Apa yang diharapkan Rhea sepertinya sedikit tidak sesuai dengan keinginannya. Ketika dia ingin pernikahan sederhana saja, Tony menolak dengan halus.
"Ya, itu bagus. Tetapi pihak kami perlu mengundang beberapa orang penting. Kurang lebih begitu yang kakekku katakan."
Artinya, sesederhana apa pun perlu diadakan pesta. Rhea mengerang pelan dengan katalog di pangkuannya di ruangan yang memajang beberapa gaun pengantin.
Maven yang duduk di sebelahnya berbicara lagi, "Kemungkinan hanya sekitar 50 orang penting saja. Direksi juga perlu diundang mau bagaimana pun."
"Jujur saja, kakekmu sepertinya tidak ingin membiarkanku hidup tenang."
Maven tersenyum tipis. "Bagaimana dengan pihakmu? Ibumu pasti ingin hal yang sama untuk pernikahan putri satu-satunya."
Bicara tentang ibunya, Rhea membisu. Dia masih ingat wajah kaget Ivanka tadi malam setelah dia mengatakan ingin menggelar acara itu secara sederhana, sebelum berubah sedih. Dan dia pura-pura tidak memperhatikan.
Selang beberapa menit diam, dia bertanya, "... Apakah penting merayakannya secara besar-besaran?"
"Untuk kita semua, ya."
Lagi, Rhea terdiam. Namun kali ini dia tertegun dan menatap cepat Maven. Kita semua, ya ....
"Kembali lagi, pilihan ada di tanganmu."
Rhea mengangguk pelan. Benar, yang menikah adalah dia.
"Ibumu pasti menghormati keputusanmu."
Lagi, Rhea mengangguk. Dia hanya perlu bicara dari hati ke hati dengan Ivanka.
"Serahkan tentang kakek padaku. Walau agak sulit, aku akan mencoba bicara dengannya." Maven melirik Rhea yang berubah agak kaku dengan tampang rumit. "Kamu tidak perlu khawatir."
"..." Sial. Pria ini tahu bagaimana membuatku merasa bersalah.
Pintu ruangan pribadi itu terbuka dan sosok wanita muda muncul dengan senyum cerah. "Mbak Rhea, bagaimana? Sudah memikirkan gaun seperti apa yang Anda inginkan? Tidak usah khawatir tentang waktu yang mendadak, kami akan membuatkan gaun impian Anda dengan sempurna untuk hari bahagia dan memorial nanti."
Ekspresinya menjadi semakin kompleks, berbeda dengan Maven yang tetap tenang dan santai.
Setelah konsultasi dan diskusi panjang lebar, akhirnya selesai di sore hari. Rhea dan Maven keluar dari gedung tersebut dengan ditemani wanita tadi bersama asistennya, yang mengantar kepergian mereka.
Berhenti di depan mobil, Maven tiba-tiba bertanya, "Pernakah kamu berciuman?"
Pertanyaan itu sontak saja membuat Rhea berbalik kaget. "Ha?"
Sementara itu di sebuah mobil kaca gelap yang terparkir cukup jauh, Henry mengawasi mereka diam-diam. Dia melihat sosok wanita yang berdiri bersama Maven di samping mobil. Mereka tampak berbincang dan dia tidak bisa mendengar obrolan mereka.
"Siapa tadi namanya?" tanyanya tadi malam saat Gemma menghubunginya.
"Rhea Pramidita. Ayahnya menjalankan perusahaan finansial dan beberapa hari lalu meninggal."
"Rhea ...," dia bergumam. Padahal dia sangat yakin Maven tidak pernah dekat dengan seorang wanita akhir-akhir ini. Jadi, bagaimana bisa dia akan menikah? Ini sungguh aneh hingga membuatnya menyeringai. Entah kenapa ia yakin hubungan kedua orang itu bukanlah pasangan.
Tepat saat itu juga, senyumannya tiba-tiba luntur. Ekspresinya berubah serius begitu melihat Maven dan Rhea berciuman.
Kembali pada Maven dan Rhea, dia sudah menangkup wajah kecil calon istrinya dan membungkuk untuk menciumnya. Dia mencoba yang terbaik yang dia bisa untuk tetap bergerak lembut agar Rhea bisa menikmati ciuman mereka. Dan nyatanya selang beberapa saat, dia bisa merasakan wanitanya santai
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Bride
Romance#1 Billionaire Club Series Setelah mengetahui pengkhianatan pacar dan sahabat yang ia percayai ditambah lagi kepergian ayahnya, Rhea Pramidita benar-benar terpuruk dan putus asa. Lalu seorang pria muncul mengulurkan tangannya kepada Rhea. "Kau bisa...