6. Isn't That Odd?

161 22 0
                                    


"Aku akan menikah."

Seperti di rumah Rhea sebelumnya, Maven tanpa basa-basi mengatakan maksud tujuannya membuat Tony menatapnya dingin. Dan hujan lebat seketika mengguyur sore ini. Pria tua itu bahkan mengorek kupingnya khawatir dia salah dengar sebelum kembali melihat ketenangan sikap cucunya. Dia kemudian berdiri dan berjalan menuju pintu ruang kerja.

Maven menghela napas sebelum menambahkan, "Jadi, aku mohon untuk menemaniku mengunjungi keluarga calon istriku."

Langkah kaki Tony berhenti tepat di depan pintu. Dia yang hendak memegang gagang pintu menoleh. "Memangnya kapan kalian akan menikah?"

"Tiga hari lagi."

Tony memejamkan mata, membuang napas, lalu berbalik. Kesal, langkahnya yang mendekati Maven cukup cepat. Sebelum cucunya sempat bereaksi, dia sudah memukul bahunya dengan tongkat hingga Maven terkejut. "Dasar keparat, kau tidak bisa menikah cepat hanya karena aku menyuruhmu. Perempuan mana yang kau bayar, hah?"

Maven mengusap bahunya. "Kami pernah berpacaran ketika masih muda. Ketika aku melanjutkan pendidikan di luar negeri, kami pun putus kontak. Begitu kembali, aku mendengar dia sudah memiliki kekasih. Lalu, hubungan mereka akhirnya berakhir. Aku tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan itu."

"Jadi, kau memutuskan untuk memilikinya kembali?"

"Benar."

Bagaimana manik mata pria itu tidak goyah membuat Tony mendesah lega. Dia pikir cucunya penyuka sesama jenis yang seperti ia dengar dari desas-desus kantor ternyata tidak. Dan nyatanya cucunya memiliki wanita yang ia sukai ....

Baru saja duduk, Tony kembali berdiri dan memukulnya lagi, kali ini dengan tangan. "Kau bajingan nakal."

Hampir saja ia mempercayai anak nakal ini. Maven Williams sangat ahli berbohong tanpa berkedip.

"Berhentilah memukulku. Aku sudah sebesar ini," desis Maven. "Inilah sebabnya cucumu yang lain tidak betah kemari."

"Kau!" Tony mengangkat tongkatnya, tetapi Maven sudah siap ingin menghindar. Meletakkan kembali tongkat ke lantai, dia berdecak. "Maka berhentilah berbohong!"

Maven berdiri dan mengusap bahu Tony, mencoba menenangkannya. "Sudahlah, Kek. Cukup percaya saja, oke? Bukankah kamu ingin cucu?"

Tony berdecak lagi sambil memalingkan wajah. "Siapa dia?"

"Rhea Pramidita anak mendiang Hans Hadikusumo."

Nama pria yang tidak asing itu membuat Tony mengerutkan dahi. "Maka itu kau meletakkan perencanaan akuisisi perusahaan itu di mejaku pagi ini?"

Maven tidak menjawab, namun dari ketenangannya pria itu tidak mengelak.

"Astaga," bisik Tony sambil mengambil ponsel. "Katakan pada ibumu juga. Dia pun akan ikut malam ini."

Memikirkan siapa yang dibicarakan Tony, wajah Maven sedikit berubah tidak sedap. Namun dia tidak bisa menolak perintah kakeknya.

***

"Maaf, kami datang di cuaca seperti ini," Tony William berkata setelah mereka saling berkenalan dan Ivanka mengajak mereka masuk.

Ivanka tertawa pelan. "Cuaca memang tidak bersahabat, tapi apakah Anda semua berkendara dengan lancar?"

"Ya, sangat baik."

Rhea pernah bertemu Tony Williams di acara amal tahunan di salah satu hotel ternama di ibu kota. Saat itu dia menemani orang tuanya dan menyapa Tony. Itu sudah lama dan dia tahu pria paruh baya ini tidak mungkin mengingatnya karena tak sedikit yang ingin menyapa seorang Tony Williams.

The Billionaire's BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang