****
Dua hari kemudian
Alex berdiri di pinggir kolam, ia menikmati matahari yang tenggelam dengan pelan di balik rimbunan pepohonan. Sesekali, ia menoleh ke belakang melihat sosok Arsen yang memperhatikannya dari jendela rumah. Punggung itu masih berdiri dengan tegaknya, seakan tanpa beban, namun nyatanya ia tengah menantikan sesuatu yang tak pernah benar-benar ia bayangkan. Alex sempat berfikir untuk kabur, dan Arsen sama sekali tidak menahannya, tapi langkahnya kembali. Entah mengapa, ia tidak bisa meninggalkan arsen sendirian. Alex yang sekarang hanyalah orang yang bodoh.
Sementara di balik jendela itu, tubuh arsen tengah berdiri dengan perasaan yang tak menentu. Berlin datang dengan sebuah kabar.
"Tuan, ayah anda menginformasikan bahwa surat ijin sudah keluar. Ayah alex sudah diasingkan untuk sementara, dan para aktivis yang memberikan suara mereka pada ayah alex juga sudah mulai melakukan perlawanan. Tuan besar juga memerintahkan agar anda segera mengeksekusi alex" ujar berlin,
"padahal aku sudah memberinya kesempatan untuk pergi, tapi kenapa dia tetap berada di sampingku?" gumam Arsen,
"Tuan.."
"ternyata dia tidak sepintar itu, " suara arsen mulai gemetar,
"apa kau sudah mengirim berkas-berkas itu?" Tanya arsen kembali,
Berlin menjawab dengan anggukan cepat, lalu merogoh kantong di jasnya. Ia memegang sebotol cairan berwarna putih, lalu memberikannya kepada arsen.
"sesuai dengan permintaan anda, ini adalah racun yang anda pesan"
Arsen hanya terdiam sembari memperhatikan botol kecil itu, dalam hatinya dipenuhi dengan keraguan yang menjulang tinggi. tapi jika tidak dia lakukan, akan ada korban yang lebih banyak yang akan berjatuhan..
"Berikan racun ini padanya, besok pagi. Untuk malam ini, biarkan dia bersamaku, aku ingin menikmati saat saat terakhir dengannya" perintah arsen, yang langsung diterima dengan cepat oleh Berlin.
***
Ketika malam datang,
Alex duduk sembari melihat sebuah lukisan yang kemarin dibuat oleh Arsen. Lukisan yang cukup besar, dimana ada sosok alex yang tengah duduk di jendela. Alex seakan sudah tahu, firasatnya mengatakan bahwa ini adalah malam terakhirnya. Semua itu dapat ia rasakan dari bagaimana arsen memandangnya.
"kenapa kau terus memandangku seperti itu?"
"malam ini, tidurlah denganku.." pinta Arsen,
"bukankah setiap malam aku selalu tidur disampingmu"
"kali ini, biarkan aku memberimu hadiah" ucap lembut arsen, lalu arsen memeluk alex dari belakang.
"apa kau tidak takut?" Tanya arsen kembali,
"takut pada apa"
"pada yang akan terjadi nanti.. "
"apa bedanya, bukankah kau sudah membunuhku sejak hari pertama kita bertemu" kata alex,
"yah kau benar"
Alex membalik tubuhnya, lalu menangkap wajah manis arsen yang berdiri di depannya. Mereka saling berciuman dengan lembutnya, hingga buru nafas mereka terdengar dengan jernih. Alex mengecup leher arsen, hingga meninggalkan bekas merah yang begitu menggairahkan. Kemeja putih yang tengah dipakai alex, dibukanya dengan bebas di hadapan arsen. Pemuda itu hanya terpaku pada kecantikan alex yang begitu menarik dan menggodanya. Arsen mengambil satu kartu As yang tergeletak diatas meja, dan menyuruh alex menggigitnya dengan nakal. Alexpun melakukannya, bahkan arsen bermain – main dengan kartu lainnya dengan menyapunya ke setiap sisi tubuh alex yang putih. Tanpa bertahan lebih lama atas godaan itu, arsen menggendong tubuh alex dan melemparnya ke atas ranjang. Di saat itu, alex hanya memasrahkan diri pada permainan panjang arsen malam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
You are my doll || GeminiFourth ||
Fiksi PenggemarBagaimana jika seorang pecandu judi bertemu dengan seorang pewaris yang sadis, putra konglomerat dan mafia terkenal? Alex, pemuda berumur 20 tahun . Lahir di keluarga yang kaya membuatnya salah pergaulan dan menjadi seorang penjudi ulung. sayangnya...