pria tampan berwajah agak ke barat-baratan.

“Jadi apakah kalian semua melihat sosok hantu yang sedang saya cari itu, huh?”

Para Kunti yang sedang menempel erat di tubuh Hendrick perlahan melonggarkan pelukan mereka.

“Hihihi, ya saya melihatnya, Tuan!” Kunti Merah menjawab cepat.

“Saya juga, Tuan. Hihihi!” Kunti biru menimpali.

“Ya, saya tadi melihatnya, Tuan. dia tadi melintas di bawah pohon ini.” Kunti Kuning menunjuk ke arah jalan setapak di bawah pohon Beringin.

“Betul, betul. Saya juga melihatnya. Dia memakai gaun kusam, kan Tuan?” Kunti Hitam tak mau kalah menjelaskan apa yang barusan ia lihat.

Hendrick semakin yakin sosok yang mirip dengan Katherine itu masih berada di sekitar komplek pemakaman ini.

Apalagi keberadaan pohon Beringin ini letaknya sangat strategis berada di tengah-tengah area pemakaman.

Jadi pastilah, keempat Kunti warna-warni bisa melihat dengan jelas hantu-hantu mana saja yang baru melintas di depan kediaman mereka.

“Dia pergi kemana, huh?”

“Kesanaaa....”

Hendrick dibuat menghela napas  melihat keempat Kunti saling menunjukkan arah yang berbeda saat menjawab pertanyaannya.

Kunti hitam menunjuk ke arah Barat Daya.

Kunti Kuning ke Selatan.

Kunti merah sampai memutar badannya ke belakang, menunjuk ke arah Barat.

Dan terakhir, Kunti biru, telunjuknya teracung lurus ke depan. Mengarah ke Utara.

Hendrick sontak berkacak pinggang memaki-maki keempat sosok Kunti di sekelilingnya.

“JADI YANG BENAR, YANG MANAAA??? SOSOK ITU PERGI KEMANAAA???!”

Seperti Kelatu dari sisa pembakaran ilalang, keempat Kunti langsung berterbangan dari atas dahan pohon, menghindari kemarahan Hendrick.

Hendrick yang sudah kadung kesal karena telah dipermainkan oleh keempat Kunti, beringas mengejar para wanita itu untuk memberi mereka pelajaran.

Ia melesatkan tubuhnya melintasi gundukan Bong Pay untuk mengejar sosok Kunti berbaju Kuning.

“Jangan lari kamuuu!!!”

Kunti kuning gelagapan saat rambutnya dijambak erat dari belakang.

Ia nyaris terjungkal ke belakang saking kencangnya cengkeraman Hendrick saat menarik rambut gimbalnya.

“Ampun, Tuan. Ampuni saya!” Kunti Kuning menangkupkan kedua tangan ke dada sembari misuh-misuh meminta maaf pada Hendrick.

Hendrick tak akan semudah itu memaafkan ulah si Kunti Kuning. Ia tahu, hantu dari bangsa Perkuntian ini memang sangat sulit untuk dipercaya, karena mereka pandai sekali bersilat-lidah membohongi para korbannya.

Que sera, seraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang