Aku mulai membuka mataku karena merasakan kecupan hangat yang mendarat di keningku. Ternyata pagi hari telah tiba. Aku tidak membutuhkan alarm pagi selama aku mendapatkan kecupan itu.
"Kamu bisa tidur lebih lama lagi." Ucap mas Ratan sembari bersiap untuk berangkat bekerja.
Aku memandangi mas Ratan cukup lama. Berharap pagiku akan selamanya seperti ini. Mendapatkan kecupan dan melihat suami yang sedang bersiap siap.
"Sayang? Nia? Kamu terpesona sama aku?" Panggil mas Ratan yang membuyarkan lamunanku.
"Huh? Kok tahu? Kamu hari ini keren banget." Aku mengacungkan kedua jempol tanganku.
Aku pun beranjak dari tempat tidur dan membuka lemari untuk mencari sesuatu.
"Aku pengen kamu pakai dasi ini hari ini." Aku menyodorkan dasi pemberianku tempo hari.
"Oke, tapi kamu yang harus pasangin." Mas Ratan mengangguk setuju lalu melepas dasi yang sudah ada di kerahnya.
Aku pun mendekat ke arah mas Ratan dan berdiri tepat di depannya. Tinggiku yang hanya setara dengan dada bidangnya membuatku sedikit berjinjit saat memasangkan dasi itu di kerahnya.
"Selesai!" Aku berhasil memasangkan dasi itu dengan rapi.
"Terimakasih sayang, aku berangkat dulu ya." Mas Ratan memberikan kecupan singkat di bibirku lalu melangkah pergi.
"Mas..." Panggilku.
Langkah mas Ratan pun berhenti dan berbalik ke arahku. Aku berjalan mendekat ke arahnya lalu menarik dasinya hingga badannya sedikit membungkuk. Aku mencium kembali bibirnya.
Mas Ratan tampak terkejut, akan tetapi dia menikmatinya. Setelah memberinya ciuman itu, aku menatapnya sembari tersenyum kecil.
"Aku bisa pulang lebih awal hari ini kalau kamu mau." Ucap mas Ratan sembari mengelus pelan rambutku.
"Enggak usah. Kamu pulang sesuai jadwal aja." Balasku sembari kembali merapikan dasi mas Ratan.
"Kalau gitu, kamu mau titip sesuatu?"
"Aku mau bunga anyelir kuning."
"Itu aja? Kamu selalu aja nitip bunga, enggak mau nitip yang lain?" Keluh mas Ratan.
"Enggak." Aku menggelengkan kepalaku dengan yakin.
Mas Ratan pun setuju untuk membawakan bunga itu saat pulang ke rumah nanti. Dia segera beranjak pergi karena sebentar lagi jam masuk kantor tiba.
Saat mendengar mas Ratan menutup pintu utama, aku pun berlari menuju balkon kamarku. Terlihat mas Ratan yang berjalan menuju mobilnya yang sudah terparkir di halaman. Dia pun melambaikan tangannya dengan antusias kearahku.
Aku membalas lambaian itu dengan antusias juga, disertai senyuman yang terasa terpaksa. Karena aku sangat ingin menangis sekarang, aku menahan air mata ini sedari tadi. Menunggu saat yang tepat untuk membiarkannya keluar.
Saat mas Ratan memacukan mobilnya meninggalkan rumah, tangisku pun pecah. Tetes demi tetes air mata mulai berjatuhan secara bergantian. Aku menutupi mulutku menggunakan tanganku, berusaha untuk menangis tanpa suara. Karena aku tidak mau mbak Yah mendengarnya.
-0o0-
Aku bersandar sebentar di bangku tamanku. Merasakan angin semilir dan suasana terik untuk yang terakhir kalinya.
"Non silahkan tehnya." Mbak Yah menaruh pelan secangkir teh buatannya di meja taman.
"Terimakasih mbak Yah."

KAMU SEDANG MEMBACA
Pergi Bersama Hujan
RomantizmTak semua yang kita tahu harus diutarakan. Kadang malah memilih untuk memendam padahal tahu rasanya sesakit apa, karena akan lebih sakit jika diungkapkan. Diam juga merupakan sebuah cara, bahkan ada yang bilang bahwa diam adalah emas. Kalau begitu a...