Untuk sesaat, keduanya terdiam. Ling Jiushi merasakan firasat buruk bahwa pekerjaan yang kedua pun akan menuntutnya untuk melanggar banyak privasi orang. Sementara di depannya Ruan Lanzhu masih duduk tegak. Melihat ekspresi kuyu Ling Jiushi dan mendengar helaan napas beratnya berkali-kali, Ruan Lanzhu tiba-tiba merasa sedikit kasihan.
"Kau lelah, Lingling?" ia bertanya, nada suaranya melembut.
"Tidak," jawaban Ling Jiushi jelas bohong, tapi ia mengatakannya dengan cepat. "Aku sudah menyetujui semua kesepakatan denganmu. Bahkan menerima uang dan hadiahmu."
"Anak baik." Senyum Ruan Lanzhu lebih rileks kali ini.
"Lupakan sejenak pekerjaan itu. Bagaimana kalau kita nikmati makanan yang kau bawa," katanya, melirik kantong plastik berisi kotak makanan dan dua gelas kopi.
Ling Jiushi hampir mengabaikan hal ini. Sedikit lega karena Ruan Lanzhu tidak bereaksi berlebihan, dia mulai membongkar kotak makanan dan menyajikan kopinya. Dia mencoba membuat sikapnya santai tapi ia gagal total saat sedetik kemudian mata gelap Ruan Lanzhu menatap matanya. Ekspresinya sulit dipahami, antara senang dan sedikit cemas. Ling Jiushi menggeliatkan jemari, tidak nyaman, terhipnotis oleh tatapannya saat rona merah perlahan menyebar di wajahnya.
"Apa yang kau belikan untukku?" tanya Ruan Lanzhu, mengatasi kecanggungan sambil melirik gelas kertas besar di depannya.
"Cold brew dengan espresso double shoot," Ling Jiushi menatapnya, penasaran dengan reaksi Ruan Lanzhu. Dia tidak pernah bertanya tentang kopi favoritnya baik secara langsung maupun pada Chen Fei, dia hanya memilih sesuai pengamatan. Dia bisa melihat senyum samar di bibir Ruan Lanzhu, lalu pemuda itu mulai meneguk minumannya sedikit.
"Bagaimana kau bisa tahu kopi kesukaanku?" ia bertanya.
Ling Jiushi mengangkat bahu. "Entahlah. Kupikir kau tipe orang yang ambisius dan tegas, orang sepertimu membutuhkan minuman yang kuat dan enerjik untuk mendukung gaya hidupmu."
"Wah, analisis yang bagus. Kau benar, aku selalu membutuhkan kafein yang kuat untuk tetap berada di puncak permainan." Ruan Lanzhu meneguk kopinya lagi lantas melanjutkan, "Terkadang kupikir nalurimu lebih tajam dariku, dan bisa menakutkan suatu waktu."
"Menakutkan?" Ling Jiushi tertawa kecil. "Faktanya, kau menindasku."
"Jadi kau merasa ditindas?
"Sedikitnya aku merasa begitu, bagaimanapun kau memaksaku pada awalnya hingga aku terpaksa menjual diri demi uang satu juta yuan dan satu unit Chevrolet."
Ruan Lanzhu mengangkat sebelah alisnya, tidak terpengaruh oleh pilihan kata yang kasar. "Hmmm, harga yang cukup bagus, bukan? Jika tidak, lalu mengapa wajahmu tampak lebih bersemangat dan segar dibandingkan sebelum bertemu denganku?"
Ling Jiushi menahan batuknya, pura-pura sibuk membuka kotak makanan.
"Ucapanmu tidak benar. Aku kurang tidur selama berhari-hari," elaknya, lalu meneguk kopinya lebih banyak.
"Bahkan kau terlihat sangat tampan saat kurang tidur," goda Ruan Lanzhu, tidak bermaksud hanya mengatakannya. Sebenarnya ia memuji dengan tulus. Namun di telinga Ling Jiushi, lagi-lagi itu terdengar seperti hinaan.
"Omong kosong," desisnya, cemberut.
"Mengapa kau kurang tidur? Karena memikirkan aku?"
"Mengintai Xia Jie," tukas Ling Jiushi gusar. Bisa-bisanya pemuda itu terus mengejeknya yang sudah bekerja keras.
Ruan Lanzhu tertawa perlahan, lalu tangannya mulai menjangkau kotak makanan.
"Ngomong-ngomong, adikku sudah keluar dari rumah sakit," ujar Ling Jiushi tidak paham mengapa ia harus memberitahukan hal ini pada Ruan Lanzhu. Dia khawatir pemuda itu meremehkannya karena topik tidak penting. Nyatanya Ruan Lanzhu melebarkan mata dan tampak lega.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evil Love (The Spirealm)
Fanfiction𝐎𝐧𝐜𝐞 𝐲𝐨𝐮 𝐥𝐨𝐨𝐤 𝐢𝐧𝐭𝐨 𝐭𝐡𝐞 𝐝𝐞𝐯𝐢𝐥'𝐬 𝐞𝐲𝐞𝐬 𝐘𝐨𝐮 𝐰𝐢𝐥𝐥 𝐭𝐮𝐫𝐧 𝐢𝐧𝐭𝐨 𝐭𝐡𝐞 𝐝𝐞𝐯𝐢𝐥 𝐭𝐨𝐨 Tiga bulan setelah kehilangan pekerjaannya sebagai seorang programmer di sebuah perusahaan, Ling Jiushi tiba-tiba mendapatkan...