BAB 12 : Arabella Egda

11 2 0
                                    

Sejak kecil, Arabella selalu tertarik dengan dunia jurnalistik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak kecil, Arabella selalu tertarik dengan dunia jurnalistik. Mungkin ini disebabkan oleh kunjungan rutin Tante Rima ke rumah. Tante Rima, seorang single parent yang selalu penuh semangat, sering menunjukkan betapa menyenangkannya dunia jurnalistik. Arabella masih ingat saat pertama kali dikenalkan dengan mikrofon, kamera, kertas berita, dan ID card pengenal-semuanya tampak sangat menakjubkan bagi seorang anak kecil.

Seiring berjalannya waktu, minat Arabella terhadap jurnalistik semakin menguat. Dia gemar berbicara dan bertanya kepada banyak orang, berlatih seolah-olah dia adalah seorang wartawan handal. Arabella percaya bahwa dengan mengolah berita dan merilisnya, dia bisa membantu banyak orang.

Ketika Arabella diterima sebagai siswi di SMA Delton Hill, dia merasa impiannya semakin dekat. Sekolah tersebut terkenal karena memfasilitasi minat dan bakat murid-muridnya, termasuk klub jurnalistik yang sangat *prestisius. Di Delton Hill, klub jurnalistik bukanlah tempat bagi orang-orang culun; sebaliknya, pengurusnya adalah para siswa dari kalangan kaya raya.

* Prestisius adalah sesuatu yang dibangga-banggakan.

Empat bulan lalu, Gilang, ketua klub jurnalistik saat itu, memberikan arahan penting. "Bel, tahun depan lo, ya, yang jadi ketua. Gue ngerasa posisi itu pas untuk lo. Semangat lo di klub jurnalistik tinggi banget. Gue harap semangat itu terus berlanjut," ujarnya dengan penuh keyakinan.

Arabella sangat ingin meraih posisi tersebut. Rasanya seperti mencapai puncak dari semua yang dia impikan. Namun, jalan menuju posisi itu tidak mudah. Arabella harus banyak merilis berita, meliput siswa-siswi berprestasi untuk dijadikan bahan berita, dan menunjukkan kualitasnya. Dia harus berkorban untuk membuktikan kemampuannya.

Namun, akhir-akhir ini fokus Arabella mulai buyar. Kematian Daiva, disusul dengan insiden Gemi dan Cleo, telah mengganggu pikirannya. Kepalanya rasanya hampir meledak karena semua kejadian ini. Meskipun mayat Daiva sudah dikremasi, kejanggalan-kejanggalan dalam kasusnya terus menghantuinya. Penyelidikan kematian Gemi dan Cleo oleh pihak kepolisian juga tampak stagnan, membuat Arabella semakin bingung.

Dia tahu bahwa ini bukan sepenuhnya urusannya, tapi mereka adalah teman-temannya. Arabella tidak bisa hanya diam saja.

"Nona, kita sudah sampai. Apakah ada yang salah?" tanya Pak Riyan, sopir Arabella, saat mobil berhenti di depan sekolah.

Arabella tersentak dari lamunannya dan menggeleng pelan. "Enggak apa-apa, Pak. Saya turun dulu. Makasih."

Setibanya di sekolah, Arabella melangkah menyusuri koridor menuju kelas. Sepanjang jalan, matanya tertuju pada siswa-siswi yang berkeliaran dengan barang-barang branded-aksesoris, tas, sepatu, jaket, dan bahkan kacamata yang harganya bisa mencapai jutaan rupiah.

Arabella tersenyum melihatnya. Di Delton Hill, tidak sulit menemukan anak-anak orang kaya. Mereka ada di mana-mana.

"Bokap gue baru beli saham kemarin, hadiah untuk Nyokap. Romantis banget, kan?" Arabella mendengar percakapan antara dua siswa di sekitarnya.

The Sleuthing StudentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang