Chapter 15

92 14 1
                                    

Poompat terbangun dari tidurnya dengan perasaan yang jauh lebih baik. Demam yang semalam melandanya sudah mereda, dan tubuhnya terasa lebih segar. Namun, yang membuatnya sedikit terkejut adalah fakta bahwa Poom masih memeluknya dari belakang, erat namun lembut, seolah memastikan bahwa tidak ada bahaya yang bisa mendekatinya.

Poompat berusaha tidak membuat suara saat dia dengan hati-hati berbalik menghadap Poom. Di hadapannya, Poom masih terlelap dalam tidur, wajahnya terlihat begitu damai. Wajah itu, dengan fitur sempurna yang bagai pahatan seorang dewa Yunani, benar-benar memukau Poompat. Rahang tegas, hidung mancung, bibir agak tebal namun serasi dan terkesan seksi dan  tampak sempurna bahkan saat tertutup, semua terlihat seperti ciptaan seorang seniman ulung.

Kulit Poom yang putih dan halus, bagaikan kulit bayi, membuat Poompat merasa terdorong untuk menyentuhnya. Perlahan-lahan, dengan penuh kehati-hatian, dia mengangkat tangannya dan dengan lembut menyentuh pipi Poom. Sentuhannya nyaris tak terasa, seolah dia takut membangunkan sang kapten dari tidurnya yang tenang.

Namun, sentuhan itu cukup untuk membuat Poom terbangun. Perlahan, matanya mulai terbuka, menunjukkan sepasang mata yang masih sedikit kabur karena baru bangun. Tapi ketika Poom melihat Poompat, bibirnya melengkung dalam senyuman yang lembut namun cukup untuk menggetarkan hati Poompat.

Jantung Poompat mulai berdebar keras, menimbulkan sensasi aneh yang tak biasa di dalam dirinya. "Poom... kamu sudah bangun," bisiknya, suaranya nyaris tercekat karena perasaan yang meluap-luap di hatinya.

Poom tersenyum lebih lebar, matanya yang masih setengah terbuka terlihat hangat dan penuh perhatian. "Selamat pagi, Poompat. Bagaimana perasaanmu? Sudah merasa lebih baik?"

Poompat mengangguk pelan, berusaha menenangkan debaran jantungnya yang begitu keras. "Aku sudah jauh lebih baik. Terima kasih karena telah menjagaku semalam."

Poom mengusap punggung Poompat dengan lembut, matanya menatap penuh kasih. "Tentu saja, Poompat. Aku akan selalu menjagamu. Kamu sangat berarti bagiku."

Kata-kata Poom membuat Poompat semakin terhanyut dalam perasaannya. Tak pernah ia merasa seaman ini, seolah tidak ada yang perlu ia khawatirkan selama Poom ada di sisinya. Namun, di balik semua rasa bahagia itu, Poompat juga merasakan ketakutan kecil—takut bahwa mungkin perasaannya terhadap Poom terlalu dalam, dan mungkin juga Poom tidak merasakan hal yang sama. Tapi saat ini, ia membiarkan dirinya tenggelam dalam kehangatan pelukan Poom, berharap bahwa mungkin, suatu hari nanti, Poom akan merasakan hal yang sama.

Kenyamanan yang dirasakan Poompat pagi itu tiba - tiba harus terhenti oleh dering telpon yang ia tahu pasti itu Jim. Atas saran Poom, ia mengganti handphone nya dan hanya menyimpan kontak Poom dan Jim, sedangkan untuk urusan bisnis ia melimpahkannya kepada Jim dan Jim akan memberikan laporan kepadanya. Bahkan ayah dan ibunya pun tidak ia beri nomor barunya untuk menghindari kebocoran informasi keberadaaannya. Sungguh Poompat merasa kesal dengan kondisi ini karena ia tidak sebebas dulu namun ia harus sabar manjalani semua demi kemanannya juga.

"Jim, ada apa?" Poompat bertanya, nada suaranya langsung serius. Poom bangkit dari tidurnya, mengamati dan ikut serius mendengarkan.

"Tuan, saya baru saja menerima kabar dari Axel," jawab Jim, suaranya terdengar tegang di ujung telepon. "Dia mendapatkan informasi tambahan mengenai Ohm dan Jean-Luc."

Wajah Poompat menegang, merasa jantungnya mulai berdetak lebih cepat. "Apa yang Axel temukan?"

"Menurut Axel, mereka sedang merencanakan sesuatu yang besar. Ohm dan Jean-Luc saat ini tengah berada di Prancis, mengadakan pertemuan bisnis. Salah satu topik utama yang mereka bahas adalah upaya untuk menculik Anda lagi," jelas Jim.

The SurrenderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang