Bab 6. Dukun Online

164 21 2
                                    

Alasan utama Nathan keluar dari kamarnya, selain karena jengah melihat tingkah manja Katherine, ia pun ingin turut serta beramah-tamah dengan para Punggawa Timnas di sekitaran kolam renang hotel.

“Bro.” Pria bertubuh bongsor itu merangkul hangat pundak Rafael Struick.

“Hey, bro. Kau sudah tiba juga ternyata?” Rafael sedikit terperangah melihat kehadiran Nathan. Ia pikir, pria itu akan tiba di Surabaya keesokan hari seperti Thom Haye, ternyata Nathan sudah sampai di hotel ini satu hari lebih cepat dibanding tandem se kamarnya.

“Wow, wow, wow, lihat siapa yang datang. Prince kita, mennn.” Justin menepuk-nepuk bahu Nathan disaat pria itu hendak merangkulnya.

Nathan tergelak mendengar candaan Justin. Pria itu lantas menarik salah satu bangku kosong diantara teman-temannya.

“Bagaimana Swansea, bro? Ada tanda-tandan bakal naik kasta ke Premiere League?” Ivar meninju pelan bahu teman di sebelahnya sembari bertanya kabar Nathan di klub Swansea City.

Pemilik iris deragem itu menggeleng. “Belum, Var. Kita masih tertahan di papan tengah.”

Ucapan Nathan itu langsung dibalas tepukan keras Justin di pundaknya. “Masih untung di papan tengah tapi selalu masuk line-up utama. Coba aku, hanya menjadi penghangat bangku cadangan dan penambah followers instagram Wolves saja.” Justin mendadak curhat dengan nasib dirinya di klub Wolves.

“Artinya kau harus meningkatkan kualitasmu, bro. Kurang-kurangi lah mirror selfiemu itu, dan perbanyak latihan individual di luar latihan rutin bersama pemain Wolves!” Rafael memberikan saran untuk preman Timnas Indonesia itu.

Justin tertawa karier mendengar saran dari Rafael. Memang tidak mudah bersaing dengan para pemain inti Wolves. Semuanya memiliki kelebihan masing-masing. Justin rasa, ia sudah sangat bekerja keras agar dirinya bisa dimainkan di setiap pertandingan. Tapi apa mau dikata, pelatihnya memiliki penilaian tersendiri terhadap dirinya, terlebih penilaian mengenai kontrol emosi pria itu yang masihlah sangat-sangat berantakan.

“Ngomong-ngomong bagaimana hubungan asmaramu dengan pramugari itu, bro?”

Semua mata di meja bundar seketika mengarahkan tatapan penuh tanya pada Nathan.

Nathan yang akan menuang air putih premium ke gelas, mendadak membeku mendengar pertanyaan tak terduga dari Ivar. Bisa-bisanya rekan di Timnasnya ini sepersekian detik mengganti topik pembicaraan karier sepak bola, ke pembahasan asmara.

“Aku tidak pernah lagi melihat kau dan Suki mengupload foto kalian berdua di close friendmu. Hubungan kalian baik-baik saja, kan?”

Nathan melirik sinis wajah penuh tanya Rafael.

“Wah, dilihat dari tatapan Prince Nathan. Sepertinya hubungan asmaranya dan Suki sedang tidak baik-baik saja, guys.” Justin tergelak sembari mengedarkan pandangan pada kedua rekannya.

Hanya lewat eye contact, ketiga Punggawa Timnas itu kompak menertawakan wajah memberengut Nathan.

Nathan mengela napas. Tangannya lanjut menuangkan air premium ke dalam gelas, baru menjawab pertanyaan dari ketiga orang itu. “Aku sudah putus dengan Suki.”

“Hah???” ketiganya kompak merespon ucapan Nathan dengan mulut terbuka lebar.

“Kok, kok, kok... Coachellaaahhh???” Justin meniru plesetan yang didapatnya dari vidio instagram, mengetahui hubungan asmara Nathan dengan pramugari itu telah kandas di tengah jalan.

“Bukannya kau bilang, kau ingin berlanjut ke jenjang lebih serius bersama Suki? Kenapa tiba-tiba malah putus, Nath?”

Nathan mengarahkan tatapan pada Ivar. Menjawab singkat. “Artinya kami tidak jodoh, Var.”

Que sera, seraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang