"Tujuan dalam pernikahan itu bukan untuk selalu memiliki pemikiran yang sama, tapi untuk selalu berpikir bersama. Jadi Hyunwoo-yaa selamat atas pernikahanmu."
Sudah lebih dari lima belas menit pria itu berdiri di dekat jendela kamarnya, dengan ponsel yang menempel di telinga dan suara Kim Yang Gi terdengar menasehatinya sejak pria itu memberitahu bahwa hari ini dia dan Haein kembali mendaftarkan pernikahan mereka.
"Aku tahu." Hyunwoo menjawab, ada senyum tipis yang terukir di kedua sudut bibirnya.
Dia teringat kebodohnya di masa lalu. Keegoisannya. Buruknya komunikasi antara dia dan Haein. Cara dia menggoreskan luka di hati wanita itu dan bagaimana dia merasa bahwa dia adalah sosok yang paling tersakiti tanpa sadar bahwa yang paling tersakiti adalah wanita itu.
Diseberang sana Hyunwoo mendengar Yang Gi tertawa. Lalu sahabatnya itu kembali berkata. "Jangan melepaskan wanita yang membuatmu akhirnya memilih untuk mempertaruhkan nyawamu sendiri. Cintai dia dan dengarkan apapun yang dia katakan. Berdebat dengan pasangan itu wajar tapi jangan lari setelah berdebat tanpa meninggalkan penjelasan."
Hyunwoo terdiam sesaat. Lalu mengangkuk seolah-olah diseberang sana Yang Gi bisa melihat angkukan kepalanya. "Aku tidak akan melepaskannya lagi." Pria itu berjanji, dia tersenyum sambil memasukan satu tangannya ke saku celana pendek yang akan dia gunakan untuk tidur.
"Hahaha bodoh! Sejak awal kau seharusnya tidak meninggalkannya." Yang Gi berguman lagi, suara tawanya benar-benar terdengar menjengkelkan. "Ragamu hidup tapi jiwamu mati saat kau tidak bersamanya."
"Aku memang bodoh! Seharusnya sejak awal aku tidak pernah menulis surat cerai itu." Kata Hyunwoo, lalu dia mendesah pelan benar-benar menyadari kebodohannya.
"Bagus kalau kau menyadari kebodohanmu karena aku tidak ingin menjadi pengacara perceraianmu lagi untuk kedua kalinya." Kata Sahabatnya lagi.
Hyunwoo akhirnya tertawa pelan. Dia ingat bagaimana dulu Yang Gi begitu menggebu-gebu saat dia mengatakan kalau dia ingin bercerai dengan Haein, lalu bagaimana akhirnya sahabatnya itu tampak putus asa karena melihatnya hampir mati ketika memutuskan untuk mempertaruhkan nyawanya demi wanita itu.
Semua terjadi begitu saja diluar kendali.
Ada sekitar dua menit lamanya mereka mengobrol di telepon, tapi bukan lagi untuk membahas pernikahan Hyunwoo yang kedua kalinya. Tapi lebih ke rencana bersepeda akhir pekan yang mereka rencanakan jauh-jauh hari. Lalu sambungan telepon itu akhirnya terputus ketika Yang Gi mengatakan kalau dia harus membuatkan susu untuk anaknya dan meminta Hyunwoo untuk segera tidur.
Tapi bukannya tidur, Hyunwoo malah tetap diam di tempatnya berdiri sekarang. Dia memasukan kedua tangannya ke saku celana. Cahaya di dalam kamar yang temaram membuat pria itu bisa lebih leluasa memandangi lampu-lampu taman yang menyala dengan pohon-pohon yang berjejer rapih di taman rumahnya.
Hujan sudah berhenti sejak pria itu menerima panggilan telepon dari Yang Gi beberapa saat yang lalu, tapi jejak jejak basah disetiap daun dan juga percikan air hujan yang menempel di kaca jendela kamar masih terlihat.
"Aku membangunkanmu?"
Pertayaan itu terlontar begitu saja ketika Hyunwoo merasakan kedua tangan wanita itu memeluk pinggangnya dan kepala wanita itu bersandar di punggungnya. Pria itu juga merasakan sebuah gelengan yang menandakan kalau wanita yang sedang memeluknya saat ini sama sekali tidak terganggu dengan suara obrolannya dengan Yang Gi.
"Siapa yang menghubungimu?" Haein bertanya, dia menoleh dan sedikit menengadahkan kepalanya agar bisa melihat pria itu.
"Yang Gi." Hyunwoo menjawab, dia tersenyum sambil menarik wanita itu, membuat kedua tangan yang melingkari pinggangnya terlepas. Tidak ada penolakan atau pemberontakan ketika Hyunwoo berhasil mengubah posisinya saat ini.
