Aku duduk di lantai balkon kamarku sembari memeluk erat kakiku agar bisa dijadikan sandaran. Aku tidak tidur di kasur semalaman, memikirkan masalah yang terjadi membuatku kehilangan rasa kantuk.
Tok tok tok....
"Nia? Aku berangkat kerja dulu." Ucap mas Ratan yang terdengar dari balik pintu.
Aku tidak memiliki niat untuk menjawabnya. Tak lama kemudian aku mendengar langkahnya yang berjalan pergi. Aku dapat melihat mas Ratan berjalan keluar rumah dari balkon kamarku. Sepertinya mas Ratan juga menyadari keberadaanku di balkon ini, dengan ragu dia melambai kepadaku.
Aku pun berdiri dan beranjak memasuki kamarku, lalu menutup pintu balkon dengan kasar. Tak lama setelah itu, aku bisa mendengar mas Ratan memacukan mobilnya meninggalkan rumah. Aku pun segera membuka kembali pintu balkon itu dan melihat kepergiannya. Aku meratap.
Air mataku menetes tanpa henti. Bagaimana aku bisa meninggalkannya jika aku sendiri yang merasa berat? Tapi aku juga tidak bisa bertahan dengan rasa kecewa ini.
-0o0-
Aku tidak tahu mengapa matahari begitu terik di siang hari? Apakah karena begitu cintanya dengan bumi? Tapi jika matahari membiarkan awan menutupi sinarnya hingga membiarkan hujan mengguyur, apakah dia begitu kecewanya dengan bumi?
Aku rasa akan lebih baik jika aku pergi saat hujan tiba. Dengan begitu aku akan merasa seperti semesta sedang mengiringi kepergianku. Aku jadi penasaran siapa saja yang akan menangis saat mendengar kabar kematianku. Memikirkannya malah membuatku tersenyum kecil.
"Non, ada tamu!!" Teriak mbak Yah dari kejauhan yang membuyarkan lamunanku.
Aku sudah berdiam diri cukup lama di tamanku. Itu membuat otot ku kaku dan harus melakukan peregangan kecil.
Aku pun segera beranjak pergi memasuki rumah dan menemui tamu itu. Akan tetapi, langkahku terhenti dan perasaanku menjadi campur aduk saat bertatapan mata dengan tamu itu. Aku sama sekali tidak menyangka dia mempunyai muka untuk datang kemari.
"Ada perlu apa... Jennifer?" Tanyaku dengan raut serius.
"Enggak ada hal penting sih, kamu duduk dulu aja aku enggak masalah kok." Balas santai Jennifer sembari menepuk nepuk sofa di sebelahnya untuk mengisyaratkanku duduk.
Aku tidak menghiraukan isyarat itu dan memilih duduk di sofa yang berada di depannya. Aku duduk berhadapan dengan wanita yang menjadi sumber masalah terbesarku dan sumber kesedihan terdalamku.
"Silahkan tehnya." Ucap mbak Yah yang datang menyuguhkan dua cangkir teh.
"Mbak Yah kamu bisa pergi ke swalayan untuk belanja bulanan." Perintahku pada mbak Yah.
Mbak Yah tampak kebingungan mendengar ucapanku, karena dia sudah membantuku untuk belanja bulanan tempo hari.
"Silahkan pergi mbak." Ucapku meyakinkan mbak Yah untuk pergi.
"Baik non." Walaupun kebingungan, Mbak Yah pun beranjak pergi meninggalkan kami berdua di rumah ini.
"Maaf tapi aku enggak suka teh, bisa buatin kopi aja?" Pinta Jennifer tanpa rasa sungkan.
"Sebentar ya." Aku pun beranjak pergi ke dapur untuk menuruti permintaan tamu itu. Aku tidak tahu kenapa aku harus menuruti perkataannya. Mungkin istilah tamu adalah raja juga berlaku untuknya.
Setelah selesai, aku membawa kopi itu menggunakan nampan lalu menuju ke ruang tamu.
"Hei aku disini!!" Panggil Jennifer yang ternyata sudah berpindah ke ruang keluarga. Dia menjelajahi rumahku seenaknya sendiri.
![](https://img.wattpad.com/cover/369993395-288-k444413.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pergi Bersama Hujan
RomanceTak semua yang kita tahu harus diutarakan. Kadang malah memilih untuk memendam padahal tahu rasanya sesakit apa, karena akan lebih sakit jika diungkapkan. Diam juga merupakan sebuah cara, bahkan ada yang bilang bahwa diam adalah emas. Kalau begitu a...