Bagaikan Bom Waktu

417 14 0
                                    

Hari ini adalah jadwal Rania untuk melakukan kemoterapi. Namun, setelah ditunggu tunggu cukup lama dia tak kunjung datang juga. Padahal matahari sudah mulai berjalan ke ufuk barat.

Saat jam kerjanya berakhir, dokter Hanan pun pergi menemui Dekalino.

Tok tok...

"Masuk." Perintah Dekalino dari dalam ruangannya.

Dokter Hanan pun beranjak memasuki ruangan itu.

"Lo udah mau pulang?" Tanya Dekalino yang keheranan.

"Iya, jam kerja gue udah selesai." Jawab dokter Hanan bangga.

"Tapi ini baru jam 3?" Ucap Dekalino tidak terima.

"Gue kan hari ini shift pagi." Balas dokter Hanan sembari duduk di kursi di depan Dekalino.

Dokter Hanan hari ini memang berada di shift pagi, sedangkan Dekalino berada di shift sore. Tetapi tetap saja, saat melihat temannya pulang lebih dulu Dekalino merasa sedikit iri.

"Pasien gue banyak banget hari ini. Tapi diantara banyaknya pasien gue, gue enggak ketemu sama pasien Rania. Dia melewatkan jadwal kemoterapi hari ini. Lo mungkin tahu kenapa?" Jelas dokter Hanan yang membuat Dekalino ikut keheranan.

"Kenapa ya? Udah coba lo hubungi?"

"Udah, tapi enggak ada yang angkat telepon."

Dekalino pun kembali terdiam kebingungan. Seolah Rania tiba tiba menghilang. Dia tahu Rania bukan orang yang ceroboh dan akan melewatkan jadwal pengobatannya sendiri.

"Penyakit dia udah mulai serius, gue udah menyarankan buat melakukan rawat inap tapi dia menolak. Sekarang dia juga enggak melakukan kemoterapi. Penyakitnya akan semakin memburuk. Gue takut, hidupnya cuma dalam hitungan hari." Jelas dokter Hanan yang terlihat cemas.

Brak!!

Dekalino membanting pelan tangannya di meja kerjanya.

"Enggak enggak enggak. Gue akan pastikan dia sembuh. Apapun caranya." Balas Dekalino dengan penuh keyakinan.

"Satu satunya cara adalah operasi sumsum tulang belakang. Dia harus menemukan donor yang cocok." Ucap dokter Hanan.

Dekalino mengangguk angguk paham sembari kembali berpikir. Dia bahkan tidak tahu dimana tempat tinggal Rania. Yang Dekalino punya hanya nomor handphonenya, dan sekarang handphonenya tidak bisa dihubungi.

-0o0-

Malam hari pun tiba, terlihat Ratan yang terduduk lesu di lantai ruang keluarga. Kondisi ruangannya gelap, tidak ada satu pun lampu yang menyala. Hanya saja cahaya bulan yang memasuki ruangan membuat suasana menjadi remang.

Rumahnya tampak berantakan, banyak botol kaca bekas minuman keras yang berserakan. Pakaian Ratan sehabis bekerja juga dia biarkan begitu saja di ruang keluarga. Kesedihannya yang cukup besar pasti membuat Ratan melampiaskannya kepada minuman keras.

"Nia... Tolong pulang. Kamu janji enggak akan pernah ninggalin aku. Jadi sekarang tolong pulang." Rintihnya sembari terus mengeluarkan air mata.

Ratan kembali menenggak minumannya, lalu menangis. Matanya terlihat sembab karena sudah sedari tadi dia menangis. Penampilannya terlihat berantakan, tidak seperti biasanya yang selalu tampak bersih dan rapi.

Dia tidak tahu harus mencari dimana agar menemukan sebuah petunjuk. Rania meninggalkan handphonenya membuat Ratan tidak bisa melacak lokasinya. Ratan benar benar putus asa sekarang.

Pergi Bersama HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang