"Ternyata masih sesakit ini setelah mengingat semuanya.."
Didalam pelukannya, wanita itu bergumam pelan - suaranya nyaris saja berbisik terdengar serak. Mata sembab itu mendongkak menatapnya, tidak ada senyuman - yang ada hanyalah ekspresi sedih yang tidak bisa Hyunwoo jelaskan.
Pria itu berhasil membujuk membawa Haein kembali ke kamar mereka setelah wanita itu menangis sejadi-jadinya di dalam ruang kerjanya yang dulu pernah di tempatinya sebagai kamar pribadinya yang merupakan calon kamar anak perempuannya dulu.
Sudah hampir pukul dua belas malam saat ini, tangisan sudah tidak terdengar lagi tapi sesekali Haein mengusap wajahnya dengan tangan hanya untuk menyingkirkan air mata yang jatuh tanpa bisa dia cegah.
"Kalau saja waktu itu aku mendengarkanmu, mungkin tidak akan yang namanya kehilangan kan?" Dia bertanya lagi - tatapannya menerawang dan sebaris senyum tipis terlihat.
"Kalau saja waktu itu aku tidak sibuk dengan pekerjaanku, mungkin sekarang dia sudah bisa berjalan.." ucapnya lagi - suaranya mulai terdengar bergetar di ujung kalimat.
Hyunwoo terdiam. Dia semakin mempererat pelukanya untuk wanita itu. Bukan hanya Haein yang menangis sejak tadi, tapi dia juga demikian. Mereka menangis bersama dalam waktu yang cukup lama. Matanya juga sembab dan merah sama seperti mata Haein sekarang ini.
Mengingat semua kenangan buruk di masa lalu memang menyakitkan tapi untuk menyalahkan juga terlalu percuma karena luka itu tidak akan bisa hilang - seberapa hebatpun untuk mencoba melupakannya.
"Tidak perlu menyalahkan diri sendiri Haein-ah.." ucap Hyunwoo, satu tangannya mengusap punggung Haein secara perlahan. "Apa yang terjadi di masa lalu tidak perlu lagi di ingat."
Haein tersenyum tipis lagi. Dia menyandarkan kepalanya di dada pria itu sementara dia merasakan seerat apa Hyunwoo memeluknya. "Tapi karena kejadian itu kau membenciku dulu." Ada tawa getir yang terdengar membuat Hyunwoo dengan cepat menggelengkan kepala.
"Aku tidak membencimu." Ralat pria itu dengan cepat. "Aku juga menyalahkan diriku sendiri." Katanya lagi.
Haein terdengar berdecak pelan. "Kau menghindariku setelah kejadian itu. Kau bahkan lebih memilih tidur secara terpisah denganku. Wae?" Tanyanya - lagi-lagi mendongkak dan akhirnya memilih melepaskan diri dari pelukan Hyunwoo.
Dia menatap pria itu lama dengan matanya yang sembab dan wajah yang merah.
Hyunwoo terdiam selama beberapa saat, pria itu juga menatapnya. Lalu dia berkata. "Aku marah.." Hyunwoo tersenyum tipis dia bisa melihat perubahan emosi di wajah wanita yang kini sedang menatapnya. "Aku juga sedikit Kecewa karena kau tidak mendiskusikan apapun kepadaku tentang kamar bayi itu dan akhirnya aku memilih untuk tidur secara terpisah denganmu agar aku bisa menangis sepuasnya seorang diri. Menyesali apapun yang bisa aku sesali. Aku yang kurang perhatian padamu, aku yang juga sibuk dengan pekerjaanku, aku yang tidak manyadari bahwa disini yang pantas terluka itu kau bukan aku." Pria itu memberi jeda ucapannya, matanya masih menatap mata wanita itu - yang kali ini tidak ada ekspresi apapun yang dia lihat.
Lalu terdengar helaan napas panjang pria itu. Dia menggengam kedua tangan Haein dengan senyum tipis. "Aku menyesal telah membiarkanmu menangis sendirian. Aku menyesal telah menambah luka di hatimu. Aku menyesali apapun yang pernah aku lakukan padamu di masa lalu." Ucapnya lagi.
Haein mulai merasakan pelupuk matanya mulai berair. Dia sudah lelah menangis sejak beberapa jam yang lalu. Kenyataan pahit menghantamnya telak tanpa ampun tadi dan tanpa persiapan apapun. Kenyataan itu membuat dia berpikir bahwa dia memang belum pantas menjadi seorang ibu. Dia gagal menjaga dan mempertahankan bayi perempuannya.
"Seharusnya aku membencimu kan?" Tanyanya dengan senyum getir di kedua sudut bibirnya.
Hyunwoo mengangkuk pelan. "Kau sudah membenciku begitu banyak dan terlalu lama. Kau menjadi wanita paling dingin yang pernah aku kenal. Yang membuatku akhirnya memilih untuk menyerah dalam pernikahan kita. Padahal aku sadar aku memang pantas untuk di salahkan. Bukan salahmu." Hyunwoo mengulang lagi ucapannya seolah-olah tidak menginginkan Haein menyalahkan dirinya sendiri.
