28. pamitan

638 48 15
                                    

Happy reading!!🐣
Sorry for typo's

.
.

Setelah dari jembatan, kini keduanya berada di sebuah taman tak jauh dari komplek perumahan mereka.

Mark ingat, ini adalah tempat dirinya menyatakan perasaan lebih dari sahabat pada Haechan dan berujung hancurnya persahabatan mereka.

"Melk.."

Mark menoleh mendengar panggilan itu, sudah lama sekali ia tak mendengar panggilan itu dari sang sahabat.

"Hehe..aku dulu selalu memanggilmu seperti itu bukan?"

"Melk disini adalah awal dari kenangan buruk itu bukan? Saat itu aku benar-benar membuat luka yang begitu dalam. Sekarang, aku ingin taman ini juga akan memberikan kita kenangan indah untuk masa depan kita nanti."

Haechan membawa tangan sang suami menuju pohon rindang di sebelah sana.

Mark menatap kagum ketika mendapati sudah tertata barang-barang piknik di bawah pohon itu.

Keduanya duduk di sebuah alas yang sudah terbentang dengan berbagai makanan tersaji di atasnya, dan jangan lupakan sebuket bunga matahari yang ikut membuat nuansa ceria untuk keduanya.

"Terimakasih Mas Mark udah nepatin janji buat nikah sama aku. Aku nggak tahu ternyata janji yang aku minta waktu itu membawa dampak yang sangat besar buat hubungan kita. Kalau dulu aku selalu mengatakan bahwa itu hanyalah sebuah janji konyol dan janji sampah, maka untuk saat ini aku akan sangat berterimakasih pada janji itu, karena melalui janji itu semesta ngasih aku orang setulus dan sesabar kamu mas. Aku sangat beruntung bisa kenal dan punya kamu di hidupku. Aku beruntung kamu selalu menemani langkahku dan mengisi lembaran demi lembaran dalam hidupku. Dan aku juga ingin mengucapkan terimakasih atas segala ketulusan dan rasa sayang itu. Aku juga ingin meminta maaf sekali lagi untuk semua. Semua yang terjadi di masa lalu." Haechan menatap mata suaminya,

"Terimakasih udah sabar nunggu adek ya mas."

Mark merengkuh tubuh itu, ia sudah tidak mau mendengar apapun lagi dari mulut isterinya.

"Terimakasih mas udah mencintaiku sebesar itu, dan aku harap mas juga akan mencintai adek bayi sama besar dengan cintanya mas ke aku."

"Mas akan mencintaimu lebih besar sayang, meskipun mas nggak pandai merangkai kata, mas hanya ingin kamu tahu bahwa kamu sangat berharga buat hidup mas. Kamu adalah poros hidup mas, dan akan selalu seperti itu sampai napas terakhir mas."

●○●

Haechan melipat kertas yang telah berisi goresan bolpoin sebagai ungkapan yang tak bisa ia utarakan untuk sang suami.

Menaruh kertas itu pada sebuah tas kecil yang akan ia bawa.

Netranya menatap Mark yang masih tertidur lelap mengarungi mimpi.

Berjalan pelan ke arah sang suami, kemudian tangannya terulur untuk mengelus pelan rambut itu.

"Mas, jika saat kamu pulang dari Singapura aku tidak bisa memeluk atau menyambutmu aku harap kita masih bisa bertemu di kehidupan selanjutnya. Hiks..rasanya sangat tidak adil bukan? Kenapa saat aku sudah jatuh cinta, Tuhan malah ingin mengambilku dari dunia? Kenapa Tuhan tidak memberiku kesempatan untuk mencintaimu lebih lama lagi? Mas Mark aku harap mas selalu bahagia sama adek bayi nanti ya, tanpa aku.."

Cup

"Selamat tidur mas," Haechan kemudian berjalan pelan ke arah sisi kasur yang lain dan merebahkan dirinya kemudian mulai memandang wajah lelap suaminya dari samping.

"Mas hiks..bagaimana? Bagaimana kalau aku rindu di atas sana? Hiks..siapa yang bakal memelukku mas?.."

Mark mengerjapkan matanya ketika tidurnya terusik, netra sayunya menatap isterinya yang kini semakin menangis bergetar tak karuan.

Khawatir. Tentu saja.

"Adek?!! Adek kenapa?? Ada yang sakit? Perutnya kram? Adek bilang sama mas, ada apa? Mana yang sakit?"

Haechan yang ditanya seperti itu semakin menangis dengan keras, membuat Mark segera merengkuh tubuh itu pelan.

"Cup cup cup, mas ada di sini dek. Ssssttt...tenang yaa, jangan nangis nanti adek bayi ikut sedih lihat papinya nangis hmm.."

Haechan masih sesenggukan dalam rengkuhan Mark. Jari lentiknya mencengkeram erat piyama Mark.

Haechan takut. Ia sangat takut akan kematian. Haechan ingin egois. Ia masih ingin di sini, ia masih ingin merasakan rengkuhan hangat suaminya.

_____________________CHANCE_____________________
pergilah dan pulanglah dengan selamat

"Adek mas pergi dulu ya, nanti tiap malam kita harus telfon pokoknya. Pokoknya mas harus tahu kegiatan dan kondisi adek tiap menit. Jangan bilang mas alay, mas ini cuman nggak mau kenapa-kenapa."

Haechan dengan mata sembabnya, tersenyum manis.

"Jangan lupa bunganya ya mas," ingatnya kemudian.

Mark kembali memeluk tubuh itu pelan.

"Sayang, rasanya sungguh berat buat ninggalin kamu sendiri."

"Aku nggak sendiri mas, ada adek bayi."

"Kamu janji tidak kenapa-kenapa ya,"

"Maaf.." batin Haechan mengatakan permintaan maafnya.

"Sayang, janji dulu sama mas."

Haechan melepaskan pelukan itu, kemudian mengambil tangan Mark dan meletakkan tangan itu tepat di atas jantung Mark.

"Hmm. Adek selalu ada di sini. Selalu bersama mas selamanya."

Mark mengecup sayang kening Haechan, kemudian beralih pada perut buncit isterinya.

"Adek bayi, papa titip papi ya..jangan buat nakal dan kesusahan papi. Papa cuman tiga hari. Papa janji setelah itu kita bertiga bisa bermain bersama lagi. I love you adek bayi.."

Haechan mengusap pelan rambut suaminya. Apakah ia masih memiliki kesempatan lagi untuk dapat mengusap rambut Mark?

"I love you sayang, tunggu mas kembali ya.."

"I love you too mas, hati-hati dan jangan lupa pulang dengan selamat."

Mark segera berbalik dan mulai meninggalkan rumah. Haechan melambaikan tangannya, menatap kepergian Mark, menatap punggung suaminya yang semakin menjauh dari pandangannya.

"Terimakasih sudah mencintai manusia kurang ajar sepertiku mas, sampai bertemu lagi..."

Haechan menurunkan lambaian tangannya, menyeka air mata yang kembali turun dari mata cantiknya.

Langkahnya ia bawa kembali masuk ke dalam rumah.

~ tbc ~

Jangan lupa vote dan komen🦋

Chance| MARKHYUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang