Chapter 10

104 15 0
                                    


Di sebuah hotel mewah di pinggiran kota Bangkok, sebuah suite pribadi yang terletak di lantai paling atas menjadi tempat pertemuan rahasia antara dua pria berpengaruh—Ohm Iam-Samang dan Jean-Luc. Suite itu didekorasi dengan elegan, dengan jendela besar yang menghadap ke pemandangan kota, tetapi di dalam, suasananya terasa mencekam.

Ohm duduk di salah satu sofa kulit hitam, wajahnya tegang. Jean-Luc, pria berkebangsaan Prancis yang terkenal dengan reputasi sebagai penguasa bisnis ilegal, berdiri di dekat jendela, menatap keluar dengan tenang. Dia adalah pria paruh baya yang berpenampilan rapi, tetapi ada aura bahaya yang mengelilinginya.

Jean-Luc akhirnya memecah keheningan. "Jadi, apa rencanamu dengan keponakanmu, Ohm? Kau tahu bahwa dia mulai menjadi ancaman nyata bagi kita."

Ohm menghela napas panjang, ekspresinya mencerminkan kegelisahan. "Aku sudah mencoba menyingkirkan Poompat dengan cara yang halus, tetapi dia lebih keras kepala daripada yang aku duga. Dan sekarang, tampaknya dia mendapatkan dukungan dari Kapten Polisi Poom."Jean-Luc mengangkat alisnya. "Kapten Poom? Bukankah dia yang menangani kasus kematian sekretarismu, Nona Zein? Ini bisa menjadi masalah serius."

Ohm mengangguk, wajahnya semakin serius. "Ya, dan informasi yang kudapatkan dari anak buahmu mengonfirmasi kecurigaanku. Poom dan Poompat sudah berhasil mengumpulkan beberapa bukti yang bisa menyeret kita berdua. Ini tidak bisa dibiarkan."

Jean-Luc tersenyum tipis, tatapan matanya dingin. "Laporan terbaru dari anak buahku mengungkapkan bahwa Poom dan Poompat semakin dekat. Mereka sering bertemu, dan ini berarti Poompat bisa mendapatkan perlindungan langsung dari polisi. Ini buruk untuk kita, Ohm. Mereka bisa mengungkap semua kegiatan kita."

Ohm mengepalkan tangannya, kemarahan membara di dalam dirinya. "Poompat seharusnya tidak pernah tahu apa pun tentang bisnis kita. Tapi sekarang, dengan keterlibatan Kapten Poom, situasinya menjadi lebih rumit."

ean-Luc berjalan mendekati Ohm, tatapannya tajam. "Kita tidak punya banyak waktu. Jika mereka sudah memiliki bukti, kita harus bertindak cepat. Apa pun yang terjadi, Poompat harus disingkirkan sebelum dia membawa semua ini ke pengadilan."

Ohm menatap Jean-Luc dengan penuh kebencian. "Aku tidak ingin melakukannya, tapi sepertinya kita tidak punya pilihan lain. Poompat mungkin keponakanku, tetapi dia bukan keluarga lagi jika dia memilih untuk melawan aku."

Jean-Luc mengangguk, lalu memberi sinyal kepada anak buahnya yang berdiri di sudut ruangan. Pria itu segera mendekat dan membisikkan sesuatu di telinga Jean-Luc.Jean-Luc mendengarkan dengan seksama, kemudian berbalik kepada Ohm. "Kita sudah menyiapkan orang-orang yang akan menangani ini. Poompat tidak akan punya kesempatan untuk melarikan diri lagi. Namun, kita harus berhati-hati. Kapten Poom tidak boleh menyadari apa yang kita rencanakan."

Ohm mengangguk setuju. "Lakukan apa yang perlu dilakukan, Jean-Luc. Jangan sampai gagal lagi. Aku tidak ingin melihat kerajaan bisnisku hancur hanya karena satu anak yang keras kepala."Jean-Luc tersenyum penuh arti, lalu menepuk bahu Ohm. "Tenang saja, Ohm. Dalam waktu dekat, Poompat akan hilang dari permainan ini, dan kita akan kembali memegang kendali penuh."

Pertemuan itu berakhir dengan kesepakatan untuk menyingkirkan Poompat secepat mungkin, tanpa meninggalkan jejak. Ohm dan Jean-Luc tahu bahwa ini adalah langkah yang harus diambil untuk melindungi diri mereka dan bisnis gelap yang telah mereka bangun selama bertahun-tahun. Namun, di balik rencana jahat itu, mereka tidak menyadari bahwa Poompat dan Kapten Poom sudah beberapa langkah di depan, siap menghadapi setiap ancaman yang datang.


#####

Flash back

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Flash back

Di sebuah ruang rapat gedung kantor Poompat yang sunyi, Nona Zein duduk dengan gelisah di kursinya. Ruangan itu dihiasi dengan perabotan modern dan dilengkapi dengan sistem presentasi canggih, namun saat ini, suasananya terasa tegang. Di hadapannya, Ohm Iam-Samang berdiri dengan sikap tenang namun menekan, memancarkan aura intimidasi yang sulit diabaikan.

