***
Arsen menatap ke luar jendela dengan helaan nafas yang dalam. Raut wajahnya dipenuhi dengan kesedihan, seakan ia belum merelakan hatinya pada seseorang yang tak diinginkannya. Ayah Arsen muncul dari balik punggung pemuda itu, tangan dinginnya menepuk pundak putra bungsunya. Arsen tak menoleh ke arah ayahnya, hanya saja ia tetap memberi respon kecil. Hatinya masih kelabu, namun mereka semua malah mempersiapkan pesta besar untuknya.
"Sesuai dengan permintaan Danielle, pernikahan akan dilaksanakan dalam beberapa hari kedepan" ungkap ayah arsen dengan tegas,
"Apa itu tidak terlalu cepat?" Kim menyahut khawatir,
"Ini karena ulah Arsen sendiri, dia yang membuat masalah menjadi rumit.. ketika aku menyuruhmu membunuh Alex, seharusnya kau segera lakukan itu.. " bentak lelaki tua itu sembari menunjuk ke arah arsen yang hanya diam,
"Sekarang dia sudah mati, bukankah kau sudah puas" ucap Arsen dengan nada bergetar,
Kevin yang semenjak tadi hanya diam, hatinya mulai tergerak mendengar suara pasrah dari adik bungsunya. Meskipun hubungan mereka berempat tidaklah baik, tapi kevin tetap menaruh perhatian bagi adiknya.
"Lalu, ayah bawa kemana pria itu.. ayahnya alex.. "
"tentu saja, ke tempat yang jauh dari sini. Disana, pada saatnya nanti, dia akan kita lenyapkan.. biarkan dia menyusul putranya" ungkapnya dengan suara penuh kepuasan.
"sekarang ayah sudah mendapatkan pulau itu, lalu apa yang akan ayah lakukan dengan penduduk asli pulau itu?"Tanya Jun,
"aku akan mengusir mereka, aku tidak suka tempatku dipenuhi dengan tikus"
Jun hanya menunduk, dia tidak menyukai keputusan itu. tidak, dia memang tidak menyukai cara kerja ayah dan saudara-saudaranya. Itulah mengapa dia memilih menjadi artis daripada mengikuti jejak ayahnya, dia tidak mau menyakiti siapapun. Jun melihat ke arah adik bungsunya, dan hanya pemandangan punggung yang mulai sedikit goyah.
****
Sebuah peti telah ditukar dalam perjalanan, Berlin mengurus segalanya hingga tidak ada satupun yang curiga. Ia menyiapkan mobil dan peti yang serupa untuk menggantikan tubuh Alex, membawa pergi tubuh alex dari kota itu. Vau dan Mark membawa tubuh alex ke pelabuhan, disana sudah menunggu arumi dan dokter di dalam kapal. Segera, dokter itu menyuntikkan sesuatu ke dalam tubuh lemah alex lalu menggendongnya masuk ke dalam kapal. Arumi keluar dari kapal, sementara Mark masuk untuk menemani alex dan Dokter. Vau menarik tubuh arumi dan mengantarkannya pulang ke rumah.
"Terimakasih sudah membantu.. " ucap lembut Vau yang disambut senyuman manis Arumi,
"Jane sudah menunggu di pulau, semoga semua rencana kalian berjalan dengan baik.. aku kasihan dengan nasib Alex"
"Maaf ya, sepertinya soal kompetisi, kami akan mengundurkan diri... sekarang nyawa alex dan ayahnyalah yang paling penting. Meskipun sejujurnya aku juga ingin mendapatkan hadiahnya, tapi... sahabatku diatas segalanya untuk saat ini" tutur Vau sembari melepas kapal itu menjauh dari dermaga.
"Pasti akan ada jalan lainnya.. " suara lembut Arumi mulai menenangkan Vau,
Vau mengantarkan Arumi pulang, menggunakan sepeda motor lusuh miliknya. Sementara mobil box yang membawa tubuh alex sebelumnya sudah diambil oleh pemiliknya.
***
Di dalam kapal..
Dokter itu terus memeriksa kondisi Alex yang mulai menunjukan perubahan. Beberapa kali ia melihat jam tangannya, memastikan detak jantung alex yang lambat laun mulai kembali. Sementara Mark dengan harap-harap cemas menunggu di samping tubuh alex yang masih terbaring lemah.
"Keadaannya sudah mulai menunjukan adanya kehidupan" ucap dokter mulai lega,
"apa jantungnya kembali berfungsi?"
"iya, semua organ tubuhnya kembali berfungsi.. masih lemah, tapi sudah mulai kembali lagi.. " dokter itu terlihat bangga dengan hasil penelitiannya selama bertahun-tahun,
Mark melempar pandangannya pada ombak di lautan, ia seakan melempar kekhawatirannya sedari tadi bersama dengan hembusan nafasnya yang berat.
"Untung saja, ada tuan Berlin, anda, dan Jane yang membantu kami... kalau tidak, kami akan benar-benar kehilangan Alex" gumam pemuda itu,
"Andai saja, Alex tidak berinisiatif memberikan kode di dalam note yang diberikan ke Berlin, kita tidak akan mengetahui ini semua dengan cepat... aku bahkan tidak menyangka kalian memiliki kode rahasia sendiri"
"sebenarnya itu dipakai ketika kami menemani dan membatu Alex ketika berjudi",
Mereka terdiam sesaat, ketika nahkoda kapal mengumumkan akan segera sampai di pulau pribadi milik Jane. Sebuah pulau yang tidak besar, namun cukup indah dengan berbagai flora dan faunanya yang memukau. Bukan hanya itu, pulau kecil itu juga memiliki pantai pink yang menggoda mata. Dari kejauhan, jane sudah menunggu di dermaga pulau bersama dengan seorang wanita tua yang berpenampilan nyentrik. Tentunya, itu adalah mamanya Jane. Mereka melambaikan tangan mereka, yang dengan cepat dibalas oleh Mark.
Setelah kapal mereka bersandar, dengan cepat mark dan dokter keluar dari kapal. Jane menyambut tubuh lemah Alex dengan rangkulan dan tangannya memeluk erat tubuh alex yang masih tak sadarkan diri. Seketika, raut wajah mark berubah menjadi suram. Timbul gemericik api di hatinya, ia mencoba mengabaikannya namun rasanya itu sulit.
"Kenapa dengan mu Mark, berhenti .. " gerutunya pelan, sembari memukul dadanya pelan,
****
Sebuah kamar sudah disiapkan dengan segala kemewahan kelas pertama. Jelas, Jane sendiri yang menyiapkan kamar itu dengan kedua tangannya. Tubuh Alex yang masih lemah dipapah untuk masuk ke kamar, dan tidur di ranjang empuk itu. mata jane tak henti-hentinya memperhatikan kondisi alex dengan sesekali memasang wajah kekhawatiran. Mark yang melihat seberapa perhatian Jane pada mantannya itu, jelas semakin membuat dadanya sesak. Ia memilih keluar dari kamar, dan duduk di teras rumah. Berkali kali ia memejamkan matanya, menahan emosi yang ia tahu benar darimana asalnya.
"Ini demi sahabatmu.. lupakan semuanya" gumamnya,
Diam-diam, Mark menaruh hati pada gadis cantik itu. namun ia juga tahu pasti, gadis itupun masih mencintai Alex. Ia tak ingin mengorbankan persahabatannya hanya karena cinta sepihaknya, tapi ia juga tak bisa memungkiri rasa sakit itu mencekiknya.
***
Vau menyetir sepeda motor tua itu bersama dengan Arumi yang duduk di belakangnya. Mereka saling diam, namun memendam perasaan bahagia yang tak terbendung. Motor tua itu terus melaju melewati rumah – rumah sederhana, sebuah masjid besar dan beberapa jembatan tua. Suasana syahdu khas pedesaan merasuk diantara keheningan mereka berdua. Hingga roda motor itu berhenti di depan jalan kecil, dekat sebuah musholla. Gadis berkerudung itu turun dari sepeda motor itu, lalu tersenyum ke arah Vau yang terlihat jelas sekali salah tingkahnya.
"Terima kasih Vau" ucap lembut Arumi,
"aku juga, terima kasih sudah mau membantu kami"
"nggak apa apa, aku Cuma membantu sedikit" tutur santun arumi,
"Kamu habis ini ngapain?" Tanya vau,
"Aku habis ini, emm.. ada acara di surau.. "
"ah.. begitu"
"Kamu sendiri.. ?"
"aku mau ke kuil, kebetulan aku ada acara di kuil" jawab Vau yang hanya sekedar beralasan,
"yasudah kalau begitu, aku masuk ke rumah dulu.. "
"Eh, kalau ada apa-apa, aku boleh telpon nggak?"
Arumi tersenyum lalu mengangguk pelan, Vau merasakan hatinya dipenuhi dengan bunga bermekaran ketika melihat jawaban singkat arumi. Gadis itu berjalan pelan masuk ke dalam pekarangan rumahnya, dengan sesekali menoleh ke arah Vau yang masih menikmati sisa keharuman tubuh Arumi.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/347460215-288-k102962.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
You are my doll || GeminiFourth ||
FanficBagaimana jika seorang pecandu judi bertemu dengan seorang pewaris yang sadis, putra konglomerat dan mafia terkenal? Alex, pemuda berumur 20 tahun . Lahir di keluarga yang kaya membuatnya salah pergaulan dan menjadi seorang penjudi ulung. sayangnya...