Aku menyuruh mbak Yah pulang lebih awal hari ini. Karena aku ingin menyiapkan sesuatu untuk mas Ratan. Aku ingin sekali menunjukkan rambut pendekku kepadanya, dan memberikan hadiah yang belum sempat tersampaikan tempo hari.
Malam ini aku akan memasak rendang. Sudah lama sekali mas Ratan tidak merasakan masakanku yang satu ini.
Saat aku sedang fokus memasak, tiba tiba saja aku merasa punggungku ditepuk oleh seseorang. Aku reflek menoleh kebelakang dan mendapati mas Ratan yang menyodorkan sebuah buket bunga tulip kepadaku.
"Buat aku?" Tanyaku memastikan.
"Buat siapa lagi?"
Aku pun menerima buket itu dengan senang hati.
"Rambut kamu?" Ucapnya tidak percaya.
"Gimana?" Aku menanyakan pendapatnya.
"Cantik. Tapi aku lebih suka rambut panjang kamu." Ucapnya sembari menyentuh helai rambutku.
Mas Ratan semakin mendekat ke arahku, sepertinya dia mau mencium bibirku. Aku pun dengan segera menutupi wajahku dengan buket bunga yang ada di tanganku.
"Kita makan malam dulu ya? Aku lagi masak rendang." Ucapku sembari memiringkan kepalaku untuk melihat reaksi mas Ratan.
Mas Ratan pun menurutiku walaupun terlihat sedikit kecewa.
Aku pun menaruh buket itu begitu saja di sebuah rak kosong di pojok dapur, lalu melanjutkan kegiatan memasakku. Setelah memasak dengan waktu yang cukup lama. Akhirnya, makan malam pun siap.
Aku segera menghidangkannya di meja makan. Terlihat juga mas Ratan yang duduk manis, menggenggam alat makan di kedua tangannya. Dia menunggu waktu makan seperti anak kecil.
Akhirnya kami bisa makan malam bersama dengan suasana yang hangat. Setelah bertengkar hebat kemarin. Sungguh aku tidak menyangka hal itu akan terjadi malam ini.
Takdir memang penuh dengan kejutan.
Mas Ratan melahap makananku dengan cepat. Seakan dia belum makan selama 3 hari. Rasanya seperti sudah lama tidak melihatnya begitu menikmati masakanku, aku begitu puas. Hingga aku hampir lupa dengan hadiah yang sudah kusiapkan jauh jauh hari.
"Buat kamu." Aku menyodorkan dua kotak kado. Satunya berukuran sedang, satunya lagi berukuran kecil.
"Apa ini? Kayaknya sekarang bukan ulang tahun aku." Ucap mas Ratan yang terlihat malu tapi mau untuk menerima kadoku.
Dari pandanganku, dia tampak begitu bahagia. Dia mungkin tidak menyangka, makanya sedikit terkejut saat aku memberikan kado itu. Padahal aku sering memberinya kejutan seperti ini, tapi entah kenapa kejutan dariku selalu berhasil membuatnya terkejut. Itu lucu.
"Aku buka sekarang?" Tanya mas Ratan dengan polos.
"Terserah kamu, mau kamu buka 100 tahun lagi juga enggak apa apa." Balasku bercanda.
"Beneran?" Ucapnya antusias mengikuti candaanku.
"Emang kita masih hidup apa 100 tahun lagi?" Tanyaku tidak percaya.
"Masih lah! Kamu mau kan menghabiskan waktu selama itu sama aku?"
"Kalau kita bisa hidup sampai 100 tahun. Aku pengen hidup sampai 100 dikurangi 1 tahun. Jadi aku enggak harus hidup tanpa kamu." Balasku santai.
"Jadi aku yang harus hidup tanpa kamu? Enggak bisa lah." Mas Ratan tidak mau mengalah.
"Kamu pasti bisa hidup tanpa aku. Kamu kan orang hebat." Balasku sembari mengacungkan jempolku.
"Kamu ngomong gitu aku jadi sedih." Mas Ratan terlihat menatapku sendu.
"Makanya dibuka sekarang aja biar enggak sedih." Perintahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pergi Bersama Hujan
RomanceTak semua yang kita tahu harus diutarakan. Kadang malah memilih untuk memendam padahal tahu rasanya sesakit apa, karena akan lebih sakit jika diungkapkan. Diam juga merupakan sebuah cara, bahkan ada yang bilang bahwa diam adalah emas. Kalau begitu a...