"Zein, kau tahu mengapa aku memanggilmu ke sini," suara Ohm terdengar dingin, penuh otoritas. "Aku butuh semua informasi terbaru tentang proyek-proyek besar Poompat, terutama yang berkaitan dengan proyek raksasa yang baru saja ia tandatangani."

Zein menggigit bibirnya, berusaha mengumpulkan keberanian. "Tuan Ohm, saya sudah memberitahu Anda segala yang saya tahu. Poompat sangat tertutup tentang proyek-proyek besarnya belakangan ini. Sulit untuk mendapatkan informasi lebih."

Ohm memicingkan matanya, ekspresinya semakin tajam. "Jangan berbohong padaku, Zein. Kau tahu bahwa aku tidak akan menerima alasan. Kau bekerja untukku, dan kau harus melaporkan semuanya kepadaku."

Zein menundukkan kepalanya, merasa bersalah. "Tapi, Tuan Ohm, Poompat telah sangat baik kepada saya. Dia menghargai saya sebagai sekretarisnya, bahkan sering memberikan hadiah sebagai penghargaan. Saya... saya merasa bersalah karena mengkhianatinya."

Ohm menggelengkan kepalanya dengan tidak sabar, mendekati Zein dengan langkah-langkah yang terukur. "Kau tahu apa yang akan terjadi jika kau berhenti melaporkan kepadaku, Zein. Kau sudah terlalu dalam untuk mundur sekarang."

Perasaan bersalah semakin menghantui Zein. Dia tidak bisa lagi membayangkan terus mengkhianati Poompat, yang selalu memperlakukannya dengan baik dan penuh penghargaan. "Tuan Ohm, saya ingin berhenti. Saya tidak bisa melakukan ini lagi. Poompat tidak pantas dikhianati seperti ini."

Ohm memandang Zein dengan pandangan tajam, tanda-tanda kemarahan mulai terlihat di wajahnya. "Kau mulai membangkang, Zein? Kau tahu apa yang akan terjadi jika kau tidak mematuhi perintahku. Kau tidak bisa lari dari ini."

Zein, dengan seluruh keberaniannya, berdiri dari kursinya. "Saya tidak peduli lagi, Tuan Ohm. Saya tidak bisa terus melakukan ini. Saya harus memberitahu Poompat yang sebenarnya.""Oh, jadi kau pikir bisa lari begitu saja?" suara Ohm berubah menjadi ancaman dingin. "Jangan bodoh, Zein. Kau tidak akan pernah berhasil."

Zein tidak menjawab, dia hanya menatap Ohm dengan tekad yang baru ditemukan sebelum akhirnya berbalik dan berlari keluar dari ruang rapat, menuju kantor Poompat. Langkahnya cepat, napasnya mulai tersengal, namun tekadnya untuk mengakhiri pengkhianatannya mengalahkan segala ketakutan yang ia rasakan.

Saat Zein mendekati kantor Poompat, dia merasa ada yang mengejarnya. Ketakutan mulai menyelimutinya, namun dia tidak berhenti. Dia tahu apa yang dia harus lakukan. Namun, sebelum dia bisa mencapai pintu, dua pria berbadan kekar—anak buah Ohm yang juga bekerja untuk Jean-Luc—berhasil menyusulnya.

Panik, Zein mencoba membuka pintu kantor Poompat, tetapi salah satu pria itu menariknya dengan kasar. Zein menjerit, berusaha melepaskan diri, tetapi kekuatannya tidak sebanding dengan pria-pria itu. Mereka menyeretnya kembali ke ruang kerja Poompat, dan dalam pergulatan yang kacau, salah satu dari mereka mengeluarkan pistol.

"Tolong... jangan..." Zein memohon dengan suara yang bergetar, air mata mulai mengalir di wajahnya. Namun, pria itu tidak menunjukkan belas kasihan. Dia menarik pelatuknya, menembak Zein tanpa ragu, mengikuti instruksi Ohm.

Zein terjatuh ke lantai, tubuhnya bersimbah darah. Matanya yang penuh ketakutan mulai meredup, dan napas terakhirnya dihembuskan dalam keputusasaan. Poompat, yang tidak mengetahui apa yang terjadi, tidak pernah bisa menolong sekretaris yang setia namun terjebak ini.

Ohm, yang telah mengawasi kejadian itu dari jarak aman, segera menuju ruang kontrol CCTV. Dengan tenang, dia mengalihkan perhatian petugas dan memastikan bahwa rekaman pembunuhan itu dihapus. Tidak ada bukti yang tersisa, tidak ada jejak yang bisa mengaitkan dia dengan kejahatan tersebut. Semua telah disiapkan dengan rapi, meninggalkan Poompat dalam kegelapan, tidak tahu bahwa pengkhianatan terbesarnya datang dari pamannya sendiri, orang yang selama ini ia percayai.


#####



The SurrenderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang