Aji mengetik cepat di atas keyboard, tampak sibuk membagi layar laptop menjadi beberapa jendela kecil yang menampilkan berbagai lokasi di Delton Hill. Dia tampak yakin dengan apa yang dilakukannya, bahkan ketika yang lain terdiam, menunggu hasilnya.
"Fokus ke mana dulu?" tanya Aji tanpa menoleh, suaranya tenang. "Biar enggak ada yang terlewat."
Semua mata kembali tertuju pada Arabella. Dia menatap layar dengan ekspresi serius sebelum menjawab, "Aula. Kita cek sekitar aula, dua hari sebelum Daiva ditemukan meninggal. Itu berarti hari Sabtu, tanggal 3 Agustus."
Aji mengangguk. Dengan cepat dia memasukkan perintah ke laptop, dan layar menampilkan jendela baru. "Enggak ada," kata Aji, suaranya datar. Dia menunjuk ke salah satu layar yang tampak hitam. "Semua CCTV di sekitar aula udah mati di tanggal dua. Lihat, rekaman terakhirnya sore itu."
Arabella merasakan darahnya mengalir dingin. Kalau CCTV sudah mati sejak tanggal dua, berarti ketika itulah pelaku memulai aksinya. Fakta ini cocok dengan hasil forensik yang menyatakan waktu kematian Daiva. Kata-kata hasil pemeriksaan forensik terngiang di kepalanya:
"Berdasarkan hasil pemeriksaan forensik, kami memperkirakan bahwa korban meninggal dunia sekitar 24 hingga 36 jam sebelum ditemukan. Estimasi ini didasarkan pada pengamatan tingkat kekakuan otot (rigor mortis) yang telah mencapai puncaknya, serta penurunan suhu tubuh (algor mortis) yang sesuai dengan suhu lingkungan saat ditemukan. Proses pembusukan juga telah dimulai, meskipun masih dalam tahap awal."
Arabella memutuskan untuk melangkah lebih jauh. "Coba cek tanggal satu. Daiva terekam di mana aja?"
Aji memandang Arabella sekilas. "Dia kelas berapa, sih?"
"Sebelas IPA-3," jawab Arabella cepat. "Nah, itu dia!"
"Oke, di tanggal 1 dia masih kelihatan di depan kelasnya," Aji memperbesar tampilan rekaman. "Dia menuju UKS."
Arabella, Banu, Naida, dan Jingga memperhatikan layar dengan tegang. Namun, di dalam UKS tidak ada CCTV, sehingga mereka hanya bisa menunggu sampai Daiva keluar. Mereka semua menahan napas saat waktu berlalu di layar, tetapi Daiva tidak muncul kembali. Mereka saling bertukar pandang, menyadari ada sesuatu yang tidak beres.
"Coba dipercepat rekamannya," pinta Banu, mencoba untuk tetap tenang. "Tapi, jangan terlalu cepat."
Aji mempercepat rekaman, dan setelah tiga jam dipercepat, akhirnya Daiva keluar dari UKS dan langsung menuju koridor lain. Namun, pergerakannya terkesan tergesa, seolah ada sesuatu yang membuatnya gelisah.
"Sisi kiri UKS itu ke mana?" tanya Aji, alisnya berkerut. Dia tampak kesulitan karena banyaknya CCTV yang tersebar di seluruh Delton Hill, dan dia tidak begitu hapal rute gedung sekolah yang luas dan bertingkat itu.
"Bisa ke mana aja, sih," jawab Jingga. "Coba cek di kantin."
Aji mengecek rekaman di kantin, tetapi tidak ada tanda-tanda Daiva di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sleuthing Students
Fiksi RemajaSekolah Menengah Atas Delton Hill, dikenal sebagai sekolah elit dengan standar akademik yang tinggi dan segudang kegiatan ekstrakurikulernya. Namun, ketenangan di sekolah itu pecah ketika seorang siswi berprestasi ditemukan tewas di aula sekolah. Da...