Kalau tadi Haein yang memeluknya dari belakang, maka sekarang Hyunwoo lah yang melakukan itu. Dia suka bagaimana perbedaan tinggi badan mereka, karena dia bisa meletakan dagunya di atas kepala wanita itu dan menghidu aroma strawberry dari sampoo yang digunakannya - yang sekarang sedang dia lakukan.
"Bahkan jika aku terlahir kembali seratus kali, aku akan tetap menikahimu setiap saat.." Hyunwoo bergumam pelan, dia tersenyum ketika Haein menoleh dengan kening berkerut. Kebiasaan wanita itu.
"Kau ingat?" Hyunwoo bertanya ketika wanita itu masih menatapnya.
Sebuah gelengan yang pria itu dapatkan sebagai jawaban wanita itu malam ini. Bukan kali pertama dan Hyunwoo memahaminya.
Dia sudah menerima segala kemungkinan tentang dampak dari operasi yang dilakukan Haein di Jerman waktu itu. Pria itu juga sering Mengulang hal-hal yang selama ini sering mereka lakukan dan Mengulang apa yang pernah wanita itu katakan padanya dulu agar perlahan-lahan Haein bisa mengingat semuanya.
"Kau pernah mengatakan itu padaku. Kau bilang kau akan tetap menikahiku walaupun kau terlahir kembali." Ada kekehan singkat terdengar. "Tuhan mendengar doamu." Sambungnya. "Kita menikah lagi untuk yang kedua kalinya."
Haein tersenyum, dia menunduk saat merasakan tangan Hyunwoo bergerak menyentuh cincin pernikahan yang di sematkan pria itu padanya tadi siang saat mereka kembali mendaftarkan pernikahan mereka.
"Gumawo..." Hyunwoo berkata lagi. "Karena masih tetap bersamaku."
"Aku sudah menepati janjiku untuk kembali menikah denganmu. Anggap saja aku kembali terlahir didunia ini. Sekarang kau yang harus menepati janjimu." Haein berkata sambil memainkan cincin pernikahan Hyunwoo di jari manis tangan kanannya.
"Janji?"
"Hmm.. kau bilang kau akan tetap di sisiku apapun yang terjadi." Haein berbalik, dia mendongkak menatap mata pria itu yang selalu disukainya selama ini. "Itu janji yang harus kau tepati sampai aku mati." Sambung wanita itu lagi.
Hyunwoo berdecak. "Tidak bisakah kau jangan membicarakan soal kematian?" Omel Hyunwoo.
Dia benar-benar tidak suka jika Haein selalu membahas soal kematian. Pria itu sudah cukup tertekan dengan rasa takutnya selama ini.
Haein mengedikkan bahunya acuh tak acuh. "Semua akan pergi meninggalkan dunia ini. Tidak ada yang abadi. Entah kau yang lebih dulu pergi atau aku?" Ujarnya sama sekali tidak peduli dengan perubahan ekspresi Hyunwoo saat ini.
Hyunwoo mendesah. "Apa kita akan membahas kematian dan ini akan jadi perdebatan pertama kita setelah menikah lagi?" Kata Hyunwoo menatap mata wanita itu.
"Aku memiliki banyak energi untuk berdebat denganmu malam ini." Kata Haein sambil mengulas senyum tipis - tentu saja ucapannya hanya untuk menggoda suaminya. Dia melingkarkan kedua tangannya di pinggang pria itu. "Tapi dari pada memilih berdebat denganmu, apa sebaiknya kita tidur?" Ajak wanita itu.
Malam sudah semakin larut. Hampir pukul satu dini hari dan Haein benar-benar mengantuk apalagi seharian ini dia sibuk bekerja di kantor dan mempersiapkan banyak hal untuk kembali mendaftarkan pernikahannya dengan Hyunwoo.
Hyunwoo menunduk menatap mata wanita itu lebih dalam lagi. Dia suka bagaimana mata yang di tatapnya kini tidak lagi menatapnya dengan tatapan penuh amarah dan kebencian seperti dulu. Tatapan Haein adalah tatapan yang membuat dia jatuh cinta pada pandangan pertama saat itu dan detik inipun mata yang ditatapnya yang kini juga sedang menatapnya masih membuat jatungnya berdebar tidak karuan.
Pria itu akhirnya melingkarkan kedua tangannya di pinggang wanita itu. Memerangkap wanita itu agar tidak pergi kemana-mana. Dia menunduk, tersenyum dan akhirnya memilih untuk mencium bibir wanita itu yang disambut wanita itu dengan mengalungkan kedua tangannya di leher pria itu.
Ini akan menjadi malam yang panjang bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen Of Tears (Season 2)
RomanceSetelah berhasil melewati masa krisis pernikahan dimasa lalu, Baik Haein maupun Hyunwoo sepakat untuk memulai kembali hubungan pernikahan yang telah retak itu. Bukan kah lebih baik Memilih untuk kembali jatuh cinta setiap hari dan berdebat sepanjan...