BAB 22. RAHASIA ZION

114 6 5
                                    

"Surat cerai," gumam Diana tercekat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Surat cerai," gumam Diana tercekat.

Diana melirik ke arah sang suami yang berdiri membelakanginya, sebelum kepala Diana tertunduk dalam. Pada akhirnya tetap berpisah, bukankah ini yang dinginkan oleh Diana. Wanita dua anak ini tidak pernah mencintai keturunan Baskara, lantas kenapa rasanya sulit untuk berpisah begitu saja.

"Aku melepaskanmu, sekarang kamu bisa hidup bahagia dengan lelaki itu," sahut Guntur, sorot matanya menatap jauh ke taman belakang mansion.

Diana mengigit bibir, napasnya terasa memberat. "Apakah keputusanmu udah bulat, buat perpisahan denganku?" tanya Diana memastikan.

Guntur mengangguk sekilas. "Maaf, karena terlambat memberikan kebebasan padamu."

Guntur membalikkan tubuhnya, menghadap ke arah Diana. Diana sudah memberikan Guntur seorang putri, meskipun hanya Guntur yang mencintai Elea.

"Apa ini karena masalah Elea dan Rania, kamu jadi mel—"

"Kamu nggak pernah mencintai putri kita, Diana. Kamu nggak pernah memberikan kasih sayang seperti yang udah kamu kasih ke Rania. Bahkan sampai detik ini, kamu nggak pernah berada di pihak Elea," potong Guntur, wajahnya terlihat kecewa.

Diana terkesiap, ia meneguk kasar air liur di kerongkongannya.

"Bu—bukannya aku tidak pernah mencintai Elea, aku ..., bersalah."

Diana bahkan tidak sanggup secara langsung mengutarakan perasaannya, ia memang egois. Tapi, itu merupakan kesalahannya di masa lalu. Di mana Diana merasa stres dengan segala tuntutan, lelaki yang dia cintai tidak bisa ia miliki.

"Kamu tenang saja, aku akan membagi hakmu. Dan melepaskan nama belakang Baskara di nama Zion, kalian bisa berkumpul. Membentuk keluarga bahagia tanpa aku dan Elea," pungkas Guntur tegas.

Pria itu mengayunkan kedua tungkai kakinya melangkah meninggalkan ruangan kerjanya, Diana menahan napas. Kedua tungkai kakinya kehilangan tenaga, Diana merosot di lantai. Kedua matanya berembun, bulir bening turun deras.

Kesalahannya bahkan tidak bisa dihitung dengan jari, hamil anak pria lain. Berselingkuh di belakang sang suami, bahkan tega menabrak putrinya sendiri di saat putrinya melihat perselingkuhan yang Diana lakoni.

"Kenapa aku menangis? Kenapa rasanya hatiku sakit sekali. Bukannya ini yang kamu inginkan, Diana?"

Jari jemari Diana mengusap air mata yang jatuh, berapa lama ia menunggu perceraian. Lantas apa alasan Diana bisa sesedih ini, apakah ia mencintai pria yang sudah dikhianati selama bertahun-tahun.

***

Langkah kaki Elea dan Isyana berhenti di saat sosok lelaki paruh baya datang menghampiri Elea, mobil sedan yang tampak menunggu di depan pintu gerbang masuk gedung sekolah.

SKY MANSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang