Setelah hampir satu jam menunggu dalam kegelapan, tidak ada tanda-tanda mobil lain yang akan lewat di jalanan sepi itu. Jam di dashboard mobil sudah menunjukkan pukul satu lewat, dan udara malam semakin mendingin. Arabella melirik ke luar jendela, lalu kembali menatap teman-temannya.
"Gue penasaran kenapa mereka ke rooftop," gumam Arabella, suaranya nyaris tenggelam dalam keheningan. Dia menyipitkan mata, seolah berharap bisa menemukan jawaban di kejauhan. "Apa kita perlu ke sana?"
Banu yang duduk di kursi pengemudi mengetuk-ngetukkan jarinya ke setir, tanda pikirannya sedang bekerja keras. "Gue juga penasaran," sahutnya sambil menghela napas. "Kita kembali aja, yuk?"
Naida yang pindah duduk ke kursi penumpang paling belakang mendesah panjang, matanya setengah tertutup. "Kayaknya lo aja deh yang pergi," ujarnya dengan lirih. "Gue ngantuk banget, sumpah."
Jingga menoleh pada Arabella setelah mendengar percakapan itu. "Kalau gue, sih, ayo-ayo aja," sahutnya sambil mengangkat bahu. "Tapi, aman enggak, ya?" Dia menggigit bibirnya, ragu.
"Seharusnya sih, iya," jawab Aji yang duduk di samping Jingga. "Asal lo semua berhasil sampai di lantai lima sebelum jam dua pagi."
Atlantas, yang sedari tadi diam, akhirnya bersuara. "Kondisi di pos satpam gimana?"
Aji melirik laptopnya, memeriksa CCTV yang sudah mereka pasang sebelumnya. "Enggak ada yang berubah. Mereka belum bergerak."
"Oke," Atlantas menyimpulkan, "kalau kita mau cek rooftop, harus bergerak sekarang."
Banu mengangguk tanpa kata, menyalakan mobil, dan kembali ke tempat awal. Mesin berderu halus, nyaris tak terdengar di bawah deru angin malam.
"Aji dan Naida tinggal di mobil, kan?" Arabella memastikan sebelum dia turun dari mobil, menatap keduanya satu per satu.
Aji mengangguk, ekspresinya serius. "Earphones kalian jangan sampai lepas. Gue akan selalu kabarin lewat sana, dan apapun yang kalian temukan di rooftop nanti, jangan panik."
Setelah instruksi itu, Banu, Jingga, Arabella, dan Atlantas turun dari mobil dengan perlahan.
Banu berjalan di belakang Jingga, matanya memperhatikan setiap gerakan rekannya. "Lo sudah bawa jepit rambut Naida, kan?" tanya Banu.
Jingga merogoh kantongnya dan mengeluarkan empat jepit rambut. "Iya," jawabnya pelan.
Naida memang terkenal dengan gaya rambutnya yang penuh pernak-pernik, dan siapa sangka jepit rambutnya bakal berguna malam ini.
Di depan pintu rooftop, Jingga dan Arabella berusaha membuka kunci menggunakan jepit rambut sementara Banu dan Atlantas berjaga-jaga di bawah tangga.
"Tekan bagian bawah jepit rambut sambil memutarnya," gumam Jingga, mengingat instruksi Naida. Dia mencoba memutar jepit rambut itu dengan hati-hati, tapi tidak berhasil. Jepit rambutnya malah jatuh berkali-kali ke lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sleuthing Students
Novela JuvenilSekolah Menengah Atas Delton Hill, dikenal sebagai sekolah elit dengan standar akademik yang tinggi dan segudang kegiatan ekstrakurikulernya. Namun, ketenangan di sekolah itu pecah ketika seorang siswi berprestasi ditemukan tewas di aula sekolah. Da...