Prolog

445 50 20
                                    

LITHIUM
By Evanescence 👇
Play this song for better experience

Mercedes hitam itu melesat di sepanjang jalan, diselimuti oleh kegelapan. Si pengemudi yang masih muda terlihat membungkuk di atas kemudi saat konsentrasinya perlahan memudar dan kian buyar. Mobilnya terus melaju dengan kecepatan tinggi, bergerak semakin zigzag saat ia memasuki lalu lintas yang lebih ramai. Cahaya lampu tiang jalan menembak dari berbagai arah, tapi kerlip cahaya yang berwarna-warni semakin menyakitkan matanya. Dia berusaha menghindari penyebrang jalan maupun kendaraan yang melesat dari arah berlawanan.

Umpatan demi umpatan melayang dari beberapa pengemudi pada si pemuda. Cara berkendaranya yang sembrono jelas mengundang bahaya bagi pengguna jalan lainnya. Jalanan ini cukup ramai bahkan pada pukul sebelas malam. Toko, kafe, restoran, dan pejalan kaki berlimpah di sini. Si pengemudi tidak ingin melihat darah orang lain menodai kendaraannya, jadi dia fokus menghindari penyebrang jalan.

"Sialan! Apa dia mabuk?"

"Pengemudi laknat!"

"Kendalikan dirimu, bajingan!"

Lagi, kata-kata kasar dan seruan terkejut mewarnai suasana. Seakan situasi masih kurang buruk bagi si pengemudi, gerimis tiba-tiba turun perlahan. Tetesan air membasahi kaca depan, mencabik penglihatan. Sungguh, pemuda itu ingin mengendalikan diri tapi nyatanya ia tak bisa. Kemudian, sewaktu-waktu dia melihat seorang pejalan kaki yang bergegas menghindari hujan, dia membelokkan kemudi. Wajah-wajah berdatangan dan melahirkan bayang-bayang memusingkan. Si pengemudi tiba-tiba melakukan manuver yang mengejutkan, berbelok ekstrim ke sisi kiri menyebabkan bagian depan mobilnya membentur trotoar dengan brutal.

Teriakan ngeri bersahutan ketika mobil itu terus meluncur ke pelataran sebuah kafe yang telah tutup. Bagian depannya terdiri dari dinding kaca yang seketika hancur berkeping-keping dihantam kendaraan yang melaju gila-gilaan. Suara hingar bingar menyakitkan telinga siapa pun yang berada di tempat kejadian. Pekikan dan jeritan ngeri pun bergema memperburuk kekacauan.

"Astaga! Lihat itu!"

"Demi Tuhan!"

"Panggil polisi, sekarang!"

Mesin mobil itu masih menggeram-geram sebelum akhirnya mati. Telungkup di atas kemudi, wajah si pemuda tampak merah keunguan dengan pelipis mengucurkan darah.

Air memercik dari bawah sepatu para petugas polisi. Angin berputar-putar menaikkan aroma petrikor yang pekat di mana-mana, dan gerimis masih turun menerpa atap mobil polisi yang baru saja tiba di lokasi.

"Kita butuh ambulan," seru salah satu petugas yang bergegas mendekati Mercedes hitam nahas itu.

Berdiri di depan kilatan cahaya merah biru lampu mobil patroli, seorang petugas lain bicara pada handy talkie memanggil petugas paramedis agar datang secepatnya.

Kaca mobil Mercedes mengalami kerusakan walaupun tidak hancur sepenuhnya, sementara keadaan ruang utama kafe porak poranda. Pasti ada kerugian yang cukup besar, demikian si petugas memperhitungkan. Dia lalu membungkukkan badan untuk melihat jelas ke arah si pengemudi.

"Sir!" panggilnya.

Tak ada reaksi. Dengan keahliannya, si petugas berhasil membuka pintu kemudi untuk memeriksa kondisi si pengemudi.

"Dia pingsan! Kau sudah menghubungi paramedis?" Ia menoleh pada salah seorang rekan.

"Mereka akan tiba dalam lima menit."

Mata si petugas menyapu area tersebut dengan ketepatan seperti elang, tidak melewatkan satu detail pun. Alisnya berkerut, bibirnya membentuk garis tegas saat dia mengamati setiap petugas yang bekerja di sekeliling. Salah satu ada yang bertanya pada pejalan kaki yang berada di lokasi.

"Mobil itu melaju ugal-ugalan, menerobos lampu lalu lintas," seorang wanita yang berlindung di bawah payung berkata pada polisi.

"Seseorang di sana bahkan terjatuh untuk menghindarinya." Dia menunjuk ke satu arah.

"Bisa dipastikan dia mengemudi dalam kondisi mabuk." Yang lain ikut bersuara, sisanya hanya diam dan menonton. Beberapa orang kehilangan minat, mulai pergi satu per satu. Kecelakaan tunggal seperti sekarang bisa dikatakan hal yang biasa terjadi di perkotaan. Pengemudi mabuk berkeliaran mengancam keselamatan banyak orang.

Tak lama kemudian satu unit ambulan tiba, disusul dua orang petugas paramedis melompat turun. Mereka menyiapkan sebuah tandu. Dengan hati-hati, mereka mengeluarkan si pengemudi dan membaringkannya di tandu untuk segera dibawa ke rumah sakit.

Petugas yang pertama kali tiba mengamati sosok pemuda itu. Dia terlihat kacau, walaupun pakaian yang dikenakan tampak berkelas dan mahal. Selain pelipis yang berdarah, kening dan pangkal hidungnya tampak memar. Wajah tampannya mengernyit melahirkan ekspresi orang pingsan yang aneh.

Ada kemarahan, rasa sakit, dan rasa shock yang dalam.

Author's Note :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Author's Note :

Dear reader 💕

My first Spirealm Fanfiction
Please vote and coment

See you next chapter 😉

Love❤

Evil Love (The Spirealm) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang