Malam semakin larut, dan Ling Jiushi merasa sudah waktunya pulang. Terhuyung-huyung nyaris mabuk, dia berjalan meninggalkan kedai minum dan menyetop bis. Pulang ke apartemen yang gelap dan sepi bukan pilihan menyenangkan tapi dia harus memperbaiki kekacauan dirinya sendiri. Mandi dan sedikit tidur itu sudah cukup.
Ling Jiushi nyaris tidak sadar sewaktu bis telah tiba di Xisi. Dia berjalan menuju apartemennya, menoleh ke belakang beberapa kali karena ia merasa mendengar langkah seseorang yang konstan mengikutinya. Namun setiap kali ia mengamati, tak ada siapa pun di sana. Hanya ada beberapa pejalan kaki asing yang sibuk dengan ponsel masing-masing atau berjalan dengan terburu-buru.
Pandangan Ling Jiushi mulai berkunang-kunang, tapi ia terus berjalan. Dalam lima menit, ia sudah berada dalam lift apartemennya dan menunggu detik demi detik yang sangat lambat.
Lampu kecil di meja ruang tamu menyala sementara Ling Jiushi berbaring di sofa, menatap langit-langit, menunggu kantuk datang menjemput. Dia sudah menyegarkan diri dan minum air lemon dingin untuk meredam pengar di kepalanya. Suasana begitu hening dan kesendirian ini sangat menyesakkan. Samar-samar dia mendengar langkah kaki di depan pintu. Itu pasti penghuni di unit sebelah. Tapi suara itu sangat jelas di depan pintunya, membuat kewaspadaan Ling Jiushi menajam. Dia bangun dan duduk tegak. Menoleh ke pintu, bertanya-tanya ada apa di baliknya. Suasana berubah mencekam, saat langkah kaki itu tiba-tiba berhenti. Kemudian hening. Ling Jiushi berdiri, mengendap-endap menuju pintu dan memiringkan kepala untuk menangkap bunyi apa pun yang mencurigakan. Gedung ini bukan apartemen kelas atas yang sangat aman dan menjaga privasi penghuninya. Sesekali, bahkan jasa antar makanan bisa saja menyusup.
Bersandar pada pintu, Ling Jiushi mulai bergerak mundur dan siap membukanya ketika hawa dingin menjalar ke sekujur tubuh. Ruangan itu tidak dingin dan ia mengenakan hoodie hitam dengan celana panjang berbahan tebal dan nyaman.
Tubuhnya menggigil seperti demam. Ini tidak masuk akal. Kecuali alasan dari hawa dingin ini adalah ketakutannya sendiri.Tepat saat ia menyembulkan kepala ke luar pintu, napasnya tersendat. Rasanya seperti ada sesuatu yang melilit tenggorokannya, menjepitnya erat-erat. Ling Jiushi mencoba megap-megap mencari udara, tetapi sebaliknya, yang bisa ia lakukan hanyalah batuk, berharap udara sekecil apa pun bisa lolos dan membantunya mengatur napas.
Di depan pintu, tergeletak begitu saja di lantai. Tas ransel hitam yang familiar itu telah kembali. Tas berisi tumpukan uang yang telah dia serahkan pada Chen Fei tiga hari yang lalu. Bagaimana benda ini bisa berada di sini?
Siapa pun pengirimnya, dia pasti belum pergi jauh. Namun bukan itu yang kini memenuhi pikiran Ling Jiushi. Tiba-tiba saja ia memikirkan dugaan bahwa semua peristiwa buruk ini adalah ulah Chen Fei.
Atau...
Suara hati Ling Jiushi melemah, kemungkinan-kemungkinannya bertambah banyak dan berputar-putar seperti pola pada sulaman yang rumit.
Mungkinkah semua ini ada hubungannya dengan Ruan Lanzhu?
Dua masalah berat menimpa dalam sekali waktu, dan itu terjadi tidak lama setelah dia menolak Ruan Lanzhu. Sepertinya narapidana itu benar-benar bintang kegelapan yang membawa nasib buruk pada orang lain.
Rasa bimbang dan kepanikan mulai melanda. Apakah dia harus mengambil tas itu? Apakah isinya masih uang, atau hanya jebakan?
Matanya nanar dan tangannya gemetar saat dia membungkuk untuk mengambil tas itu, lalu menyeretnya ke dalam ruangan. Dia membanting pintu dan bersandar di baliknya untuk beberapa waktu.
Saat harapan memudar, kejutan buruk ini kembali datang. Ling Jiushi memejamkan mata. Dalam layar pikirannya dia melihat wajah Ruan Lanzhu di mana-mana. Lalu sebuah suara berat, tak lebih dari bisikan, berbicara seolah di samping telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evil Love (The Spirealm)
Fanfiction𝐎𝐧𝐜𝐞 𝐲𝐨𝐮 𝐥𝐨𝐨𝐤 𝐢𝐧𝐭𝐨 𝐭𝐡𝐞 𝐝𝐞𝐯𝐢𝐥'𝐬 𝐞𝐲𝐞𝐬 𝐘𝐨𝐮 𝐰𝐢𝐥𝐥 𝐭𝐮𝐫𝐧 𝐢𝐧𝐭𝐨 𝐭𝐡𝐞 𝐝𝐞𝐯𝐢𝐥 𝐭𝐨𝐨 Tiga bulan setelah kehilangan pekerjaannya sebagai seorang programmer di sebuah perusahaan, Ling Jiushi tiba-tiba mendapatkan...