Arabella dan Banu bergegas menuju gedung belakang sekolah tempat Gemi ditemukan. Jalan menuju lokasi dipenuhi bisik-bisik cemas dari para siswa yang penasaran dengan apa yang terjadi. Saat mereka tiba, garis polisi telah dipasang di sekitar area tersebut, sementara beberapa petugas berjaga dengan wajah serius.
"Enggak ada yang boleh masuk," ujar seorang siswa yang berdiri di pinggir garis polisi, suaranya terdengar nyaring.
Arabella mengamati kerumunan dengan saksama, matanya bergerak cepat, mencari sosok yang bisa dia ajak bicara. Di tengah kerumunan, dia melihat Naida, berdiri tidak jauh dari tempat kejadian. Wajah Naida tampak pucat, dan matanya sesekali melirik ke arah gedung dengan gugup.
Merasa iba, Arabella cepat-cepat menyelinap di antara kerumunan, lalu mendekati Naida yang tampak terdiam kaku. "Nai, kok sendirian? Mana Jingga?" tanya Arabella dengan suara pelan.
Naida tersentak, kemudian tersenyum tipis. "Jingga lagi diwawancarai sama polisi," jawabnya pelan.
Arabella mengerutkan kening. "Maksud lo?"
"Dia sama Pak Tio yang nemuin jasad Gemi pertama kali," Naida menjelaskan dengan nada rendah, nyaris berbisik.
Arabella merinding membayangkan perasaan menemukan jasad seseorang secara langsung. Pasti sangat mengerikan. "Sudah lama mereka diwawancarai?" tanyanya sambil menatap Naida.
Naida menggeleng lemah. "Kayaknya baru lima menit yang lalu," jawabnya. Arabella mengangguk kecil.
"Katanya, di tubuh Gemi ada bekas jeratan di leher," lanjut Naida, suaranya bergetar.
Arabella tiba-tiba merasa sesak. "Jeratan?" ulangnya.
Naida mengangguk dengan cemas. "Iya. Jeratan leher itu kayaknya tanda gantung diri, kan? Tapi, kok, dari tadi gue cuman dengar mayatnya Gemi berdarah-darah. Kalau gantung diri emang bisa bikin keluar darah, ya?" Naida menatap lurus ke arah gedung, kebingungan terlihat jelas di wajahnya. "Gemi benar-benar bunuh diri?" tanyanya setengah tak percaya.
"Enggak mungkin, Nai," suara tegas tiba-tiba terdengar dari sebelah kiri mereka. Arabella dan Naida serempak menoleh, melihat Jingga muncul dengan ekspresi serius. "Gemi enggak punya alasan buat bunuh diri. Gue kenal dia."
Jingga mendekat, wajahnya tampak pucat. "Gue sempat liat sekilas mayatnya. Di dalam gudang itu gelap banget, jadi yang gue lihat cuma bekas jeratan di lehernya. Tapi yang paling mengerikan, bagian atas kepalanya ...," Jingga berhenti, mual menghampiri. "Bagian atasnya pecah."
Arabella refleks menutup mulutnya, matanya berair menahan rasa mual yang tiba-tiba menyeruak.
"Gue yakin ini kasus pembunuhan," lanjut Jingga, mengepalkan tangannya dengan penuh emosi. "Yang bikin aneh, enggak ada tanda-tanda kerusakan di pintu, tapi mayat Gemi ada di dalam. Jadi, siapa yang bisa masuk ke gudang itu tanpa merusak pintu? Pelakunya pasti punya akses ke Delton Hill," lanjutnya sambil berpikir keras. "Dan dia sengaja naruh mayat Gemi di dalam sana. Soalnya, kalau dibilang tempat pembunuhan, ruangan itu terlalu bersih. Hanya ada mayat Gemi di tengah ruangan."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sleuthing Students
Ficção AdolescenteSekolah Menengah Atas Delton Hill, dikenal sebagai sekolah elit dengan standar akademik yang tinggi dan segudang kegiatan ekstrakurikulernya. Namun, ketenangan di sekolah itu pecah ketika seorang siswi berprestasi ditemukan tewas di aula sekolah. Da...