BAB 7 : Membentuk Tim

13 3 0
                                    

Pagi itu di Delton Hill, suasana berubah menjadi mencekam dengan cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi itu di Delton Hill, suasana berubah menjadi mencekam dengan cepat. Seseorang berteriak, diikuti oleh langkah-langkah kaki yang bergegas menjauh dari kerumunan yang mulai terbentuk di depan gedung sekolah. Arabella berdiri kaku, matanya terpaku pada tubuh yang tergeletak di atas tanah, tertutupi kain putih.

"Badannya remuk. Please, selamatin gue, gue mau muntah," keluh seorang siswi di samping Arabella sebelum berlari keluar dari kerumunan.

Arabella meneguk saliva dengan susah payah. Meski kain merah sudah menutupi mayat itu, bayangan tentang apa yang tersembunyi di bawahnya membuat perutnya bergejolak. Beberapa anggota OSIS tampak sibuk melindungi tubuh tersebut dari tangan-tangan iseng yang mungkin ingin melihat lebih dekat.

Arabella mendongak, matanya menyapu puncak gedung. Ada bisikan di antara siswa-siswa bahwa ini adalah kasus bunuh diri. Namun, seperti biasa, insting Arabella menolak percaya begitu saja. Ada sesuatu yang tidak beres, tapi dia tidak bisa menjelaskan apa.

Tiba-tiba, suara sirene menggelegar memecah keheningan. Pihak kepolisian datang bersama tim forensik. Arabella menyipitkan mata, berusaha mengenali seseorang dari tim itu. Ada wajah yang tampak familiar, tapi belum sempat dia memastikan, kerumunan di depannya mendesak mundur. Langkah-langkah mundur yang tiba-tiba itu membuat Arabella hampir terjatuh, jika saja tidak ada yang menahannya dari belakang.

"Apa banget, deh, mundur-mundur kayak tukang parkir aja," gerutunya. "Kalau gue jatuh gimana coba?"

Arabella berjinjit, mencoba melihat apa yang terjadi di depan. Namun, tubuh-tubuh tinggi di depannya menghalangi pandangannya. Tanpa sadar, dia mencengkeram sesuatu untuk menjaga keseimbangannya.

"Sumpah, ini titan pada ngumpul di sini, sih. Ngalangin pandangan aja," gumamnya kesal.

"Lo yang cebol," sebuah suara sinis menyelusup masuk ke telinga Arabella. Dia langsung menoleh, mendapati seorang cowok berdiri di belakangnya dengan tampang berantakan-rambut acak-acakan, seragam yang tidak rapi dengan kancing terbuka, memperlihatkan kaos hitam polos di dalamnya, dan sebuah anting kecil di telinga kirinya.

Wah, siapa cowok ini? Arabella berpikir. Dia baru melihatnya, tampak seperti karakter badboy dalam novel-novel.

"Sampai kapan lo pegang tangan gue?" tanyanya sambil melirik ke bawah.

Arabella terkejut. Ketika menurunkan pandangannya, dia menyadari bahwa dia telah mencengkeram pergelangan tangan cowok itu. Hampir saja dia berteriak karena malu. "Sorry, sorry, gue enggak sadar," ujarnya panik. "Tenang, gue punya tisu basah, barangkali lo mau bersihin dulu?"

Arabella tahu betul bahwa kebanyakan siswa di Delton Hill adalah anak orang kaya yang sombongnya kelewatan, sering merasa jijik jika disentuh orang asing. Jadi, dia berusaha mencari aman dengan menawarkan tisu.

"Nih, tisunya. Masih baru, kok," tambahnya, mencoba tersenyum ramah.

Cowok itu hanya mendengus. "Apa, sih, alay," ucapnya sebelum pergi begitu saja.

The Sleuthing StudentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang