Bab 22. Blijver Historical Part 2

77 10 4
                                    

Malam Kembang Kuning tidak selengang seperti apa yang terlihat oleh mata zahir manusia biasa.

Bagi orang-orang seperti Risa, tempat ini tak ada ubahnya sebuah kota keabadian berisikan berbagai jenis makhluk tak kasat mata dengan berbagai macam bentuk dan rupa yang berbeda-beda.

Di tengah ramainya bisikan-bisikan lirih para sosok. Kenampakan mereka yang mengawang di udara, kadang terlihat solid, kadang hanya berupa gumpalan asap, kadang pula muncul secara tiba-tiba di samping tubuh Risa, usil sekali mentoel-toel pita merah di kepala sang gadis cilik, tak sedikit pun mengalihkan fokus Risa mendengarkan cerita menarik dari sosok hantu Hendrick.

“Saya adalah seorang Tentara dari Netherland, Risa.”

Gadis cilik itu memeluk erat kedua lutut. Matanya menatap seksama iris hazel Tuan Tentara yang sering sekali berkedip-kedip ketika ia mengingat-ingat kejadian di masa lalu.

“Dulu saya ditugaskan oleh Ibu Ratu, namanya Ratu Wilhelmina untuk pergi ke Hindia-Belanda menjalankan misi perdamaian di tanah ini.” Tangan yang hanya berupa bayangan transparan itu menepuk-nepuk reruntuhan Kerkhof di hadapannya.

Risa terus menyimak ucapan Tuan Tentara. Tidak berusaha menyela. Mendengarkan seksama apa yang pria itu ucapkan, meskipun sejujurnya ia tidak tahu apa itu Netherland, siapa Ratu Wilhelmina dan dimana itu Hindia-Belanda.

“Saya pergi ke tempat ini menaiki kapal, Risa.” Hendrick terdiam sejenak. Iris berwarna hazelnya mengerling ke atas menatap langit biru di angkasa. “Perjalanan itu lama sekali, Risa. Benar-benar sangat lama.”

Kepala Risa turut terdongak ke atas. Sontak, saat mata kecil itu menatap langsung ke arah langit, kelopak mata Risa seketika menyipit karena tak kuasa menahan silaunya sinar matahari di angkasa.

Gadis itu memilih mengarahkan pandangan pada Tuan Hendrick. Lebih menyejukkan menatap iris mata hazel Tuan Tentara yang begitu unik bagi orang Indonesia seperti dirinya.

Beralih menatap langit biru di angkasa, Hendrick kini mengarahkan iris hazelnya pada Risa. “Saya berada berbulan-bulan di atas kapal, Risa. Melintasi Samudera. Menyinggahi pulau-pulau untuk membeli makanan. Kadang-kadang kapal saya diterjang ombak tinggi, semua bagian kapal berantakan. Tapi syukurlah, kami tiba di tempat ini setelah menempuh perjalanan selama 8 bulan lamanya.”

Iris hazel Hendrick saat menatap mata Risa berkilat cerah mengalahkan silaunya sinar matahari di angkasa.

Dan, dari iris itu pula, sebuah hal baru yang sebelumnya tidak pernah Risa alami tiba-tiba saja terjadi padanya.

Saat Hendrick menyebut-nyebut perjalanan di atas kapal, gelombang tinggi, pulau-pulau yang ia singgahi, di otak Risa, secara tak sengaja, terimajinasikan sebuah perjalanan laut yang dilalui oleh Tuan Hendrick bersama para Tentara lain.

Risa tersentak kaget. Tangan mungilnya refleks mengucek kedua mata. Dia tadi mengkhayal, kah? Kenapa tiba-tiba dirinya bisa berada di atas kapal raksasa  dikelilingi Tuan-Tuan bertubuh tinggi seperti Tuan Hendrick.

“Risa baik-baik saja?” Melihat Risa terus mengucek-ucek mata, Hendrick menghentikan sejenak ceritanya.

Risa mengangkat dagu. Menganggukkan kepala.

“Boleh saya lanjutkan ceritanya, Risa?”

Risa mengangguk lagi. Kali ini anggukannya kian kencang.

Mata gadis cilik itu kembali seksama menatap iris hazel Tuan Tentara. Tuan Tentara pun begitu bersemangat melanjutkan cerita perjalanannya ke Hindia-Belanda. Keduanya saling beradu-pandang. Mulut Tuan Tentara terus berkomat-kamit menceritakan perjalanan runtut dari kedatangannya di dermaga, hingga ke sebuah kota bernama Surabaya, juga misi-misi yang akan dijalankannya disana.

Que sera, seraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang