Arabella memutuskan untuk mengabaikan ocehan Banu dan mulai mengelilingi rak-rak buku di perpustakaan. Dengan langkah yang tenang, dia menjelajahi setiap rak, matanya memindai judul-judul buku yang tersusun rapi. Hatinya tiba-tiba berdebar mengingat memikirkan topik yang baru saja dibicarakan.
Dalam pandangannya, situasi mereka jauh dari 'pacaran'. Hanya karena dia adalah orang pertama yang mengundang Atlantas bergabung, bukan berarti mereka saling suka. Lagipula, Arabella merasa terdesak untuk melibatkan Atlantas dalam misi ini, dan keputusan tersebut lebih didorong oleh kebutuhan strategis daripada perasaan pribadi.
"Enggak mungkin, kan, dia beneran suka gue?" gumamnya sendiri, mencoba mengusir pikiran yang mengganggu. Ia teringat pada novel-novel yang sering dibacanya tentang cowok stalker yang karena perasaan cinta menjadi obsesif. Seketika, Arabella merasa merinding.
"Enggak mungkin juga. Pasti ada alasan lain," lanjutnya, berusaha meyakinkan diri sendiri. Dia berhenti di depan rak buku bahasa Inggris, mencoba untuk tetap rasional. "Gue dan dia enggak sedekat itu untuk urusan cinta-cintaan. Tapi, apa alasannya? Apa mungkin dia dari awal sudah tahu niat gue untuk membongkar kasus ini?"
Arabella memiringkan kepala ke rak buku dan menyandarkan dahi, perasaan pusing mulai menyerangnya. "Tapi, kalau dia tahu niat gue, dari mana dia tahu? Gue bahkan belum pernah ngobrol sama dia secara pribadi. Dan waktu itu, saat gue cari buku, dia juga tahu buku yang gue cari-dari mana dia bisa tahu?"
Tiba-tiba, ketakutan yang tidak bisa dia jelaskan muncul dalam dirinya. Arabella merasa bergidik memikirkan kemungkinan terburuk-mungkin Atlantas benar-benar memiliki ketertarikan yang aneh padanya dan menjadi stalker. Pikiran itu membuatnya merasa terancam, meskipun tanpa alasan yang jelas.
Namun, dia mencoba untuk menenangkan diri. "Harus tetap berpikir positif," bisiknya kepada dirinya sendiri. "Apapun alasan Atlantas, selama enggak merugikan gue, why not?"
Dia menarik napas dalam-dalam dan berdiri tegak, mengangkat kepalanya dari rak buku. "Jangan sampai lengah."
Atlantas, cowok itu berbahaya.
Arabella meninggalkan rak buku dan melangkah perlahan, berusaha mengusir ketegangan dari pikirannya.
●●●●●
"Arabella?"
Suara lembut itu menarik perhatian Arabella dari pikirannya. Dia menoleh dan melihat Sasa, seorang gadis manis dengan senyuman ramah. Arabella membalas senyuman itu dan menganggukkan kepala.
"Lo Sasa, kan?" tanya Arabella, senang. Sasa mengangguk penuh rasa percaya diri. "Makasih, ya, sudah mau luangin waktu lo. Duduk dulu, Sa," ajak Arabella, menunjuk kursi di bawah atap gazebo. Sasa duduk dengan hati-hati.
"Gue enggak perlu basa-basi kali, ya?" Arabella berkata sambil mengeluarkan bungkusan kue dari tasnya. "Sambil makan. Aman. Enggak beracun, kok."
Sasa tertawa lembut, matanya berkilau ketika dia membuka bungkus kue tersebut. "Terima kasih," ucapnya pelan, sambil menggigit potongan kue yang disodorkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sleuthing Students
Teen FictionSekolah Menengah Atas Delton Hill, dikenal sebagai sekolah elit dengan standar akademik yang tinggi dan segudang kegiatan ekstrakurikulernya. Namun, ketenangan di sekolah itu pecah ketika seorang siswi berprestasi ditemukan tewas di aula sekolah. Da...