Chapter 9

115 23 0
                                    

Poompat duduk di kursi kulit hitamnya yang mewah di ruangan kantornya yang luas dan elegan, suasana terasa sunyi, namun hati Up berdebar kencang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Poompat duduk di kursi kulit hitamnya yang mewah di ruangan kantornya yang luas dan elegan, suasana terasa sunyi, namun hati Up berdebar kencang. Ia duduk , berusaha terlihat tenang di balik meja kerjanya yang rapi. Namun, tak bisa disangkal bahwa perasaannya sedang tak menentu. Pikirannya berputar-putar, dan rasa gelisah mulai menguasai dirinya.

Beberapa menit sebelumnya, ponselnya berdering, menampilkan nama Kapten Poom di layar. Poompat langsung mengangkatnya dengan hati-hati, suaranya tetap tenang meski ada kegembiraan yang sulit disembunyikan.

"Poompat, ini Poom," suara Poom terdengar di ujung telepon, seperti biasa, tegas dan penuh keyakinan. "Aku ada di kantormu sekarang. Sebentar lagi aku akan sampai ke ruang kerjamu."Seketika, hati Poompat melompat kegirangan. Namun, ia tetap menjaga suaranya tetap terkendali. "Baik, Poom. Aku akan menunggumu di sini."

Setelah panggilan berakhir, Poompat meletakkan ponselnya dengan tangan yang sedikit bergetar. Ia berusaha mengatur napasnya, mencoba menenangkan diri, tetapi perasaan senangnya terlalu besar untuk diredam. Gelisah, ia berulang kali melirik jam di dinding, berharap waktu berjalan lebih cepat. Setiap detik terasa begitu lama ketika ia tahu bahwa sebentar lagi ia akan bertemu dengan orang yang diam-diam telah menguasai hatinya.

Mata Poompat terus bergerak dari pintu ke jam dinding, lalu kembali ke pintu lagi. Ia mengatur ulang posisinya di kursi, mencoba mencari kenyamanan yang tak kunjung datang. Setiap suara dari luar ruangannya membuat jantungnya berdebar lebih kencang.

"Aku harus tenang," gumam Poompat pada dirinya sendiri. Namun, tidak ada yang bisa menenangkan gejolak di dalam dirinya ketika ia tahu bahwa Poom, pria yang membuatnya merasa hidup dan penuh harapan, sedang dalam perjalanan untuk menemuinya.

Akhirnya, terdengar ketukan di pintu ruangannya. Poompat merasakan napasnya seakan terhenti sejenak. Ia segera membetulkan posisi duduknya, mencoba terlihat tenang dan profesional, meski hatinya terus berdebar.

"Masuk," panggil Poompat dengan suara yang sedikit bergetar.

Pintu terbuka perlahan, dan sosok Kapten Poom muncul, dengan tatapan mata yang kuat dan sikap yang percaya diri. Seolah-olah dunia berhenti sejenak ketika tatapan mereka bertemu. Poompat merasa jantungnya hampir meledak melihat Poom berdiri di ambang pintu, begitu gagah dan penuh wibawa.

Poom melangkah masuk, dan pintu ditutup di belakangnya. "Maaf jika mengganggumu, Poompat," kata Poom sambil mendekat. "Aku pikir kita perlu membahas beberapa hal secara langsung."

Poompat tersenyum tipis, meski di dalam hatinya ada ribuan kata yang ingin ia ucapkan. "Tidak sama sekali, Poom. Aku selalu senang bertemu denganmu."

Suasana di ruangan itu menjadi penuh dengan ketegangan manis yang tak terucapkan. Poompatp merasakan kehadiran Poom begitu kuat, dan meskipun mereka berbicara tentang pekerjaan, hatinya terus berdebar, penuh dengan harapan dan kebahagiaan yang tak bisa ia sembunyikan.

The SurrenderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang