Jane menatap piringnya dengan perasaan campur aduk. Pagi yang seharusnya tenang berubah menjadi canggung sejak percakapan di meja makan dimulai. Meskipun penduduk Hampshire belum mengetahui tentang kontraknya dengan Galen, kecemasan Jane terus menghantui pikirannya. Apa yang akan terjadi jika mereka tahu? Apakah dia bisa menghadapi pandangan orang-orang yang penuh penilaian?
"Bagaimana jika mereka tahu?" gumam Jane dalam hati, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Dia berharap penduduk desa tidak akan pernah mengetahui tentang pertunangan ini, yang hanya dibuat untuk menjaga reputasi. Jika saja kontrak ini bisa tetap menjadi rahasia, Jane tidak perlu merasa malu di desa sendiri ketika kontraknya berakhir.
"Tentu saja mereka tahu, dan kau tidak perlu menanyakannya. Seharusnya kau bangga," kata Adam, ayahnya, dengan nada penuh kebingungan. Adam benar-benar tidak mengerti mengapa Jane begitu gelisah. Bagi Adam, pertunangan itu adalah sesuatu yang seharusnya dibanggakan, bukan disesali. Dia memandang putrinya yang tampak tidak nyaman setiap kali topik itu muncul.
Jane mengangkat matanya, bertemu dengan tatapan ayahnya. Bagaimana dia bisa menjelaskan perasaannya? Bahwa ini semua hanyalah sandiwara untuk menyelamatkan nama baiknya dan keluarganya. Bahwa pertunangan ini hanyalah sebuah kontrak yang akan berakhir begitu masalah selesai. Jane tahu dia tidak bisa mengatakannya. Rahasia itu harus tetap terjaga.
"Mungkin Jane hanya malu," ujar Galen akhirnya, mencoba membantu Jane dengan nada tenang dan penuh perhatian. Dia melihat ketidaknyamanan Jane dan merasa perlu untuk menenangkan situasi.
"Ha, seperti yang Lord Austin katakan, aku hanya malu," kata Jane, sedikit lebih tenang, sambil kembali meneruskan makannya. Namun, perasaannya tetap tidak tenang. Setiap kali ia mendengar nama "Lord Austin," hati Jane berdegup kencang. Bukan karena dia memiliki perasaan terhadap Galen, tetapi karena kesadaran bahwa mereka harus menjaga rahasia ini tetap tersembunyi.
Adam menghela napas, lalu berkata dengan nada nasihat, "Sebaiknya kau membiasakan memanggil tunanganmu dengan nama depannya saja. Papa merasa janggal kau terlalu formal pada tunanganmu." Adam ingin putrinya menunjukkan sedikit lebih banyak kehangatan dalam hubungan ini, agar pertunangan mereka terlihat lebih nyata di mata orang lain.
Jane terdiam sejenak. Memanggil Galen dengan nama depannya? Itu adalah sesuatu yang terasa aneh baginya, mengingat bahwa hubungan mereka hanyalah sebuah formalitas. Namun, dia tidak bisa menolak saran ayahnya tanpa menimbulkan lebih banyak kecurigaan.
"Anda tidak keberatan, bukan, my lord?" tanya Adam kepada Galen, mencari persetujuan.
Galen mengangguk dengan tenang. "Tentu saja tidak," jawabnya dengan senyuman yang menenangkan. Ia tahu bahwa ini semua bagian dari peran yang harus mereka mainkan. Jika dengan memanggilnya Galen bisa membuat keadaan lebih mudah bagi Jane, dia tidak akan menolak.
Setelah makan selesai, Jane menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Dia harus menjalani hari ini seperti biasa, seolah tidak ada yang salah. Namun, di dalam hatinya, kecemasan itu terus menggelayut. Bagaimana jika rahasia ini benar-benar terbongkar? Apa yang akan terjadi pada dirinya? Pada keluarganya?
Galen, yang bisa merasakan kegelisahan Jane, mendekatinya saat mereka keluar dari ruang makan. "Kau baik-baik saja?" tanyanya dengan nada khawatir. Ia tahu bahwa situasi ini tidak mudah bagi Jane, dan meskipun ia juga merasa sedikit canggung, ia ingin memastikan Jane tidak merasa sendirian.
Jane mengangguk pelan, meskipun di dalam dirinya, perasaan takut itu tidak hilang. "Aku hanya... terlalu memikirkan semuanya," jawabnya dengan jujur. "Aku khawatir tentang apa yang orang-orang akan katakan ketika mereka tahu."
Galen menatapnya dengan penuh pengertian. "Kita sudah membuat kesepakatan, Jane. Aku akan melakukan yang terbaik untuk memastikan tidak ada yang mengetahui kebenaran ini. Dan jika mereka tahu... kita akan hadapi bersama."