Haein terdiam lagi. Dia mulai ingat kejadian paling yang membuatnya harus kehilangan bayinya dulu.
Kejadian itu bermula saat dia mulai sibuk dengan target yang harus dia buktikan kepada kakeknya untuk bisa meningkatkan penjualan di pasaraya dan bisa bergabung dengan klub satu triliun yang menjadi obsesinya selama ini.
Sebagai generasi ketiga, dia di beri kepercayaan sepenuhnya sebagai cucu pertama. Kakeknya sama sekali tidak berharap banyak pada paman nya yang dulu hubungan mereka sangat dingin dan saling membenci. Kakeknya juga tidak berharap pada ayahnya karena ayahnya tidak punya ambisi apa-apa. Begitupun pada bibinya yang lebih memilih hidup bersenang-senang ketimbang memikirkan bisnis keluarga. Sementara Hong Soo Cheol - adiknya pun tidak bisa di andalkan - satu-satunya yang di andalkan oleh kakeknya hanyalah dia. Yang di beri begitu banyak tanggung jawab sampai-sampai dia menjadi wanita yang penuh ambisi dan gila kerja saat itu.
Dia mengabaikan kata-kata Hyunwoo untuk meminta lebih banyak beristirahat dari pada bekerja. Dia mengabaikan perkataan dokter saat dia mengeluh sering mengalami kram dibagian perut bawah.
Sampai pada akhirnya hari itu tiba, dia mengalami nyeri perut yang tidak bisa dia tahan lagi sampai akhirnya dia mengalami pendarahan dan nyaris pingsan di ruang meeting kalau saja Hyunwoo tidak bergerak cepat menahan bobot tubuhnya yang saat itu sedang berdiri memegangi perutnya.
Bayangan kepanikan Hyunwoo siang itu mulai diingatnya dengan jelas. Pria itu bahkan berteriak meminta sekretaris Na untuk segera menghubungi ambulans. Hyunwoo menatapnya dengan kepanikan yang tidak bisa di jelaskan. Memintanya untuk bertahan dengan rasa sakit yang membuat Haein menangis saat itu.
Dia juga ingat dokter mengatakan kalau mereka tidak bisa menyelamatkan bayi yang ada di rahimnya. Dia ingat bagaimana Hyunwoo nyaris tidak bertenaga saat itu. Dia ingat bagaimana dia tidak henti-hentinya menangis diruang perawatan. Menyalahkan dirinya sendiri.
Semua bayangan-bayangan itu mulai diingatnya dengan jelas malam ini. Semuanya tanpa terkecuali. Bahkan sampai di titik dia ingin memeluk lukanya seorang diri saat itu. Bagaimana rasa sakit itu berkali-kali lipat saat dia membuka pintu kamar bayi mereka - yang bahkan belum pernah di tempati dan dia mulai membenci semua yang ada di ruangan itu sampai pada akhirnya dia mengambil keputusan sepihak untuk menyingkirkan semua barang yang ada di kamar bayi itu - yang membuat Hyunwoo kecewa dan marah padanya selama bertahun-tahun.
"Kau masih marah padaku karena keguguran itu?" Akhirnya setelah hening cukup lama, Haein bertanya lagi. Dia hanya ingin memastikan - karena bagaimanapun ingatannya belum sepenuhnya pulih.
Hyunwoo menggeleng cepat. "Tidak lagi Haein-ah.. aku sudah lama berusaha untuk berdamai dengan keadaan itu. Bukan salahmu. Tidak ada yang perlu di salahkan lagi saat ini." Ucap pria itu.
Haein menatap lama mata pria itu. Dia sudah menemukan jawaban tidak ada keraguan dari ucapan Hyunwoo barusan. "Mengingat betapa egoisnya aku di masa lalu, pasti aku belum meminta maaf padamu kan?"
Kali ini Hyunwoo terkekeh pelan. Dia kembali merengkuh wanita itu kedalam pelukannya. Di usapnya punggung wanita iti secara perlahan-lahan. "Aku sudah memaafkanmu sejak lama. Tapi berhubung kita baru membicarakan ini setelah sekian lama.." Hyunwoo memberi jeda untuk menghela napas panjang. "Aku juga minta maaf karena membuatmu terluka begitu hebat. Karena tidak menemanimu menjalani hari-hari yang sulit saat itu." Katanya lagi.
Haein meletakan dagunya di pundak pria itu, kedua tangannya melingkari pinggang suaminya. Ini malam yang begitu berat untuk mereka lalui. Tidak ada orang yang suka kenangan pahit di masa lalu terbongkar disaat yang tidak tepat. Tapi dia bersyukur karena pada akhirnya dia dan Hyunwoo sama-sama terbuka tentang masalah ini.
Karena pada akhirnya dia sadar komunikasi adalah kunci dari hubungan pernikahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen Of Tears (Season 2)
RomanceSetelah berhasil melewati masa krisis pernikahan dimasa lalu, Baik Haein maupun Hyunwoo sepakat untuk memulai kembali hubungan pernikahan yang telah retak itu. Bukan kah lebih baik Memilih untuk kembali jatuh cinta setiap hari dan berdebat sepanjan...