"Siswi Berprestasi dari SMA Delton Hill Dinyatakan Bunuh Diri di Sekolah, Diduga Mengalami Stres Berat"
Arabella mematikan ponselnya dengan kasar, tak sanggup melanjutkan membaca berita yang tersebar. Kepalanya terasa berat, dan dia menundukkan kepala di atas lipatan tangannya. Kejadian kemarin rasanya seperti mimpi buruk yang tak bisa dipercaya. Kematian Daiva, teman dekatnya ketika di SMP, terasa seperti disambar petir di siang bolong.
Arabella memandangi kosong jendela disampingnya. Kepalanya terasa pusing, bukan hanya karena kehilangan, tetapi juga karena pertanyaan yang tak terjawab tentang kematian Daiva. Mengapa? Apa yang sebenarnya terjadi?
Pihak sekolah menyebutkan adanya tekanan akademis sebagai penyebabnya, terutama setelah pengumuman nilai tes bulanan yang memperlihatkan persaingan ketat di antara para siswa. Tapi, di sudut hatinya, Arabella merasa ada yang salah.
Satu minggu lalu, Arabella sempat mewawancarai Daiva untuk artikel di buletin sekolah. Daiva terlihat percaya diri, bahkan mungkin terlalu percaya diri? Dia adalah perempuan yang optimis dan ambisius, dan juga tidak menunjukkan tanda-tanda keputusasaan. Sehingga, bunuh diri terasa seperti langkah yang tidak sesuai dengan kepribadian Daiva.
Namun, siapa yang bisa benar-benar tahu apa yang dirasakan seseorang?
Tiba-tiba, Arabella mendengar suara Jingga yang berbicara dengan Naida sebelahnya.
"Lo sudah lihat foto jasadnya?" tanya Jingga, ekspresi kekagetan terlihat jelas di wajahnya.
"Darahnya banyak banget. Gue benar-benar enggak nyangka."
"Sudah. Gue baru berani liat pagi tadi." jawab Naida dengan nada serak. "Semalam gue cuman nangisin Daiva."
Jingga mengelus bahu Naida dengan lembut. "I feel you, Nad."
Naida menatap ke lantai, seolah mencoba mencari jawaban di antara ubin yang dingin. "Katanya depresi," tanya Naida, nada suaranya ragu dan penuh kebingungan. "Enggak mungkin, kan? Daiva itu anak yang kuat ...."
Jingga mengangguk, setuju dengan Naida. "Gue juga mikirnya begitu."
Arabella mengangkat wajahnya, menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri di tengah gelombang emosi yang menghantamnya. Dia melirik Naida dan Jingga, melihat betapa terpukulnya mereka. Tanpa sadar, dia mulai menggerakkan jemarinya, mengetuk-ngetuk meja di depannya dengan ritme yang tak beraturan.
"Menurut kalian, ada yang mungkin kita lewatkan enggak selama ini?" tanya Arabella dengan nada penuh harap, suaranya sedikit bergetar.Jingga menoleh ke arah Arabella, tampak sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. "Maksud lo, kayak gimana?"
"Gue cuma berpikir," Arabella menjelaskan sambil mencoba menjaga nada suaranya tetap tenang, "mungkin ada sesuatu yang terjadi di luar pengetahuan kita? Dan Daiva enggak mau cerita hal itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sleuthing Students
Roman pour AdolescentsSekolah Menengah Atas Delton Hill, dikenal sebagai sekolah elit dengan standar akademik yang tinggi dan segudang kegiatan ekstrakurikulernya. Namun, ketenangan di sekolah itu pecah ketika seorang siswi berprestasi ditemukan tewas di aula sekolah. Da...