Kata-kata Galen memberikan sedikit ketenangan bagi Jane. Meskipun mereka tidak benar-benar terikat oleh perasaan cinta, Jane tahu bahwa Galen adalah pria yang bertanggung jawab. Mereka mungkin hanya terikat oleh kontrak, tetapi di balik itu semua, ada saling pengertian dan dukungan. Namun, di dalam benak Jane, satu pertanyaan terus berputar. Seberapa jauh mereka bisa mempertahankan sandiwara ini? Dan ketika saatnya tiba untuk mengakhiri kontrak ini, apakah ia bisa kembali ke kehidupan normalnya tanpa membawa beban malu?
Ketika Jane melangkah keluar menuju kebun, ia disambut oleh suara burung yang berkicau di pepohonan. Angin musim panas yang lembut meniup wajahnya, membawa aroma bunga-bunga yang sedang mekar. Biasanya, pemandangan ini bisa menenangkan pikirannya, tetapi tidak hari ini. Ada perasaan was-was yang tidak bisa ia singkirkan.
Di tengah lamunannya, suara langkah kaki mendekat. Jane menoleh dan melihat Galen berdiri di sampingnya. "Aku lihat kau suka sekali melamun," kata Galen, membuat Jane tersentak dari lamunannya. Gadis itu menoleh, wajahnya memerah malu.
"Aku hanya sedang berpikir untuk persiapan kedatangan mereka," jawab Jane dengan setengah dusta, berusaha menutupi kegelisahannya.
"Apakah para tetanggamu orang yang rewel?" Galen berdiri di samping Jane dengan tegap, postur pria itu sangat menawan, pantas saja ia menjadi lajang incaran para gadis-gadis usia menikah dan para ibu yang menginginkan menantu kaya raya dan tampan.
Galen adalah sosok yang sangat tampan; ketampanan dan tubuh atletisnya bahkan bisa mengalahkan dewa-dewa Yunani kuno. Ditambah dengan sikapnya yang ramah dan gampang bergaul, Jane tak bisa menahan diri untuk tidak terkagum-kagum. Namun, ia tahu bahwa perasaan semacam itu hanya akan memperumit situasi.
"Aku sudah lama tidak bertemu mereka, sejak ibuku meninggal, dan usaha Papa bangkrut, tidak banyak yang mengundang kami lagi. Sementara keuangan kami tidak cukup untuk mengundang mereka berpesta di sini," terang Jane dengan nada penuh kejujuran. Mereka memandang ke hamparan bunga mawar yang indah, yang sedang mekar sempurna di bawah sinar matahari.
"Tapi aku rasa kau tidak perlu melakukan hal yang harus mereka sukai. Winchester Park sendiri akan sangat memukau mereka," ujar Galen, mencoba menghibur Jane.
Jane hanya bisa tersenyum tipis. Dia tahu Galen benar, tetapi rasa was-was itu tetap tidak hilang. Bagaimana jika sesuatu terjadi yang di luar kendalinya? Bagaimana jika ada yang mencurigai bahwa pertunangan ini tidak lebih dari sekadar kesepakatan bisnis?
"Aku berharap semuanya bisa berjalan lancar," kata Jane akhirnya, suaranya lembut namun penuh kegelisahan.
"Kita akan pastikan itu terjadi," sahut Galen, nadanya penuh keyakinan. "Aku ada di sini untuk memastikan semuanya berjalan sesuai rencana."
Jane menatap Galen sejenak, merasa sedikit tenang dengan keberadaannya. Namun, di dalam hatinya, Jane tahu bahwa ketenangan ini hanya sementara. Dia sadar bahwa ada banyak hal yang bisa salah, dan satu kesalahan saja bisa merusak segalanya.
"Terima kasih, My lord," kata Jane pelan, suaranya hampir tertelan oleh angin yang bertiup lembut.
Galen menatap Jane dengan tatapan penuh perhatian. "Kita ini tim, Jane. Jangan lupa itu. Kau tidak sendirian."
Jane mengangguk pelan, meskipun hatinya masih diliputi keraguan. Jane menyadari bahwa ia tidak punya pilihan lain selain melanjutkan peran ini sampai kontrak mereka berakhir. Ia hanya bisa berharap bahwa saat itu tiba, tidak ada yang tersakiti, termasuk dirinya sendiri. Sambil berjalan menuju rumah kembali, Jane berusaha menguatkan hati dan tekadnya.
🍒🍒🍒
KAMU SEDANG MEMBACA
Kekasih Kontrak Sang Duke
RomanceJane Elizabeth Grey, putri dari Earl of Winchester, tidak sengaja melihat penolakan lamaran oleh Kristy Dudley, putri Marquees of Hedridge terhadap Galen William Austin, Duke of Derbyshire. Gosip Kristy menolak Gallen menjadi scandal di London. Gall...