Ruan Lanzhu masih menatapnya dengan ekspresi bangga karena telah membuat lawan bicaranya tercengang.
"Kau masih mengingatku," ujarnya tenang. Seakan sudah bisa meramalkan.
Ling Jiushi menggigit tepi lidahnya, diam-diam merasa ngeri. Dia mengamati Ruan Lanzhu, lalu membayangkan kembali keganasannya di lapangan pada masa lalu, dan insiden berdarah yang mengikutinya. Dia tidak segera menanggapi ucapan pemuda itu, justru sibuk mengendalikan kecemasannya sendiri.
"Reputasi burukmu yang membuat orang tidak akan melupakanmu," akhirnya Ling Jiushi bicara.
"Ah, tentu saja. Tidak mudah melupakan orang sepertiku." Kemudian Ruan Lanzhu tertawa pelan, nyaris membuat bulu kuduk Ling Jiushi berdiri mendengar suara tawanya.
Dia berjalan ke kursi lalu duduk santai meluruskan kaki. Dengan satu tangannya dia mengarahkan Ling Jiushi untuk duduk di hadapannya. Dengan patuh, Ling Jiushi ikut duduk meskipun benaknya masih diliputi keraguan dan kegelisahan.
"Bagaimana dengan sisi positif yang aku miliki? Apakah orang lain juga tidak akan lupa?" tanyanya.
"Sisi positif?" Ling Jiushi mengangkat satu alis, pura-pura heran. "Apa yang kau bicarakan?"
Ruan Lanzhu mengangkat bahu.
"Aku pintar, seorang atlet yang andal, tampan, kaya, dan banyak yang suka."Ling Jiushi lagi-lagi menelan liur. Tak habis pikir bagaimana orang bisa begitu percaya diri. Bisa-bisanya dia memuji diri sendiri sehebat itu. Walaupun satu sisi lain dalam hatinya membenarkan beberapa hal. Sungguh dilema yang menyebalkan.
"Tapi tak ada prestasi yang bisa diingat darimu sejak perkelahian brutal yang menyebabkan satu nyawa tak berdosa melayang," timpal Ling Jiushi.
"Aku tak percaya. Kau pasti salah satu orang yang masih mengingatku dengan baik. Aku tahu diam-diam kau sering memperhatikanku. Setiap kali aku menatapmu, kau selalu balas menatap dengan mata berbinar. Seolah-olah wajar saja untuk selalu melongo setiap kali melihatku."
Mendengar kata-kata tidak tahu malu dari Ruan Lanzhu, wajah Ling Jiushi perlahan memerah.
"Omong kosong," desisnya.
Ruan Lanzhu menunduk sekilas sambil menahan senyum. Untuk sejenak, keduanya terdiam. Reuni yang sangat tidak menyenangkan ini membuat Ling Jiushi tidak bisa tidak terseret kembali pada kenangan masa lalu. Walaupun tidak ada apa-apa antara dirinya dengan Ruan Lanzhu, tapi kehadirannya membangkitkan sisi nostalgia yang nyaris sirna. Dia mengamati mantan idolanya itu. Sembilan tahun telah berlalu. Ada sesuatu tentang dia yang anehnya diam dan tenang. Wajahnya nyaris tidak berubah, bahkan lebih tampan dari pada masa kuliah dulu. Suaranya masih sama. Kini ia tampak dewasa, dan ketenangannya justru membuat Ling Jiushi takut alih-alih tertarik. Nalurinya membisikkan, ada badai di balik sikap tenangnya.
"Jadi kau yang memaksaku untuk menerima uang satu juta yuan demi pekerjaan yang masih tidak jelas?" Ling Jiushi tidak tahan dengan keheningan ini dan mulai menyuarakan rasa penasarannya.
Ruan Lanzhu mengangguk samar, acuh tak acuh.
"Apa yang membuat selebriti sepertimu mendekatiku?" sindirnya.
"Selebriti," gumam Ruan Lanzhu, terkekeh kecil. Ada sekelebat emosi yang tampak beda di wajahnya. Sepertinya, sama dengan yang dirasakan Ling Jiushi, ia sedikit terseret ke sudut nostalgia masa kuliah.
"Mengapa harus aku?" desak Ling Jiushi.
"Sederhana. Karena kau menganggur, butuh uang, dan sebagai senior yang baik, aku ingin membantumu."
Jemari Ling Jiushi terkepal di atas pahanya.
"Kau mengejekku."
Ruan Lanzhu mengangkat bahu. "Itu fakta, bukan? Tidak perlu tersinggung."
KAMU SEDANG MEMBACA
Evil Love (The Spirealm)
Fanfiction𝐎𝐧𝐜𝐞 𝐲𝐨𝐮 𝐥𝐨𝐨𝐤 𝐢𝐧𝐭𝐨 𝐭𝐡𝐞 𝐝𝐞𝐯𝐢𝐥'𝐬 𝐞𝐲𝐞𝐬 𝐘𝐨𝐮 𝐰𝐢𝐥𝐥 𝐭𝐮𝐫𝐧 𝐢𝐧𝐭𝐨 𝐭𝐡𝐞 𝐝𝐞𝐯𝐢𝐥 𝐭𝐨𝐨 Tiga bulan setelah kehilangan pekerjaannya sebagai seorang programmer di sebuah perusahaan, Ling Jiushi tiba-tiba mendapatkan...