Mawar Biru 10.

13 11 0
                                    

Setelah itu Dokter berserta susternya pun keluar dari ruang Kara, lalu Dokter langsung berjalan ke arah mereka semua yang sedang duduk, semuanya yang melihat Dokter langsung bangun dari tempat duduk mereka terutama Zieken yang menjadi wali dari Kara.

"Dok.. Gimana ke adaan Kara?" tanya Zieken yang sudah berdiri.

"Keadaan pasien sempat kritis beberapa kali namun sekarang sudah membaik, tapi belum bisa di pastikan kapan pasien akan terbangun, karna keadaannya yang cukup buruk bisa jadi membutuhkan proses yang lama untuk pasien bisa terbangun," jelas sang Dokter yang dapat di dengar oleh semuanya yang ada di sana.

"Dan wali dari pasien silakan ikut perawatan kami, ada sedikit berkas-berkas yang barus di jelaskan," lanjut Dokter itu lagi, Zieken yang menjadi wali Kara karna Akandra dalam kondisi yang tidak baik pun pergi dengan perawat yang di maksud oleh Dokter, sedangkan temen-temen yang lain sudah di izinkan masuk ke ruang Kara.

Akandra yang juga ikut masuk terduduk lemas di lantai ruang Kara, setelah melihat Kakaknya yang memiliki banyak sekali luka di tubuhnya, keningnya di perban, lengannya, bahkan terlihat dengan jelas lembab-lembab yang ada di wajah dan lehernya.

"Kak.. Maaf, gue gak bisa jadi kayak dia yang bisa ngelindungin lo di saat-saat itu" ucap Akandra kembali menangis, saat itu ia teringat akan sosok seseorang yang pernah berdiri di hadapan dirinya dan Kakaknya untuk melindungi mereka dari amukan Dali dan Herlina.

Flashback on...

"Minggir kamu Putra! Kamu gak berhak ikut campur urusan keluarga orang lain!" ucap Herlina dengan nada tinggi kepada Putra yang berdiri memasang badan di depan Kara dan Akandra yang sudah terduduk di lantai dengan Akandra yang memeluk Kara.

"Sorry.. gue gak berhak? Hhh.. Lo kali yang gak berhak ngatur-ngatur gue, lagian lo kira perlakuan lo sama anak-anak lo itu, gak melanggar hak hukum kekerasan pada anak?" jawab Putra dengan nada yang di tekankan pada tiap katanya.

"Jaga ucapan kamu Putra!" ucap Dali membelah istrinya yang sudah tidak bisa berkata-kata lagi.

"Hhh.. Kenapa? Lo kira gue gak berani laporin apa yang udah selama ini lo perbuat hah?" jawab Putra lagi menatap Dali dan Herlina bergantian.

"Udahlah ya, gue punya banyak benget bukti untuk nyeplosin kalian ke penjara, bahkan kalau kalian sewa pengacara yang terbaik dan termahal gak akan cukup ngebuat kalian menang, karna bukti gue lebih kuat" lanjut Putra semakin menjadi-jadi, membuat Herlina dan Dali marah.

"Memang bukti apa yang kamu punya!?" tanya Herlina mulai bersuara lagi.

"Banyak, bukti video saat kekerasan terjadi, bukti saksi, bukti sempel, bukti lewat pesan suara, bukti lokasi, tempat kejadian, tempat yang sering terjadi, luka-luka korban, identitas pelaku, info semua tentang pelaku" jawab Putra yang berhasil membuat kedua suami, istri itu takut.

Setelah mengatakan hal itu dan membuat keduanya takut, Putra pun berbalik banda dan membantu Akandra serta Kara berdiri, lalu mengatakan akan membawa mereka berdua untuk tinggal bersamanya mulai detik itu.

"Gue bakal bawah kedua adek gue ini, dan mulai detik ini mereka bakal tinggal bareng gue, jangan harap kalian bisa sentuh mereka lagi selama masih ada gue" ancam Putra dengan nada serius dan tatapan tajamnya kepada Herlina dan Dali yang terdiam.

Flashback off...

Alexa yang melihat Akandra yang seperti itu hanya bisa berlutut di hadapan Akandra lalu menariknya ke dalam pelukannya, bukan hanya Zieken yang menganggap Akandra dan Kara adeknya, tapi juga Alexa yang menganggap Kara saudaranya, dan Akandra adeknya.

Sedangkan Arselio, Alin, dan Alvin, hanya bisa terkejut mendengar Akandra yang memanggil Kara, Kakak, mereka baru tau kalau Akandra adalah adek dari Kara, sedangkan Kara ia terbangun dan mendengar suara adeknya yang menangis meminta maaf padanya karna tidak bisa melindungi dirinya, seperti seseorang orang ada di masa lalu, Kara pun menoleh ke arah sumber suara.

Mawar Biru Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang